"Oh itu aku temenin Haris jenguk tetangganya yang di penjara," jawab Dion membuat sang istri menautkan kedua alisnya. Di hatinya ada rasa tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Dion."Haris? Kamu sepeduli itu dengan asisten pribadimu, Mas?" tanya Safitri."Ya, dia sudah banyak mengabdi padaku, jelas aku sangat peduli," timpal Dion.Safitri pun menyudahi perdebatannya. Sebab dia tidak ingin merusak mood makan suaminya. Safitri tahu betul jika ribut di meja makan malah akan menambah rusuh. Ditambah lagi mereka baru saja berbaikan, dia tidak mau kembali berseteru dengan suaminya.Saat itu makan malam sudah selesai, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Namun, sebelum masuk ke kamar, Safitri memastikan terlebih dahulu bahwa kedua anaknya telah tertidur pulas.***Pagi telah mengeluarkan sinarnya, suara hiruk-pikuk kendaraan telah terdengar di area rumah Jingga yang memang letaknya di dekat jalan. "Kamu masih mikirin keuangan yang dalam waktu hitungan hari bisa anj
Akhirnya Ronald memeluk Inggit dengan disertai penuh haru. Sungguh suasana di sekolah yang tadinya ramai, siswa-siswi berhenti menyaksikan Ronald yang biasa dikenal angkuh kini meleleh di pelukan Inggit."Sungguh beruntung aku bisa kenal Tante, terima kasih untuk semuanya," tutur Ronald dengan isak tangis.Seluruh siswa yang kebetulan melintas memberikan tepuk tangan untuk Ronald. Mereka menyemangati dari kejauhan dengan tepuk tangan tersebut."Ronald anak hebat!" teriak salah satu orang siswi yang dikenalnya.Ronald pun tersenyum. Ada sebagian guru yang menyaksikannya juga, beberapa orang juga tak lupa mendokumentasi melalui bentuk video dan foto."Nanti aku izin share ya," ucap salah satunya.Ronald hanya tertawa, kemudian dia berniat pamit pada keluarga Ameer. "Bagaimana kalau kamu ikut kami aja? Suasana hatimu bisa lebih adem dan tentram," usul Jingga."Kakak mau ngajak aku? Apa perlu aku ajak Mas Tirta juga?" Tawaran Ronald memang sengaja untuk bercanda, seketika itu juga suasan
"Nggak usah usil, kakakmu tidak menyukai digodain gitu," ujar Inggit sambil mencubit tangan Ameer."Hm, siapa tahu berjodoh," celetuk Ameer membuat Ronald tertawa, Dia benar-benar sangat terhibur berkumpul dengan keluarga Ameer.Kemudian Jingga terlihat salah tingkah ketika Tirta datang. Lalu Tirta menghampiri sambil mengecup punggung tangan Pram dan Inggit."Terima kasih sudah bawa adik saya ke sini, terima kasih banyak," kata Tirta pada Pram dan Inggit."Sama-sama, Tante yakin kamu bisa menuntun Ronald ke jalan yang benar," ucap Inggit."Iya, Tante, tapi saya kagum karena Tante sudah bersedia membawa Ronald ke sini, padahal mama saya lagi menjauhi kalian," timpal Tirta bicara jujur."Pokoknya pesan tante dan om, jaga adikmu, tuntun dia," tutur Inggit sambil menepuk-nepuk pundak Tirta."Kalian hati-hati ya," pesan Pram.Kemudian gantian Ronald yang mencium tangan Pram dan Inggit yang sudah dianggap sebagai orang tuanya. Dia pulang bersama Tirta untuk segera mengambil motornya ke seko
"Resikonya sangat besar kalau aku tetap memaksakan diri untuk pergi hari ini. Masih bisa aku kerjaan besok. Kalau aku paksa sekarang, yang ada malah dia curiga," Safitri bicara sendirian."Mama kenapa?" tanya Tirta yang masih tercengang melihat Safitri."Tirta, Mama minta tolong bilangin ke Tante Inggit, bilang aja bahwa Mama mendadak sakit kepala, jadi besok ketemuannya, nih tolong kirim pesan, Mama mau sambut papamu dulu," cetus Safitri yang langsung memberikan ponselnya. Lalu dia menghampiri suaminya. Safitri langsung ke tempat parkiran yang kebetulan suaminya masih di situ. Safitri melihat bahwa Dion tengah menggenggam ponselnya. Dia langsung mengantonginya ketika melihat Safitri menghampiri dirinya."Mas kamu udah pulang?" tanya Safitri."Eh, udah, aku tadi pulang duluan ingin beresin ruangan kerja, karena pas berangkat belum aku bereskan," sahut Dion."Oh, itu udah aku beresin tadi, pas lewat kok pintu kebuka, akhirnya aku beresin, mengisi waktu juga sih," jelas Safitri.Dion m
Akhirnya Pram dan Inggit memutuskan untuk ke toilet. Setelah itu akan pulang. Sedangkan Safitri akan menghadang suaminya di pintu masuk.Safitri buru-buru, begitu juga dengan Pram. Mereka sama-sama sangat takut, karena tidak terbiasa merahasiakan sesuatu."Eh kok kamu di sini?" tanya Dion juga terbata-bata. Gelagatnya seperti orang ketakutan."Aku abis makan, kamu baru makan siang?" tanya Safitri balik. Dia berusaha untuk santai supaya dia tidak dicurigai suaminya."Iya, aku ini mau nunggu Haris, kamu mau ikut?" tanya Dion."Nggak, Mas. Aku mau jemput Ronald, dia nggak bawa motor, lagi manja sama mamanya," timpal Safitri."Ya udah, salam buat anakku," pesan Dion membuat Safitri menautkan kedua alisnya."Anak?" Safitri seperti tidak percaya."Iya, Ronald kan anakmu yang artinya anakku juga," sahut Dion.Safitri tersenyum dan meleleh dengar ucapan dari Dion. Kemudian dia pergi dengan hati berbunga-bunga.Dion menghela napas panjang saat Safitri pergi, kemudian dia bertemu dengan seseora
"Udah, Mas, Ronald, tolong jangan ribut terus, Mama mohon," lirih Safitri. Dia berniat melerai, dan itu berhasil dia lakukan.Menyatukan orang yang tidak ada hubungan darah sama sekali memang sangat sulit, terlebih tujuan utama dari Dion adalah ingin menghancurkan orang-orang yang pernah menyakiti adiknya. Walau sebenarnya pun dia ada benih cinta untuk Safitri, tapi dendam lah yang menguasai.Dikarenakan Dion memang niatnya hanya untuk mengalihkan. Akhirnya dia mengesampingkan egonya."Terima kasih kamu udah mau ngalah, Mas," ucap Safitri.Suasana hening sebentar ketika Safitri bicara seperti itu, setelah beberapa detik kemudian akhirnya Ronald mengulurkan tangannya ke arah sang papa. Dia melakukan hal ini untuk mamanya. Nasihat yang diberikan oleh keluarganya Ameer pun selalu terngiang di telinganya.Safitri keheranan melihat uluran tangan anaknya, dia mengeluarkan senyuman manis ketika Safitri mendengar Ronald bicara seperti itu."Mimpi apa aku semalam? Sampai-sampai melihat pemanda
Kemudian Jingga melakukan apa yang diperintahkan oleh mamanya. Dia sangat menuruti segala saran dari mama sambungnya itu."Oke, aku udah tenang sekarang. Lebih baik kita audit sekarang juga!" ajak Jingga.Dia menunjuk satpam yang harus berjaga di ruangan meeting. Sedangkan dirinya bersama satpam yang lain menuju ruangan kerja karyawannya satu persatu.Jingga tidak mau menunda waktu, tapi tiba-tiba dia izin kembali ke ruangan tersebut. Ada yang lupa dipesannya saat itu.Jingga meminta satpam mengumpulkan ponsel pada karyawan supaya tidak ada yang menghubungi orang lain ketika dia hendak memeriksa ruangan kerja mereka."Jangan seperti itu Bu, handphone itu privasi, jangan seenaknya!" Seketika ucapan seorang laki-laki yang duduk di ujung membuat Jingga geram."Kalau tidak ada masalah ini, mungkin tidak akan ada hal seperti ini, buang-buang waktu saya aja, ini keuangan hancur loh gara-gara ada satu orang yang membocorkan rincian keuangan kantor," tutur Jingga."Lalu kenapa tidak mencurig
Dion sudah diperingatkan untuk hati-hati oleh orang kepercayaannya. Sedangkan Jingga dan Pram telah menyuruh orang suruhan untuk mengintai mereka. Dion kembali pulang setelah bertemu dengan kedua anak buahnya. Rencananya malam ini dia ingin mendekatkan diri pada keluarga, dia hanya ingin mengalihkan perhatian keluarganya supaya tidak ada yang curiga.Setibanya di rumah, Dion bersikap sangat perhatian. Tak terkecuali, ke Ronald yang seringnya diasingkan di rumah pun dia terlihat care. 'Kenapa aku jadi curiga dengan Papa? Dia begitu sangat perhatian, hampir tiap malam ngajak kami makan malam bareng, ditambah lagi gaya bicaranya juga beda,' batin Ronald.'Benarkah Papa udah berubah? Sedekat ini dengan Ronald,' batin Tirta."Kalau besok siang kita jenguk Dimas dan Tari gimana? Kamu butuh bicara dengan Papa kandungmu, Ronald," ucap Dion.Safitri keheranan, dia menautkan kedua alisnya ketika suaminya menawarkan untuk jenguk Dimas."Kita nggak tahu apa Dimas masih di rumah sakit, atau dia