"Tirta, Mama takut adikmu membahayakan diri sendiri," ucap Safitri. Dia berdiri sambil memasang wajah panik."Mama tenang, ya," timpal Tirta. "Biar aku yang ke atas lihat Ronald," tambahnya. Kemudian dia menyegerakan diri untuk naik ke lantai dua.Tirta menemui adiknya. Dia benar-benar sangat peduli dengan adik yang tidak ada hubungan darah sama sekali dengannya.Setibanya di depan pintu, Tirta mengetuk-ngetuk, awalnya tidak ada suara sama sekali. Namun setelah beberapa menit kemudian, handle pintu terbuka, dan Ronald membukakan pintunya.Ronald membuka pintu kemudian menutupnya kembali setelah Tirta masuk. Dia tidak bersuara sama sekali. Namun melihat kondisi Ronald yang baik-baik saja, Tirta sudah sangat lega.Kemudian mereka duduk, di atas ranjang yang sangat berantakan. Sepertinya Ronald sempat mengamuk, hingga akhirnya salah satu gelas yang ada di meja sebelahan dengan ranjangnya pecah."Kamu kenapa? Ada yang kamu rahasiakan dari kami? Ada yang nyakitin hati kamu?" Mata Ronald ber
Ronald menceritakan semuanya, berawal dari ngikutin papanya ke lapas. Entah dia tengah menjenguk siapa, Ronald belum sempat bertanya pada Dion. "Jadi, awal mula kamu tahu bahwa Dimas adalah papa kamu karena lihat papamu salah satu narapidana?" tanya Safitri agak bingung. Kemudian dia menoleh ke arah Tirta."Aku nggak tahu Papa ngunjungin siapa," timpal Tirta.Jadi, Dion memang tidak memberitahukan pada Tirta bahwa dia memiliki adik yang bernama Chika, karena Dion baru mengetahuinya juga, dan setelah mereka bertemu, Chika pun mengantisipasi untuk tidak memberitahukan pada siapapun tentang statusnya yang ternyata adalah adik kandung dari Dion."Siapa ya? Kok bapak kamu nggak ngasih tahu Mama bahwa ada rekannya yang dipenjara di kota Jakarta ini," ucap Safitri keheranan. Sebenarnya bukan satu hal yang menjadi beban pikiran Safitri. Makanya dia langsung mengibaskan telapak tangannya dan menganggap ini bukan hal penting untuknya. Yang paling penting adalah anaknya sudah tidak lagi marah
"Oh itu aku temenin Haris jenguk tetangganya yang di penjara," jawab Dion membuat sang istri menautkan kedua alisnya. Di hatinya ada rasa tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Dion."Haris? Kamu sepeduli itu dengan asisten pribadimu, Mas?" tanya Safitri."Ya, dia sudah banyak mengabdi padaku, jelas aku sangat peduli," timpal Dion.Safitri pun menyudahi perdebatannya. Sebab dia tidak ingin merusak mood makan suaminya. Safitri tahu betul jika ribut di meja makan malah akan menambah rusuh. Ditambah lagi mereka baru saja berbaikan, dia tidak mau kembali berseteru dengan suaminya.Saat itu makan malam sudah selesai, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Namun, sebelum masuk ke kamar, Safitri memastikan terlebih dahulu bahwa kedua anaknya telah tertidur pulas.***Pagi telah mengeluarkan sinarnya, suara hiruk-pikuk kendaraan telah terdengar di area rumah Jingga yang memang letaknya di dekat jalan. "Kamu masih mikirin keuangan yang dalam waktu hitungan hari bisa anj
Akhirnya Ronald memeluk Inggit dengan disertai penuh haru. Sungguh suasana di sekolah yang tadinya ramai, siswa-siswi berhenti menyaksikan Ronald yang biasa dikenal angkuh kini meleleh di pelukan Inggit."Sungguh beruntung aku bisa kenal Tante, terima kasih untuk semuanya," tutur Ronald dengan isak tangis.Seluruh siswa yang kebetulan melintas memberikan tepuk tangan untuk Ronald. Mereka menyemangati dari kejauhan dengan tepuk tangan tersebut."Ronald anak hebat!" teriak salah satu orang siswi yang dikenalnya.Ronald pun tersenyum. Ada sebagian guru yang menyaksikannya juga, beberapa orang juga tak lupa mendokumentasi melalui bentuk video dan foto."Nanti aku izin share ya," ucap salah satunya.Ronald hanya tertawa, kemudian dia berniat pamit pada keluarga Ameer. "Bagaimana kalau kamu ikut kami aja? Suasana hatimu bisa lebih adem dan tentram," usul Jingga."Kakak mau ngajak aku? Apa perlu aku ajak Mas Tirta juga?" Tawaran Ronald memang sengaja untuk bercanda, seketika itu juga suasan
"Nggak usah usil, kakakmu tidak menyukai digodain gitu," ujar Inggit sambil mencubit tangan Ameer."Hm, siapa tahu berjodoh," celetuk Ameer membuat Ronald tertawa, Dia benar-benar sangat terhibur berkumpul dengan keluarga Ameer.Kemudian Jingga terlihat salah tingkah ketika Tirta datang. Lalu Tirta menghampiri sambil mengecup punggung tangan Pram dan Inggit."Terima kasih sudah bawa adik saya ke sini, terima kasih banyak," kata Tirta pada Pram dan Inggit."Sama-sama, Tante yakin kamu bisa menuntun Ronald ke jalan yang benar," ucap Inggit."Iya, Tante, tapi saya kagum karena Tante sudah bersedia membawa Ronald ke sini, padahal mama saya lagi menjauhi kalian," timpal Tirta bicara jujur."Pokoknya pesan tante dan om, jaga adikmu, tuntun dia," tutur Inggit sambil menepuk-nepuk pundak Tirta."Kalian hati-hati ya," pesan Pram.Kemudian gantian Ronald yang mencium tangan Pram dan Inggit yang sudah dianggap sebagai orang tuanya. Dia pulang bersama Tirta untuk segera mengambil motornya ke seko
"Resikonya sangat besar kalau aku tetap memaksakan diri untuk pergi hari ini. Masih bisa aku kerjaan besok. Kalau aku paksa sekarang, yang ada malah dia curiga," Safitri bicara sendirian."Mama kenapa?" tanya Tirta yang masih tercengang melihat Safitri."Tirta, Mama minta tolong bilangin ke Tante Inggit, bilang aja bahwa Mama mendadak sakit kepala, jadi besok ketemuannya, nih tolong kirim pesan, Mama mau sambut papamu dulu," cetus Safitri yang langsung memberikan ponselnya. Lalu dia menghampiri suaminya. Safitri langsung ke tempat parkiran yang kebetulan suaminya masih di situ. Safitri melihat bahwa Dion tengah menggenggam ponselnya. Dia langsung mengantonginya ketika melihat Safitri menghampiri dirinya."Mas kamu udah pulang?" tanya Safitri."Eh, udah, aku tadi pulang duluan ingin beresin ruangan kerja, karena pas berangkat belum aku bereskan," sahut Dion."Oh, itu udah aku beresin tadi, pas lewat kok pintu kebuka, akhirnya aku beresin, mengisi waktu juga sih," jelas Safitri.Dion m
Akhirnya Pram dan Inggit memutuskan untuk ke toilet. Setelah itu akan pulang. Sedangkan Safitri akan menghadang suaminya di pintu masuk.Safitri buru-buru, begitu juga dengan Pram. Mereka sama-sama sangat takut, karena tidak terbiasa merahasiakan sesuatu."Eh kok kamu di sini?" tanya Dion juga terbata-bata. Gelagatnya seperti orang ketakutan."Aku abis makan, kamu baru makan siang?" tanya Safitri balik. Dia berusaha untuk santai supaya dia tidak dicurigai suaminya."Iya, aku ini mau nunggu Haris, kamu mau ikut?" tanya Dion."Nggak, Mas. Aku mau jemput Ronald, dia nggak bawa motor, lagi manja sama mamanya," timpal Safitri."Ya udah, salam buat anakku," pesan Dion membuat Safitri menautkan kedua alisnya."Anak?" Safitri seperti tidak percaya."Iya, Ronald kan anakmu yang artinya anakku juga," sahut Dion.Safitri tersenyum dan meleleh dengar ucapan dari Dion. Kemudian dia pergi dengan hati berbunga-bunga.Dion menghela napas panjang saat Safitri pergi, kemudian dia bertemu dengan seseora
"Udah, Mas, Ronald, tolong jangan ribut terus, Mama mohon," lirih Safitri. Dia berniat melerai, dan itu berhasil dia lakukan.Menyatukan orang yang tidak ada hubungan darah sama sekali memang sangat sulit, terlebih tujuan utama dari Dion adalah ingin menghancurkan orang-orang yang pernah menyakiti adiknya. Walau sebenarnya pun dia ada benih cinta untuk Safitri, tapi dendam lah yang menguasai.Dikarenakan Dion memang niatnya hanya untuk mengalihkan. Akhirnya dia mengesampingkan egonya."Terima kasih kamu udah mau ngalah, Mas," ucap Safitri.Suasana hening sebentar ketika Safitri bicara seperti itu, setelah beberapa detik kemudian akhirnya Ronald mengulurkan tangannya ke arah sang papa. Dia melakukan hal ini untuk mamanya. Nasihat yang diberikan oleh keluarganya Ameer pun selalu terngiang di telinganya.Safitri keheranan melihat uluran tangan anaknya, dia mengeluarkan senyuman manis ketika Safitri mendengar Ronald bicara seperti itu."Mimpi apa aku semalam? Sampai-sampai melihat pemanda