Mata mereka saling pandang. Malam ini Launa benar-benar dibuai oleh Dewangga. Dewangga membelai wajah Launa lembut. Launa tidak menolaknya. Perlahan Dewangga membuka handuk yang dikenakan Launa. Tubuh mereka sudah kering karena terlalu lama hening. Sekarang tubuhnya tanpa sehelai apapun. Dewangga membaringkan tubuh Launa.“Sayang aku sekarang sudah siap.”Launa tersenyum.”Maafkan aku kamu menungguku terlalu lama. Aku memang belum bisa menjadi istri yang sempurna bagimu. Aku masih terlalu dini untuk urusan pernikahan. Maafkan aku.”Launa tersenyum kepada Dewangga. Dewangga membelai rambutnya dengan lembut dan mencium bibirnya. Tubuh kekarnya masih terbaring diatas tubuh Launa.“Maafkan aku juga. Launa aku tidak akan melakukan hubungan suami istri karena aku sadar kalau kamu masih butuh untuk melanjutkan sekolahmu. Aku hanya ingin mencumbu saja.”Dewangga mencium bibir Launa.”Sudah ah, nanti aku tidak bisa menahan hasratku kembali untuk mencumbumu lebih dalam.”Dewangga langsung membaringka
Launa selesai keramas dia langsung mengeringkan dengan hair dyernya. Dewangga masih sibuk dengan laptopnya karena dia lupa kalau harus mengirim file untuk laporan di perusahaannya. Launa masih fikir-fikir apa yang ganjal di fikirannya. Dia melihat Dewangga masih sibuk dengan laptopnya dan jam menunjukkan pukul sebelas malam.“Sayang, apakah ada yang lupa darimu?”Launa ingin memastikan. Tapi Dewangga terdiam. Mungkin dia tidak mendengarnya. Launa meletakkan hair dryernya dan menghampiri Dewangga dan mencium pipinya.”Sayang, kenapa kamu tidak jawab pertanyaanku.”Launa mencium lagi pipi Dewangga.“Maaf sayang aku tidak mendengarnya. Aku masih fokus dengan pekerjaanku. Aku lupa mengirim filenya kalau tidak segera dikirim nanti bakal ada masalah.”Dewangga masih mengetik alamat email di laptopnya. Dewangga sesekali mencium bibir Launa. Launa merasa Dewangga adalah lelaki yang romantis.“Baiklah aku tidak akan mengganggumu.”Launa hendak pergi keranjangnya tapi tangan Dewangga mencegahnya. La
Launa sedang menunggu Jessica di depan pos satpam. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Jessica meminta Launa untuk menemaninya mengambil flash disk berisi video dirinya yang setengah tidak berbaju tertinggal di kelas. Jessica ingin menghapus video tersebut sebagai bentuk perminta maafnya. Tempo hari dirinya hampir saja di keluarkan dari sekolah oleh pak Ardian gara-gara Jesisca menyebar video tersebut. Sudah satu jam dia menunggu Jesisca namun tak kunjung datang juga. Launa takut ini adalah ulah jahil dirinya.Samsudin yang berada di dalam pos satpam hanya menggelengkan kepalanya. Sudah malam mau saja main di sekolahan yang terkenal angker. Samsudin menyeruput kopinya dan menghampiri Launa yang masih sibuk melihat jam tangan.“Launa, pulang saja ini sudah malam.” Usir Samsudin secara halus. Kasihan juga dia hanya di permainkan oleh temannya. “Kamu nanti di cari suamimu. Katanya kamu sudah menikah. Pulang saja.” Launa menghela nafas panjang. Jangan-jangan Jesisca memang mengerj
Jesisca bingung kenapa Launa tidak bangun juga. Kepalanya banyak mengeluarkan darah. Hawa dingin merasuki tubuh. Suara langkah kaki sedang berlari muaki terdengar sepertinya itu Frans dan pak Samsudin. Sebelum terjadi apa-apa Jesisca mengambil flash disk dan mengambil foto Launa yang setengah telanjang di laci anak-anak. Memang dia sedang mengerjai Launa dengan menyebar foto dan malam ini dia kunci di kelas, namun atas kejadian ini Jesisca mengurungkan niatnya.“Launa, maafkan aku.” Jesisca kembali memangku tubuh Launa yang bersimpah darah. Penyesalan muncul dalam hatinya yang paling dalam. Jessica merasa malu dia sudah jahat kepada Launa.Brak!Pintu tiba-tiba terkunci. Angin kencang masuk lewat jendela kamar. Hawa dingin, suasana mencekam jadi satu. Jessica melihat ada sosok perempuan ada di depannya. Perempuan dengan memakai seragam sekolah dengan rambut panjang menutupi wajahnya. Jesiscs mengamati siapa perempuan tersebut.“Kau ingat aku, Jesisca?” Tanyanya dengan suara serak. Jes
Suasana masih berduka masih menyelimuti atas meninggalnya Launa. Semua hanya tertunduk lesu sedangkan Risa menangisi kepergian Launa. Dewangga suaminya juga ikut bersedih, iya semuanya merasa kehilangan Launa. Jessica tidak tahu apa yang akan di lakukannya selanjutnya. Frans yang melihat Jesisca hanya diam pun tak tahu apa lagi kelanjutannya. Jika mereka tahu ini bermula dari kebodohan mereka pasti keluarganya akan menuntut balik.“Frans, aku ke toilet dulu!” Jesisca mulai beranjak.“Kamu mau kabur?” Frans mencekal lengan Jesisca dan melotot ke arah Jesisca. Lelaki itu takut jika Jesisca akan kabur dari tanggung jawabnya apalagi ada saksi pak Samsudin yang tahu jika Launa meninggal karenanya. “Aku tidak akan kabur.” Jesisca melepaskan cekalan Frans dan melenggang pergi, dia ingin mencuci muka terlebih dahulu. Pak Samsudin yang melihat gerak-gerik Jesisca tidak habis fikir. Ingin rasanya dia bilang kepada keluarga Launa jika Jesisca adalah pelakunya.Di satu sisi Dewangga melihat kema
Semua akan kembali kepada Sang Maha Cinta. Laura masih menatap baru nisan milik saudara kembarnya. Masih menjadi misteri jika kematian Launa karena percobaan pembunuhan yang di lakukan teman sekelasnya. Penyesalan Laura tak dapat di bendung mengingat dia balas dendam akibat pernikahannya dengan Dewangga. Air matanya tak bisa di bendung saat Laura menabur bunga di atas nisan Launa. “Kenapa secepat itu kamu pergi, Launa? Masih ada hal yang ingin aku ceritakan kepadamu kenapa harus sekarang apalagi sebentar lagi kamu lulus.” Laura berbicara sendiri di depan nisan Launa. Ingin rasanya waktu kembali berputar. Semenit saja dia ingin melihat saudara kembarnya. Perut Laura sudah menginjak sembilan bulan. Kurang hitungan hari dia akan melahirkan anaknya hasil hubungan terlarang dengan Raymond. Sudah hampir sembilan bulan tak ada kabar dari Raymond dan dia juga tidak pernah datang ke rumah orang tuanya. Laura yakin Raymond sudah melupakannya. Pak Deden juga tidak ada kabarnya. Mereka sama-s
Bertahun-tahun aku menunggumu kekasihku.... Raymond dan Brayman berlari mencari sosok Laura yang sudah lama dia tunggu. Namun, tidak ada. Laura telah pergi. Raymond mencari-cari sampai ke sudut gang dan taman dekat kost tetap nihil. Laura hilang lagi. Ini kesempatan baginya untuk bertemu dengan sang pujaan hati pasalnya saat berkunjung ke rumah orang tuanya selalu di usir. Raymond ingin sekali bertanggung jawab dengan kehamilan Laura. Sudah mondar-mandir tapi Laura sudah hilang saja. Raymond duduk di taman dan tertunduk lesu. Kesempatannya sia-sia bertemu dengan Laura. Brayman membodohi dirinya sendiri kenapa tidak mengajak Laura langsung bertemu dengan Raymond sekarang dia sudah kabur. “Ke rumahnya saja, Ray. Ajak dia bertemu. Mumpung dia masih di Indonesia jika di London kamu tidak akan bisa apa-apa.” Brayman menepuk bahu Raymond berkali-kali. Melihat Raymond dia sebenarnya kasihan sekali. Masa depannya hancur tapi lebih hancur si Laura. Nikmat semata membuyarkan semuanya. “Aku
Raymond tidak henti-hentinya menatap Laura yang sedang menyuapi dirinya. Hari ini dia harus makan bubur halus dulu karena lambungnya belum siap menerima makanan kasar. Beberapa hari ini dia memang tidak teratur makan karena memikirkan bagaimana bisa menemukan Laura dan menikahinya di tambah dia akan segera melahirkan hasil buah cintanya. “Laura.” Raymond memegang pergelangan Laura. Laura meletakkan makanannya di nakas. Kedua mata Raymond memandangnya dengan sendu. “Maafkan aku atas apa yang aku lakukan dulu. Gara-gara aku kamu jadi tidak melanjutkan sekolah dan hanya mengenyam pendidikan home schooling sedangkan aku masih bisa melanjutkan kuliahku. Lelaki macam apa aku.” Raymond tertunduk malu. Melihat apa yang Raymond katakan Laura merasa tersentuh. Awalnya dia mengira Raymond akan menikahi perempuan lain ternyata dia adalah adiknya sendiri. Laura memandang perutnya sekilas. Anak ini butuh orang tua bukan menjadikan sebagai status adiknya. Ibu mana yang tidak sedih melihat kenyataa