Launa duduk di kursi taman sambil melihat teman -teman bermain basket pada jam istirahat. Pelajaran olahraga sudah selesai. Ternyata sekolah disini enak juga. Tidak ada kekerasan dan Bullyan. Beda dengan sekolahnya yang dulu. Jesisca Cs selalu dengan kekerasan. Apa mungkin karena Laura banyak yang menyukainya jadi untuk tindak bullying tidak ada. Launa masih kefikiran bagaimana Laura bisa menghadapi Jesisca Cs.Sebuah bola basket menggelinding tepat dibawah kakinya. Launa diam. Tanpa memperdulikan bola basket yang ada. Semua cowok yang dilapangan basket menunggu Laura untuk melemparkan bola basketnya.“LAURA CEPAT LEMPAR BOLANYA!!!”Terdengar suara Edzard berteriak. Launa melihat bola basket dan menendangnya tepat diatas kepala Edzard.“Mati aku.”Launa menutup wajahnya dan berlari. Launa memang sedikit trauma dengan Bullyan dari teman – temannya. Launa berlariLauna menabrak seseorang. Baunya anyir. Launa melihat ada sosok anak perempuan memakai seragam dengan kepala berumuran darah. M
Suara hening menyelimuti ruang makan. Ada satu kursi kosong yang belum diisi. Laura sejak siang dia tidak pulang dan Launa mendengar dia mendesah kuat. Fikirannya sudah kemana- mana. Apakah Laura sedang bersama dengan Raymond. Apa yang mereka lakukan diluar sana. Launa yakin Laura sedang melakukan hubungan terlarang dengan Raymond. Makanan udang saos Padang hanya dia aduk-aduk saja. Launa masih memikirkan keadaan Laura di sana.“Launa, papa sudah memproses hukum untuk Weni dan Dendi. Mereka sebentar lagi akan dihukum sesuai dengan perbuatan mereka. Papa tidak terima dia bisa menculik kamu. Tujuh belas tahun papa dan mama mencari mu. Pintar sekali dia bisa menyembunyikan kamu dari kami. Kamu tenang saja Papa sudah urus semua.”Kata Papa Farhan memecah keheningan yang berlalu sambil menyantap udang saos Padang. Launa sontak kaget dengan perkataan papanya.“Apa ayah Dendi juga ikut dipenjara, Pa?”Tanya Launa meyakinkan apa yang didengar adalah salah. Papa masih menikmati udang saos Padang
Samsudin mendengarkan radio yang ada di pos. Hari ini dia jaga sendiri. Semilir angin malam membelai wajahnya yang lelah. Jaga malam kadang membuat bulu kuduknya merinding. Maklum di sekolahan banyak sekali hantunya. Gigitan nyamuk satu persatu hinggap di kulitnya.“Dasar nyamuk nggak berhentinya menggigit.”Samsudin menepuk tangannya untuk mematikan nyamuk yang hinggap di kulitnya. Samsudin melihat ada taksi online berhenti di depan gerbang sekolah.”Siapa malam-malam datang kesini?”Samsudin mengamati siapa yang keluar dari taksi online. ”Gusti, anak ini lagi.”Samsudin tahu jika yang turun adalah Nadine. Launa langsung menghanpiri Samsudin yang ada di pos.”Nduk, ngapain malam-malam kamu kesini?Ya Tuhan … bukanya enak tidur dirumah malah uji nyali disini.”Samsudin hanya bisa menggelengkan kepalanya.“Pak Samsudin yang terhormat saya ingin ke ruangan kepala sekolah. Pak Samsudin bagaimana sudah ada kunci duplikatnya atau belum?”Tanya Launa.”Dan satu hal lagi malam ini saya akan tidur di
Suasana masih mencekam di kamar Ardiaz. Lautan masih bingung dengan misteri kematian Ardiaz. Sampai akhirnya....“Apa maksudnya ini Mr Ardiaz? JAWAB?”Lidah Lautan terasa keluh. Dadanya sesak, hatinya sewakan teriris-iris. Air matanya mulai berlinang. Sorot matanya menatap tajam Ardiaz.”Kenapa kamu diam saja? Jawab pertanyaanku hantu sialan! Apa yang kamu lakukan memang membuatku marah.”Launa benar-benar kecewa dengan hantu Ardiaz.“Dasar bodoh! Kamu memang pintar dalam akademis tapi nalarmu sangat jahat dan bodoh. Sekali. Aku sangat puas sekali. Aku sudah mendambakannya sejak kemarin. Ardiaz kamu memang jago drama. Aku salut sampai anak bodoh ini tidak menyadarinya.” Ibu Kepala sekolah tersenyum puas melihat Launa.Plak!Tamparan keras mendarat di pipi Ardiaz. Entah hantu itu terasa sakit atau tidak. Launa tidak peduli, dia merasa sakit hati atas perlakuan Ardiaz kepada dirinya.“Aku sudah sayang kepadamu, tetapi ini balasnnya. Meskipun kita beda alam kenapa kamu tega memperlakukan i
Raymond perlahan bangun. Kepalanya sedikit sakit karena terlalu minum alkoh lumayan banyak. Lelaki itu minum banyak karena pelampiasannya terhadap Laura. Laura tidak mau mengangkat telefonnya. Raymond menyesal melakukan hal itu kepada Laura. Sebanarnya dia ingin mempermalukan Manda didepan orang banyak. Namun, Laura keburu marah dengannya. Ah, sial Raymond tidak ingin kehilangan Laura, karena dia sangat mencintainya. Raymond melihat mas Bray duduk sambil tidur.Bray ... dia memang teman setianya. Raymond bangun. Kepalanya masih benar-benar pusing dan langsung ambruk.“Bro kamu kenapa?”Mas Bray sontak bangun lalu membantu mengangkat tubuh Raymond ke tempat duduk.”Haduh, bro satu ini menyusahkan sekali.”Bray mengomel sendiri.“Maafkan aku Brayman. Aku benar-benar frustasi.”Raymond masih memegang kepalanya.“Makanya jangan main tentang percintaan. Memang ada masalah apa kamu ini?Perasaan kamu lagi jatuh cinta. Lalu, tiba-tiba kebalik. Kenapa? Cepat minum?”Bray menyodorkan gelas berisi
Launa masih bingung antara mau ke penjara untuk menengok ibu Weni atau tidak. Sebenarnya dia malas bertemu dengan ibu Weni karena masih sedikit rasa sakit dalam hatinya. Tiba-tiba dia rindu dengan Mr Ardiaz. Launa ingin curhat tentang apa yang dialaminya saat ini. Namun, Mr Ardiaz menghilang bak ditelan bumi. Bukan menghilang tapi arwahnya sudah tenang di alam sana tetapi baginya Ardiaz masih hidup dalam hatinya. Apakah ini pertanda dirinya menutup mata batinnya? Launa menghentikan motornya di depan jembatan. Launa menyenderkan tubuhnya di batas jembatan sambil melihat sungai yang mengalir dengan jernih.“Mr Ardiaz, aku rindu sekali denganmu. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu. Kamu janji mau menikah denganku dan menunggu sampai aku sukses. Kamu bohong sama aku. Aku saja sudah menepati janjiku untuk mengetahui siapa pembunuhmu.”Launa bicara sendiri sambil menatap aliran sungai dan baginya itu mustahil jika terjadi. Manusia dan hantu tidak akan bisa bersatu. “Jangan bicara sendiri nanti
FlashbackSetelah selesai mengikuti mata kuliah. Raymond sudah janjian dengan Luara untuk bertemu, dia sangat rindu dengan gadis yang dia cintai. Maklum baginya Luara adalah candu baginya. Raymond meletakkan laptop di tasnya. Saat keluar pintu dengan sigap Manda menggeret tangannya.“Apa-apaan ini, Manda!”Raymond sedikit kesal karena Manda menggeret tangannya dengan kuat.“Hai, aku mau bicara empat mata kepadamu tentang kemarin waktu di penginapan.”Manda sedikit marah dengan Raymond.“Apalagi yang kamu mau bicarakan. Semua sudah clear bukan? Sekarang apalagi yang ingin kamu bicarakan Manda?”Tanya Raymond dengan nada malas.“Kenapa tidak kamu saja yang kemarin melayaniku, kenapa teman-temanmu yang jahay melayaniku. Aku marah kepadamu, Ray. Kamu harus denganku lagi. Jika tidak aku akan menyebarkan videomu ke orang-orang.”Ancam Manda. Raymond hanya bisa tertawa sinis.“Kamu fikir kamu lebih pintar daripada aku. Otak dipakaii jangan nafsumu saja yang kamu pakai.”Raymomd mengetuk-etuk kep
Jalanan kota Jogja lumayan macet. Pak Deden dan Laura sampai di tempat jl Ahmad Yani dimana Launa ingin menjemputnya.aura ikut dengan pak Deden karena ada perasaan tidak enak dengan keadaan Launa. Sampai di tempat tersebut hanya motor matic merah Launa yang terparkir.“Loh, Non kenapa cuma motor maticnya saja yang ada disini? Kenapa hilang orangnya?”Pak Deden mencari kesana dan kemari tapi Launa tidak ada.“Mungkin dia masih beli makanan atau minuman pak Deden.”Laura juga ikuf mencari kesana dan kemari tetapi nihil.”Coba saya telfon dia pak.”Laura mengambil ponsel dari tasnya dan mencoba menghubungi Luuna tetapi tidak masuk nomer telefon tidak aktif.”Tidak aktif pak Deden. Duh, dia kemana sih? Katanya minta dijemput tapi kenapa hanya motornya saja.”Launa sedikit kesal.“Apa kita tunggu dulu, Non. Mungkin dia mencari sesuatu.”Ajak pak Deden.“Iya deh. Pak Deden motornya bawa saja. Aku tidak nggak bisa bawa motor matic dan aku bawa mobil saja. Boleh, iya pak Deden?”Tanya Laura menghara