Dalam sekejap, cahaya putih itu menarik tubuhnya masuk ke dalam dimensi lain. Ia pun terkejut dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. "Tempat apa ini?" Gumamnya.
Kedua matanya menyapu sebuah ruangan yang sangat luas dengan puluhan pilar-pilar berwarna emas menjulang dengan kokohnya, puluhan patung manusia berkepala buaya pun tak luput dari pandangannya itu. Jika dilihat dengan seksama, ruangan tersebut lebih mirip dengan sebuah istana.
Dari kejauhan, ia melihat segerombolan pria bertubuh kekar tengah berkumpul di depan sebuah ruangan. Jika dilihat dari pakaian yang mereka kenakan, mareka lebih mirip seperti para pengawal kerajaan di jaman dulu. Sesekali mereka terlihat berjalan mengitari seluruh ruangan di sana.
Tanpa sengaja, pandangan Andira tertuju pada salah satu ruangan yang tertutup rapat. Entah ruangan apa itu, tapi suara hatinya seolah menyuruhnya untuk segera pergi ke sana. Di saat para pengawal itu tengah berkeliling meninggalkan ruanga
Saat Bagas baru tersadar dari tidurnya, dia terkejut saat mendapati dirinya berada di tempat asing seperti ini, terlebih dalam keadaan kedua tangan yang terikat dengan sangat kuat. Matanya pun terbelalak saat puluhan ekor buaya dewasa mengerumuni dan mengelilingi dirinya yang terikat. Buaya-buaya itu menatap dirinya dengan mulut yang menganga, seolah siap untuk menerkamnya kapan saja. Tidak ada yang bisa Bagas lakukan, apa lagi di saat sosok yang diselimuti asap hitam itu muncul. Jangankan untuk berteriak dan meminta tolong, tubuhnya bahkan membeku dan tak bisa bergerak sedikit pun. Yang bisa ia lalukan hanya menahan rasa perih saat sosok itu menghantam tubuhnya dengan benda yang selalu ia bawa. Benda yang menyerupai sebuah cambuk namun terdapat dua mata pisau yang sangat tajam di ujungnya. Sosok itu juga selalu mengucapkan hal yang sama sebelum menyiksanya. "Karena kamu sudah menolak hatiku, maka tidak ada yang boleh memilikimu. Baik itu diriku atau pun diri
"I-ituu?" Andira terbelalak saat melihat hewan berkaki empat dengan kulit lorengnya, tengah melintas tidak jauh dari tempat mereka berada sekarang."Sssstt." Bagas segera memberi isyarat agar sang istri tetap tenang. Dia mengedarkan pendangannya untuk mencari tempat persembunyian yang aman. "Ikuti aku, hati-hati dengan langkahmu dan jangan mengeluarkan suara." Bisik Bagas pada sang istri."Obornya?" Tanya Andira dengan berbisik juga, dia heran saat melihat sang suami malah mematikan penerangan satu-satunya yang mereka miliki."Ssstt! Tinggalkan saja, itu akan mengundang perhatian harimau itu." Bisiknya lagi, lalu ia segera menggandeng tangan istrinya dan membawanya pergi.Mereka mencoba untuk tetap tenang dan berjalan mengendap-endap, menjauhi si kucing besar itu. "Naiklah." Bisik Bagas menunjuk pohon besar di depannya, namun sang istri malah menggeleng. "Kenapa?" Tanyanya."Aku tidak tahu bagaimana caranya naik."
"HAHAHA.. KALIAN TIDAK AKAN PERNAH BISA KELUAR DARI SINI, SELAMANYA KALIAN AKAN TERJEBAK DI HUTAN TERLARANG INI!" Mendengar suara itu, Bagas dan Andira pun terkejut. Entah dari mana suara itu berasal, suara itu benar-benar membuat keduanya terpaku di tempatnya. Angin malam kian berhembus kencang, menghantam tubuh keduanya hingga dingin semakin menusuk tulang. Suara hewan nokturnal pun saling menderu, membuat suasana malam kian mencekam. "Siapa pun dirimu, aku akan membawa istriku keluar dari tempat terkutuk ini!" Tantang Bagas. Tidak ada jawaban, hanya suara desiran angin malam yang terdengar berhembus di sela-sela pepohonan. Sementara itu, Andira masih tergugu. Suara itu mengingatkan dirinya akan suara teriakan di istana tadi. Bayang-bayang akan puluhan ekor buaya yang sedang mencabik tubuh manusia dengan sangat lahap, kembali tergambar di benakknya. Bagas pun segera menyadari gelagat sang istri yang terlihat cemas, ia menatap wajah sang istri
"Kalian berdua terkena pengaruh akar mimang. Sebuah akar pohon yang merupakan jelmaan mahluk gaib, yang sering menyesatkan orang. Jadi, meski sejauh apa pun kalian berjalan, kalian pasti akan kembali ke tempat semula." Jelas kakek tua itu. Sontak saja kaduanya terkejut mendengar hal itu. Bagas dan Andira saling pandang, tatapan keduanya pun seolah bertanya-tanya akan kebenaran hal itu. "Apa itu benar? Tapi apa yang di katakan kakek itu sama persis dengan apa yang aku alami." Batin Andira. "Lalu, bagaimana caranya agar kami bisa terlepas dari pengaruh akar mimang itu Kek?" Akhirnya Bagas memberanikan diri untuk bertanya. Kakek tua itu nampak berfikir. Beberapa saat kemudian, dia memberikan obornya untuk Bagas dan Andira. "Ambil ini dan berjalanlah mengikuti arah angin." Titahnya kemudian. Keraguan nampak jelas di wajah Bagas. Dia tidak mungkin membiarkan pria setua ini menyusuri hutan sendirian tanpa penerangan apa pun. "Lalu, Kakek sendiri gim
Alunan suara yang di hasilkan dari perpaduan beberapa alat musik seperti bonang, demung, saron, gambang, kenong, slenthem, rebab, gong dan kendang itu mampu mengalihkan perhatian Bagas.Dengan penuh semangat, Bagas menarik tangan sang istri menuju arah suara tersebut. Semakin lama didengar, lantunan salah satu musik ansabel tradisonal itu semakin membuatnya terhanyut.Wajahnya pun berbinar, saat dari kejauhan dia melihat sekumpulan pria dan wanita dari berbagai kalangan usia tengah berkumpul di depan panggung yang berukuran cukup besar. Beberapa orang yang bertugas memukul alat musik juga terlihat asik mengiringi beberapa wanita berkebaya yang sedang memperlihatkan kemampuan menarinya."Lihat, itu pasar malam. Kita ke sana yuk." Ajak Bagas menarik tangan istrinya. "Kenapa?" Tanyanya kemudian, saat sang istri malah menahan tarikan tangannya."Kamu lupa? Bukannya Kakek tua tadi sudah mengingatkan kita agar tidak menghiraukan apa pun yang a
Berada di tengah keramaian pasar malam tersebut membuat hati Andira gelisah. Keanehan yang nampak Andira rasakan, membuatnya segera ingin pergi dari kerumunan itu. Apa lagi saat ibu yang menjual sate menatapnya dengan sangat tajam, seolah tak suka jika Andira membahas sesuatu yang berkaitan dengan pasar malam ini.Andira mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya. Atasan mukenah yang Andira kenakan seolah tak mampu menahan hawa dinginnya malam, padahal tidak ada angin sedikit pun di sana. Kegelisahan yang ia rasakan malah semakin memuncah kala para mengunjunjung pasar malam yang lain menatapnya dengan tatapan sinis.Andira lalu berinisiatif mendekat dan berbisik pada suaminya yang masih lahap menyantap pesanannya. "Pasar malam ini aneh, semua penjual dan pembelinya tidak ada yang bicara." Bisiknya pada Bagas.Braakk.Andira dan Bagas pun terkejut. Keduanya sontak menatap ibu sang penjual sate yang tiba-tiba menggebrak meja mereka.
Andira sudah kehabisan tenaga, rasa sakit yang ia rasakan di lehernya semakin terasa mengerat. Lehernya pun seakan mau patah dalam hitungan detik saja. Sekeras apa pun ia berusaha untuk membaca Ayat-ayat Suci Al-Quran, maka lehernya pun akan terasa semakin sakit dan sesak. Andira tak menyerah begitu saja, dia tetap berusaha untuk berteriak dan menyuarakan asma Allah dalam hatinya."Aaaaaarrrgh..., astaghfirullah." Andira terduduk dan membuka kedua matanya. Nafasnya tersengal-sengal, dia mengedarkan pendangannya ke seluruh sudut ruangan dengan wajah yang heran. Ruangan bernuansa putih dengan satu tempat tidur itu nampak tak asing baginya."Sayang, kamu sudah sadar?" Seorang wanita paruh baya mengalihkan perhatian Andira, wanita itu mendekatinya dengan wajah yang penuh dengan kekhawatiran. "Dokter, Dokter." Teriaknya kemudian.Sementara itu Andira masih terdiam di atas ranjangnya, dia mengumpulkan sedikit demi sedikit kesadarannya dan berusaha un
Terhitung sudah empat hari berlalu sejak Bagas dirawat di rumah sakit, namun sampai saat ini dokter masih mengalami kesulian untuk menentukan diagnosa apa yang tepat untuknya. Berbagai macam pemeriksaan pun sudah dia lakukan, mulai dari pemeriksaan fisik menyeluruh, pemeriksaan foto rontgen, sampai pemeriksaan elektrokardiogram pun ia lakukan. Namun semua hasil pemeriksaannya tidak ada yang mengarah pada penyakit tertentu. Bahkan hasil grafik aktivitas kelistrikan jantung yang direkam dalam waktu tertentu dalam pemeriksaan EKG (elektrokardiogram) itu pun masih berada di batas normal. Dokter pun putus asa, dia bahkan menyarankan agar Bagas segera di rujuk ke rumah sakit yang lebih besar saja. Rumah sakit yang memiliki alat dan fasilitas yang lebih memadai dari rumah sakit itu. Namun saat dokter itu konsultasi tentang keadaan Bagas saat ini pada salah satu dokter spesialis jantung di sana, mereka pun angkat tangan. Menurut mereka, kondisi Bagas sa
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb