POV Arum“Saya ingin kamu mengurus keperluan saya di rumah ini dan menjadi istri pura-pura di hadapan kakekmu.” Sontak mataku membulat. Aku terkejut dengan apa yang telah dia katakan. Apa maksudnya? Kakek? Aku masih bergeming, tidak mengatakan apa pun. Apa kakek kandungku? Sungguh diri ini masih tidak percaya masih memiliki keluarga. Selama ini, yang kutahu keluarga ayah sudah tiada. Makanya saat menjadi yatim piatu, aku dititipkan di Panti Asuhan. Begitu pun keluarga Ibu, mereka telah meninggal jauh-jauh hari.Namun, apa yang sebenarnya di rencanakan pria ini? Bukankah dia sudah mendapatkan sesuatu yang dia inginkan? Harta warisan yang diberikan kakek untuk Ayah? Lalu, kenapa seolah dia belum puas untuk memperalatku?“Dalam posisi ini, kautidak bisa memilih. Kamu harus menuruti semua perintahku. Atau ... akan kugusur Panti Asuhan yang pernah kamu tempati dari kecil,” ancamnya. Sekali lagi aku terkejut.Kepalaku menggeleng tidak terima dengan ancamannya. Apa yang harus kulakukan? Har
“Non, Dipanggil Tuan di meja makan. Beliau ingin Non Arum ke sana.” Aku mengangguk mengikuti langkah Bi Ninung. Aku yakin, dia pasti akan menanyakan jawabanku tempo hari.Langkah demi langkah yang kulalui terasa berat. Sebenarnya malas sekali untuk bertemu dengan pria kutub itu. Bi Nuning mempersilahkanku duduk. Rajendra tetap saja dengan muka datarnya. Dia hanya sibuk memotong-motong steak yang ada di depannya tanpa mau menoleh ke arahku. Aku hanya bisa tersenyum kepada Bi Ninung saat dia menuangkan air putih untukku. Tidak lupa juga kuucapkan terima kasih padanya.Jujur, aku sama sekali tidak berselera makan satu meja dengan Rajendra. Hawa tidak nyaman menguar di penjuru ruangan ini. Apalagi melihat tatapannya yang menusuk membuatku benar-benar merasa sesak di dekatnya. Aku hanya membolak-balikkan hidangan di depanku. Meski dapat kucium makanan yang di meja semua terlihat menggoda, tetapi diri ini sama sekali tidak menikmatinya.“Sudah selesai? Kenapa kamu hanya memainkan makananny
POV Arum“Pakailah besok malam semua ini. Aku akan membawamu menemui kakekmu.” Dia berdiri di belakangku dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya, membuatku sedikit terkejut sebab dia datang dengan tiba-tiba.Aku terperangah mendengar ucapannya. Apa yang dia maksud? Aku akan menemui kakekku?“Maksudnya?” tanyaku mulai kebingungan. Jujur aku tidak percaya akan bertemu dengan kakek, bertemu dengan keluargaku satu-satunya.“Apa kamu tidak mendengar apa yang kukatakan barusan? Saya kita perkataannya cukup jelas. Lantas, kenapa kamu masih bertanya seolah-oleh tidak mengerti?” geramnya. Aku mendelik dengan wajah yang cemberut, menahan kekesalan untuk pria yang bernama Rajendra tersebut. Seolah tidak peduli dengan apa Seolah tidak peduli, pria itu kembali berlalu dari hadapanku. Dasar pria menyebalkan.Aku mengumpat di dalam hati merasa jengkel dengan perlakuan semena-mena lelaki itu. Selama aku tinggal di sini. Ia sama sekali tidak berubah. Tetap menjadi Rajendra yang menyebalkan,
Aku menggeleng dengan pemikiranku barusan. Apa yang kubayangkan? Lagi pula itu bukan urusanku, kenapa aku repot-repot memikirkannya?“Ada apa, Non? Non tidak apa-a, kan? Non Arum pusing?” panik Bi Ninung saat melihatku menggelengkan kepala.“Ah. Tidak, Bi. Sebaiknya kita turun sekarang, Bi,” ajakku yang dibalas dengan anggukan olehnya. Lagi pula menurut Bi Ninung, Rajendra juga sudah menunggu di ruang tamu.Saat memasuki ruang tersebut, kulihat Rajendra sedang memainkan ponsel di tangannya dengan mimik wajah yang serius. Membuatku berpikir apa dia tidak pernah tersenyum sekali pun? Senyum yang pernah kulihat itu tidak tulus melainkan hanya senyum sinis dan meremehkan.“Tuan, Non Arum sudah siap berangkat,” ujar Bi Ninung membuat pria itu mendongak serta memandangku. Aku merasa gugup saat matanya tidak lepas melihat ke arahku. Apa ada yang salah dengan penampilanku saat ini? Kenapa laki-laki ini menatapku seperti itu?Sekian detik kemudian, ia seolah tersadar dari lamunannya. Lalu kemb
POV Arum“Arum calon istriku, Kek. Saya baru saja melamarnya. Apa kakek tidak keberatan kalau saya menikahi cucu kakek?” tanyanya dengan wajah santai. Seolah dia benar-benar serius ingin menikahiku. Aku menatap wajah pria itu dengan intens. Bukankah kemarin dia bilang kalau kami tidak akan menikah?Lantas apa ini? Permainan apa yang akan dirancangnya lagi? Dalam perjalanan pulang, Rajendra sama sekali tidak mengatakan apa pun. Pria itu hanya diam membisu seakan tidak ada hal apa saja yang membebaninya. Aku yang sejak tadi duduk di sampingnya hanya geram mengingat obrolan ia bersama kakek.Sebelumnya, Rajendra hanya menyuruhku untuk menjadi istri pura-puranya di hadapan kakek. Lantas, apa sekarang? Pria ini berniat menikahiku secara sah? Bagaimana mungkin?Untuk saat ini, aku sama sekali belum memikirkan untuk berumah tangga kembali. Luka yang Mas Arga torehkan saja belum mengering, apalagi diri ini masih berduka atas meninggalnya bayiku. Hati ibu mana yang tidak hancur mendengar ka
Pagi-pagi sekali kakek datang menjemputku dengan wajah yang semringah. Sebelumnya, Rajendra mengancamku agar bungkam atas segala yang telah kualami di rumah ini. Pun, tentang rencananya untuk menikahiku serta motif di baliknya.Untuk sementara, tidak ada cara lain yang harus kulakukan selain mengikuti segala rencananya. Biarlah nanti akan kucari jalan keluar dari masalah ini. Bagaimanapun aku tidak mau terus-menerus dikekang oleh pria itu.Aku berdecap kagum saat masuk ke rumah mewah milik kakek. Ternyata, keluargaku benar-benar kaya. Pantas saja Rajendra ingin menguasai harta milik keluarga kami.Begitu mobil masuk melewati gerbang dapat kulihat rumah mewah bergaya klasik dari depannya. Saat turun dari mobil seorang pria memakai jas hitam datang menyambut kami sambil tersenyum.Aku melangkah memasuki bangunan tampaklah pada bagian depan rumah. Sebelumnya di depan halaman terdapat taman sederhana yang ditanami bunga-bunga, pohon, dan tanaman hijau yang menambah kesejukan dan keasrian
POV Arum. Setelah pembicaraan kakek di restoran waktu itu, beliau semakin getol untuk mendekatkanku lagi dengan Rajendra. Pria itu selalu saja datang membawakan hadiah-hadiah untukku. Entahlah, dia tulus atau memang hanya bersandiwara untuk mengambil hati kakek. Yang pasti, diri ini yakin kalau dia hanya sedang melakukan pencitraan akan dirinya.Contohnya saat siang ini, sebuah buket mawar merah pria kirimkan untukku. Andaikan Arum yang dulu, mungkin aku akan terlena dengan perlakuan manisnya Namun, seorang Arum kini tidak akan semudah itu untuk dapat menerima seorang lelaki. Apalagi, itu Rajendra. Pria dingin, kejam dan berbahaya. Pria yang hanya mengandalkan uang dan kekuasaan untuk mendapatkan sesuatu.Di sela-sela buket bunga tersebut terdapat sebuah kartu, yang ternyata undangan makan malam untukku. Aku memutar bola mata malas, melihat semua ini. Sandiwara apa lagi yang akan pria itu lakukan kali ini? Belum cukupkah Rajendra mengacaukan kehidupanku?Aku tahu, harus berterima ka
Sedangkan Kakek, beliau pun tidak bisa berbuat banyak. Ia sudah mencari keberadaan Ayah ke mana pun, sekaligus mencari keberadaan aku dan Ibu. Kakek semakin merasa bersalah terhadap kami terutama ibu. Semenjak mengetahui kesalahan ayah, kakek mencari tahu keluarga Rajendra. Alangkah terkejutnya, ternyata pria yang dulu menemui beliau telah tiada meninggalkan putranya yang saat itu diasuh sang paman yang hanya seorang pemabuk saja. Bahkan, Rajendra kecil sering mendapatkan kekerasan fisik karena ulah pamannya tersebut. Mendengarkan penjelasan itu dari anak buahnya, kakek menyuruh orang untuk mengadopsi Rajendra, dan setiap bulan beliau mentransfer segala kebutuhan Rajendra agar terpenuhi. Waktu demi waktu terlewati sampai Rajendra tumbuh menjadi pria dewasa. Kakek tidak menyangka, ternyata pria itu masih menyimpan dendam terhadap putranya. Setelah Remaja, Rajendra mengerti apa yang telah terjadi terhadap Papa mereka. Alasannya bunuh diri termasuk mengenai perselingkuhan sang Mama da