Beranda / Thriller / Serpihan Kenangan / Bukan Salah Kamu

Share

Bukan Salah Kamu

Penulis: chaebugizchw_
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-06 12:16:02

Sekarang aku benar-benar mengharapkan sebuah kemungkinan dimana telingaku salah mendengar. Tapi itu tampak mustahil sebab sorot mata Bryan sama sekali tidak berkata demikian. Sehingga aku tidak dapat berkata-kata dan berujung menghindar dari melakukan kontak mata dengan Bryan.

Hatiku begitu sakit saat mendengar kenyataan mengerikan itu. Tidak dapat kubayangkan bagaimana rasa hancur dialami Bryan saat menghadapi fakta sedemikian menyakitkan ini. Apa sungguh se-mengerikan itukah aku di waktu-waktu sebelum terbaring tidak berdaya di sini?

"Maafkan aku, Bryan."

Tanpa sadar airmata-ku berlinang begitu saja seiring membayangkan bagaimana hal sekejam itu bisa terjadi atas ulahku sendiri. Sangat egois dan mengerikan. Mendadak ketakutan mulai tumbuh dalam diriku. Takut kalau-kalau saja ingatanku telah kembali, dan itu membuatku tahu akan hal-hal mengerikan lainnya tentang diriku sendiri.

Terkejut melihatku tengah sesegukan menangis, telapak tangan besar Bryan kemudian menangkup wajahku sebelum membuat mata berair-ku bertemu kembali dengan kedua mata milik Bryan. Seiring airmata-ku terus menetes, dapat kurasakan kekalutan mulai mematrikan diri dalam sepasang bola mata jernih itu.

"Ssstt, kenapa menangis?" tanya Bryan khawatir.

"Itu bukan salah kamu, Sayang. Kita sudah sepakat tidak akan menyalahkan satu sama lain lagi soal ini. Sama sekali bukan salah kamu. Sudah, jangan menangis atau minta maaf..." tambah Bryan lagi seraya menghujani kening dan rambutku dengan kecupan-kecupan singkat namun terasa begitu mendalam.

"Tapi-"

"Sudah jangan bicarakan itu lagi, atau aku cium?" tukas Bryan tajam.

Aku tahu Bryan sedang berusaha mencairkan suasana dengan mencoba menyisipkan senda gurau kepadaku. Namun aku tidak dapat menanggapi gurauan tersebut. Semua ini terasa begitu tidak adil dan menakutkan. Aku tidak dapat mengingat kejadian itu, bahkan meski hanya sedikit. Tapi Bryan mengingat setiap detail dari kenangan buruk itu.

Membayangkan itu entah mengapa membuat hatiku begitu sakit.

Sehingga alih-alih menanggapi senda gurau tersebut, sekarang aku justru semakin menangis secara tidak terkendali di dalam dekapan Bryan. Sekedar mengucapkan maaf atau sepatah kata saja tidak sanggup keluar dari mulutku.

Menghadapi tangis tidak terkendali-ku membuat Bryan sedikit kebingungan sekaligus tidak tega. Ia buru-buru menarik tubuhku ke dalam dekapan hangat itu lagi, berupaya menenangkanku di dalam sana.

"Sudah, sudah. Tidak apa, menangislah, tapi jangan salahkan diri kamu, okay?" bisik Bryan lembut. Ia tiada henti menghujani kecupan demi kecupan terhadap keningku. Sembari sesegukan, aku mencoba untuk memberi sebuah anggukan kepada Bryan. Senyaman mungkin aku berusaha menenggelamkan diri dalam dekapan hangat tersebut.

Sampai akhirnya secara tidak sadar, seiring mataku mulai menjadi lebih sayu akibat terlalu banyak menangis, rasa kantuk kemudian entah bagaimana hadir begitu saja.

Malam itu, aku jatuh tertidur setelah menangis secara tidak terkendali, di dalam dekapan Bryan.

***

"Sebegitu yakin kamu dengan semua cerita Bryan?"

Samar-samar kudengar bisikan bernada seakan mengejek di telingaku. Spontan itu membuatku membuka kedua kelopak mataku dan mencari dari mana sumber suara itu berasal.

Seharusnya aku sudah tahu siapa gerangan sang empunya suara itu. Namun rangkaian kata serta intonasi mengejek itu sangat mengganggu tidurku sehingga aku tidak dapat menahan diri untuk tidak mencari. Padahal Bryan masih tertidur begitu damai di sampingku, dan bahkan masih mendekapku dengan hangat.

Revan.

Ia sedang duduk menghuni kursi di samping ranjangku dengan tangan di depan dada. Sepasang bola mata itu tengah tertuju memandangiku, sehingga begitu aku berbalik dari menenggelamkan diri dalam dada bidang Bryan, kedua mataku langsung saja berhadapan dengan milik Revan.

"Sejak kapan kamu di sana?"

Sebisa mungkin aku menahan diri untuk tidak berseru dengan gusar kepada Revan karena itu bisa membuat Bryan di sampingku terbangun. Walau Revan sekedar seorang hantu, namun bukan berarti dapat muncul dan berbuat sesukanya.

Seperti terus-menerus berusaha membuatku menaruh kecurigaan terhadap Bryan.

"Sejak kamu dan Bryan bercumbu tadi malam." jawab Revan ringan.

Seketika wajahku menghangat begitu mendengar Revan mengaku demikian. Aku kemudian melotot tajam kepada Revan dengan rona-rona di wajah sudah mengepul hangat. Ingin berteriak, namun Bryan masih berada di sampingku.

Seakan tahu bahwa aku tidak dapat bergerak atau bahkan meneriakinya, Revan tertawa mengejek dengan sudut bibir tertarik miring menciptakan seringai kecil. Yang mungkin akan tampak sangat menggoda jika aku tidak mengenal Bryan, atau tidak mengetahui sifat menyebalkannya itu.

"Kamu tidak sopan sekali." ketusku samar.

Bahu tegap dan cukup lebar milik Revan itu kemudian terangkat dengan ringan. "Selama aku tidak terlihat, maka aku tidak akan mengenal kata 'sopan'."

"Dasar kurang aj-!"

Saat aku baru saja mendesis dengan sedikit meninggikan suara untuk mengumpati Revan, Bryan mulai bergerak menggeliat di sampingku, membuat lidahku seketika langsung kelu dan bungkam begitu saja. Ia sekarang memeluk tubuhku lebih erat dengan wajah dibenamkannya dalam leherku, masih dalam keadaan tertidur.

Ingin aku menghela nafas lega karena Bryan tidak terbangun, namun itu tidak akan bertahan lama sebab di depanku, Revan terlihat begitu menikmati saat-saat dimana aku tidak dapat berkutik setengah mati menahan kekesalanku.

"Kamu tahu, Kaitlyn? Kamu dapat memanggilku kapan saja, untuk menggantikan Bryan dalam melepaskan hasrat dalam diri kamu." ujar Revan dengan seringai tipis masih terukir di bibir.

"Diam."

Sungguh ingin sekali aku membentak Revan saat ini juga. Sekarang aku bahkan tidak dapat lagi mengetahui wajahku menjadi sedemikian hangat dan merah begini diakibatkan rasa malu atau justru karena saking terlalu kesal dengan Revan.

"Sssh, jangan terlalu berisik, nanti Bryan terbangun!" ujar Bryan disertai gelak tawa mengejek.

Astaga, mengapa aku bisa melihat hantu se-mesum dan se-menyebalkan ini dalam hidupku?

Semua ini apa karena aku terlalu lama tidak sadarkan diri sehingga dapat menyaksikan keberadaan makhluk tak kasat mata seperti Revan? Tapi lantas mengapa aku tidak melihat hantu-hantu selain Revan di sini? Padahal bukankah rumah sakit selalu menyimpan banyak makhluk serupa dengan Revan? Akan lebih baik jika aku bisa melihat hantu menakutkan, daripada menghadapi hantu mesum dan berpikiran kotor seperti ini.

Revan terlihat sangat menikmati kesengsaraanku dalam menahan kekesalan terhadapnya. "Aku ingin tahu bagaimana ekspresi Bryan jika tahu istrinya sudah berkenalan dengan Revan Khalfani."

Revan Khalfani? Apa itu nama lengkap Revan?

Apa Bryan mengenal Revan?

Kepalaku mulai dipenuhi benak-benak mengenai hal tersebut seiring mempertanyakan mengapa Revan seringkali mengatakan hal ambigu baik secara tersirat atau terang-terangan mengenai Bryan.

"Nikmati saja dulu waktu kamu untuk saat ini, Kaitlyn."

Seketika benak-benak tersebut tersisihkan sejenak begitu Revan mengutarakan itu kepadaku dengan seringai kian mengembang. Ia kemudian bangkit dari sana, namun masih belum melepaskanku sebagai tempat atensi kedua mata itu bertumpu.

"Yang jelas aku sarankan jangan mudah mempercayai Bryan Adams, meski dia adalah suami-mu."

Sejenak keheningan menguasai atmosfir dalam ruangan ini. Menciptakan kegelisahan serta kekhawatiran begitu saja dalam sekejap, meski aku masih mencoba untuk menepis rangkaian kata mengandung tundingan tidak berdasar dari Revan itu supaya menjauh dari kepalaku.

"Dan ngomong-ngomong, Kaitlyn Evergreen, aku ini bukanlah hantu, melainkan setan."

Bab terkait

  • Serpihan Kenangan   Buket Bunga Mawar

    Satu buket bunga mawar merah dalam sekejap sudah terulurkan kepadaku dari tangan Bryan. Sore ini aku dan Bryan sedang menjelajahi sekitar rumah sakit supaya aku tidak begitu suntuk menghabiskan waktu di ruanganku. Sekalian menikmati angin segar selagi matahari mulai terbenam di ujung sana.Untuk sementara waktu aku masih menggunakan kursi roda atau tongkat untuk bergerak. Tapi karena hari ini aku sedang bersama Bryan, maka aku tidak bisa berkutik saat Bryan memaksaku untuk duduk tenang di kursi roda selagi membiarkan Bryan melakukan tugas dan kewajiban sebagai seorang suami dengan baik.Mungkin itu terdengar berlebihan dan sedikit menggelikan, namun aku tidak bisa untuk tidak berbunga-bunga saat menghadapi kehangatan sekaligus sisi romantis dari Bryan."Sampai kapan kamu mau terkejut begitu? Kamu tidak mau mengambil bunga ini? Tanganku sudah mulai sakit, Sayang."Salah satu sisi romantis itu adalah i

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Serpihan Kenangan   Rumah Kita

    Dalam kondisi setengah sadar aku merasakan seseorang sedang mencoba mengangkatku dari tempat semestinya aku berada dengan menggendongku. Spontan saja itu membuatku terbangun dari tidur, meski kesadaranku atas sekeliling masih belum begitu awas.Ternyata seseorang itu adalah Bryan.Ia sedang berupaya menggendongku keluar dari mobil, dan aku baru saja menginterupsi tindakan tersebut sehingga sekarang aku masih terduduk di dalam mobil."Kembali tidur saja, Sayang. Aku akan menggendongmu sampai ke dalam, tenang saja." ujar Bryan disertai senyum tipis.Tapi alih-alih memberi respon kepada Bryan, aku malah sibuk mengedarkan atensi dengan kedua mata masih menyipit akibat habis bangun tidur. "Kita sekarang ada di mana?"Walau belum kesadaranku belum terkumpul sepenuhnya, namun aku tidaklah buta untuk menyadari sekarang aku dan Bryan sedang berada di dalam sebuah ruangan luas nan remang-r

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Serpihan Kenangan   Kehidupan Ranjang

    Deru nafas kemudian mengisi kesunyian ruangan luas ini. Selagi memandang ke langit-langit kamar, baru aku sadari betapa luas dan besar ruangan ini bagi dua orang saja.Sinar matahari sekarang sudah menjadi lebih terik dari sebelumnya. Aku dan Bryan sama-sama masih terjaga setelah baru saja selesai melakukan itu untuk kesekian kali sejak beberapa jam lalu dimulai—sebagai suami istri.Ia sungguh memiliki kekuatan serta stamina tidak terhingga. Tapi aku juga sedikit tidak menyangka dan takjub terhadap diri sendiri karena dapat mengimbangi Bryan dengan sangat baik. Apa mungkin hubungan Kaitlyn dan Bryan memang selalu se-bergairah ini?Selagi aku sibuk menerawangi langit-langit kamar, secara tiba-tiba, Bryan kemudian mengangkat tubuhku hingga berbaring di dalam rengkuhan lengan kekar tersebut. Tidak ada obrolan untuk sesaat selain deru nafas serta bunyi dari degupan jantung saling bersahutan selagi aku dan Bryan sibuk m

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09
  • Serpihan Kenangan   Sarapan Pagi Pertama

    Wangi semerbak dari mentega bersama roti bawang kemudian memenuhi udara dapur dengan style seperti mini bar ini dalam sekejap setelah Bryan memanggang roti tersebut.Sembari menunggu Bryan selesai menyiapkan sarapan, aku terlebih dahulu mengganjal lambungku dengan segelas susu stroberi dingin selagi bahu tegap berbalut kaos oblong milik Bryan itu sedang kujadikan sebagai tempat atensi kedua mataku bertumpu.Hari sudah sangat terik, aku dan Bryan benar-benar baru saja keluar usai mendiami kamar selama beberapa jam bahkan setelah terbangun. Yang dimana tentu saja dapur langsung menjadi destinasi berikutnya demi mengisi kembali daya energi tubuh. Tapi alih-alih membiarkanku menyiapkan sarapan, Bryan malah menyuruhku untuk duduk diam di kursistooldan membiarkan Bryan unjuk kepawaiannya dalam membuat sarapan setelah diti

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10
  • Serpihan Kenangan   Membuatmu Menahanku

    Sama seperti mencintai, bagiku, kata membenci juga sangat berat untuk diucapkan semudah itu. Aku tidak tahu mengapa Revan bisa dengan mudah mengatakan itu. Ia terlihat begitu yakin saat mengucapkan itu, seakan telah memendam itu sejak lama. Aku tidak dapat menghentikannya.Tapi aku juga tidak bisa menghentikan rasa tidak suka dalam diri ini akibat kata-kata mengisyaratkn kebencian Revan terhadap suami-ku itu.Itu memang benar, sekarang aku bahkan tidak memiliki ingatan sehingga tidak berhak untuk berkomentar. Namun bagiku rangkaian kata tersebut sangat menggangguk

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-11
  • Serpihan Kenangan   Foto Di Galeri

    Andai saja sebagian akal sehat tersisa tidak berusaha menolak buaian lumatan memabukkan itu dan tidak memaksaku sadar, mungkin sekarang Bryan sudah kembali berantakan sebagaimana sediakala.Sekarang aku berhasil menciptakan kembali jarak setelah menyudahi ciuman tersebut dan mendorong dada bidang Bryan menjauh dariku."Pergilah, Bryan. Di sana kamu sudah ditunggu, bukan?" ujarku berusaha mencairkan suasana setelah atmosfir bergairah tadi begitu memanas di dalam dapur ini. Sebenarnya aku sempat khawatir kalau-kalau saja tindakanku akan membuat Bryan kecewa dan kehilangan gairah terhadapku.Tapi aku beruntung setelah itu Bryan mendengus kecewa—namun tidak dengan cara menegangkan. Ia sekedar mencoba bergurau seakan-akan merajuk denganku. Sedikit kekanakan, namun terasa begitu menggemaskan bagiku."Kamu harus membayar semua ini setelah aku kembali, Sayang." dengus Bryan sembari membenahi letak dasi biru dongker miliknya. Sekarang berganti menjadi aku te

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • Serpihan Kenangan   Kejutan Kecil

    Sekarang aku malah berakhir terkagum-kagum dengan sosok Kaitlyn Adams sebelum kehilangan ingatan setelah menengok semua foto dan video dalam galeri smartphone-ku sendiri.Tidak, bagaimana bisa aku sekarang menjadi wanita sehebat itu di masa lalu? Sudah entah berapa kali aku memutar ulang video saat dimana Kaitlyn berlenggak-lenggok di atas stage memanjang itu. Terpukau sepenuhnya oleh bagaimana Kaitlyn dapat mengekspresikan diri sekaligus keindahan setiap gaun tersebut dengan sempurna.Tapi sensasi rasa senang ini entah mengapa tidak terasa seperti menyaksikan diri sendiri, melainkan sedang melihat seseorang lain. Seakan-akan Kaitlyn di dalam video itu bukanlah bagian dari sosok 'aku'.Apa mungkin karena aku tidak dapat mengingat bagaimana rasa tercipta disaat momen-momen itu berlangsung? Sehingga aku tidak bisa merasakan atau bahkan membayangkan bagaimana itu bisa terjadi saat itu?Helaan nafas kemudian terhembus begitu saja. Seluruh foto d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Serpihan Kenangan   Terbangun Dari Koma

    "Pasien telah sadarkan diri!"Seketika satu ruangan ini menjadi begitu berisik begitu melihat kedua kelopak mataku sayup-sayup mulai terbuka. Sangat mengganggu namun aku tidak bisa berbuat hal selain mendengar keberisikan itu selagi rasa sakit teramat sangat menusuk menghunjam sekujur tubuhku dalam sekejap begitu kesadaranku kembali ke dunia ini.Terutama di bagian kepala dan tulang belakangku.Seakan aku sudah tertidur sangat lama di ranjang ini, dan kepalaku bagai dihunjam ribuan jarum dari berbagai arah.Sehingga secara sadar tidak sadar sekujur tubuhku kemudian menggeliat kesakitan secara histeris tidak terkendali di atas ranjang, membuat semua orang terkejut dan berusaha menenangkanku.Padahal aku sendiri bahkan seakan tidak bisa merasakan kendali atas tubuhku.Secara terburu-buru sekelompok orang dengan jubah medis kemudian mendatangi ruanganku. Melalui nametag di jubah mereka, aku dapat melihat mereka semua ada

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02

Bab terbaru

  • Serpihan Kenangan   Kejutan Kecil

    Sekarang aku malah berakhir terkagum-kagum dengan sosok Kaitlyn Adams sebelum kehilangan ingatan setelah menengok semua foto dan video dalam galeri smartphone-ku sendiri.Tidak, bagaimana bisa aku sekarang menjadi wanita sehebat itu di masa lalu? Sudah entah berapa kali aku memutar ulang video saat dimana Kaitlyn berlenggak-lenggok di atas stage memanjang itu. Terpukau sepenuhnya oleh bagaimana Kaitlyn dapat mengekspresikan diri sekaligus keindahan setiap gaun tersebut dengan sempurna.Tapi sensasi rasa senang ini entah mengapa tidak terasa seperti menyaksikan diri sendiri, melainkan sedang melihat seseorang lain. Seakan-akan Kaitlyn di dalam video itu bukanlah bagian dari sosok 'aku'.Apa mungkin karena aku tidak dapat mengingat bagaimana rasa tercipta disaat momen-momen itu berlangsung? Sehingga aku tidak bisa merasakan atau bahkan membayangkan bagaimana itu bisa terjadi saat itu?Helaan nafas kemudian terhembus begitu saja. Seluruh foto d

  • Serpihan Kenangan   Foto Di Galeri

    Andai saja sebagian akal sehat tersisa tidak berusaha menolak buaian lumatan memabukkan itu dan tidak memaksaku sadar, mungkin sekarang Bryan sudah kembali berantakan sebagaimana sediakala.Sekarang aku berhasil menciptakan kembali jarak setelah menyudahi ciuman tersebut dan mendorong dada bidang Bryan menjauh dariku."Pergilah, Bryan. Di sana kamu sudah ditunggu, bukan?" ujarku berusaha mencairkan suasana setelah atmosfir bergairah tadi begitu memanas di dalam dapur ini. Sebenarnya aku sempat khawatir kalau-kalau saja tindakanku akan membuat Bryan kecewa dan kehilangan gairah terhadapku.Tapi aku beruntung setelah itu Bryan mendengus kecewa—namun tidak dengan cara menegangkan. Ia sekedar mencoba bergurau seakan-akan merajuk denganku. Sedikit kekanakan, namun terasa begitu menggemaskan bagiku."Kamu harus membayar semua ini setelah aku kembali, Sayang." dengus Bryan sembari membenahi letak dasi biru dongker miliknya. Sekarang berganti menjadi aku te

  • Serpihan Kenangan   Membuatmu Menahanku

    Sama seperti mencintai, bagiku, kata membenci juga sangat berat untuk diucapkan semudah itu. Aku tidak tahu mengapa Revan bisa dengan mudah mengatakan itu. Ia terlihat begitu yakin saat mengucapkan itu, seakan telah memendam itu sejak lama. Aku tidak dapat menghentikannya.Tapi aku juga tidak bisa menghentikan rasa tidak suka dalam diri ini akibat kata-kata mengisyaratkn kebencian Revan terhadap suami-ku itu.Itu memang benar, sekarang aku bahkan tidak memiliki ingatan sehingga tidak berhak untuk berkomentar. Namun bagiku rangkaian kata tersebut sangat menggangguk

  • Serpihan Kenangan   Sarapan Pagi Pertama

    Wangi semerbak dari mentega bersama roti bawang kemudian memenuhi udara dapur dengan style seperti mini bar ini dalam sekejap setelah Bryan memanggang roti tersebut.Sembari menunggu Bryan selesai menyiapkan sarapan, aku terlebih dahulu mengganjal lambungku dengan segelas susu stroberi dingin selagi bahu tegap berbalut kaos oblong milik Bryan itu sedang kujadikan sebagai tempat atensi kedua mataku bertumpu.Hari sudah sangat terik, aku dan Bryan benar-benar baru saja keluar usai mendiami kamar selama beberapa jam bahkan setelah terbangun. Yang dimana tentu saja dapur langsung menjadi destinasi berikutnya demi mengisi kembali daya energi tubuh. Tapi alih-alih membiarkanku menyiapkan sarapan, Bryan malah menyuruhku untuk duduk diam di kursistooldan membiarkan Bryan unjuk kepawaiannya dalam membuat sarapan setelah diti

  • Serpihan Kenangan   Kehidupan Ranjang

    Deru nafas kemudian mengisi kesunyian ruangan luas ini. Selagi memandang ke langit-langit kamar, baru aku sadari betapa luas dan besar ruangan ini bagi dua orang saja.Sinar matahari sekarang sudah menjadi lebih terik dari sebelumnya. Aku dan Bryan sama-sama masih terjaga setelah baru saja selesai melakukan itu untuk kesekian kali sejak beberapa jam lalu dimulai—sebagai suami istri.Ia sungguh memiliki kekuatan serta stamina tidak terhingga. Tapi aku juga sedikit tidak menyangka dan takjub terhadap diri sendiri karena dapat mengimbangi Bryan dengan sangat baik. Apa mungkin hubungan Kaitlyn dan Bryan memang selalu se-bergairah ini?Selagi aku sibuk menerawangi langit-langit kamar, secara tiba-tiba, Bryan kemudian mengangkat tubuhku hingga berbaring di dalam rengkuhan lengan kekar tersebut. Tidak ada obrolan untuk sesaat selain deru nafas serta bunyi dari degupan jantung saling bersahutan selagi aku dan Bryan sibuk m

  • Serpihan Kenangan   Rumah Kita

    Dalam kondisi setengah sadar aku merasakan seseorang sedang mencoba mengangkatku dari tempat semestinya aku berada dengan menggendongku. Spontan saja itu membuatku terbangun dari tidur, meski kesadaranku atas sekeliling masih belum begitu awas.Ternyata seseorang itu adalah Bryan.Ia sedang berupaya menggendongku keluar dari mobil, dan aku baru saja menginterupsi tindakan tersebut sehingga sekarang aku masih terduduk di dalam mobil."Kembali tidur saja, Sayang. Aku akan menggendongmu sampai ke dalam, tenang saja." ujar Bryan disertai senyum tipis.Tapi alih-alih memberi respon kepada Bryan, aku malah sibuk mengedarkan atensi dengan kedua mata masih menyipit akibat habis bangun tidur. "Kita sekarang ada di mana?"Walau belum kesadaranku belum terkumpul sepenuhnya, namun aku tidaklah buta untuk menyadari sekarang aku dan Bryan sedang berada di dalam sebuah ruangan luas nan remang-r

  • Serpihan Kenangan   Buket Bunga Mawar

    Satu buket bunga mawar merah dalam sekejap sudah terulurkan kepadaku dari tangan Bryan. Sore ini aku dan Bryan sedang menjelajahi sekitar rumah sakit supaya aku tidak begitu suntuk menghabiskan waktu di ruanganku. Sekalian menikmati angin segar selagi matahari mulai terbenam di ujung sana.Untuk sementara waktu aku masih menggunakan kursi roda atau tongkat untuk bergerak. Tapi karena hari ini aku sedang bersama Bryan, maka aku tidak bisa berkutik saat Bryan memaksaku untuk duduk tenang di kursi roda selagi membiarkan Bryan melakukan tugas dan kewajiban sebagai seorang suami dengan baik.Mungkin itu terdengar berlebihan dan sedikit menggelikan, namun aku tidak bisa untuk tidak berbunga-bunga saat menghadapi kehangatan sekaligus sisi romantis dari Bryan."Sampai kapan kamu mau terkejut begitu? Kamu tidak mau mengambil bunga ini? Tanganku sudah mulai sakit, Sayang."Salah satu sisi romantis itu adalah i

  • Serpihan Kenangan   Bukan Salah Kamu

    Sekarang aku benar-benar mengharapkan sebuah kemungkinan dimana telingaku salah mendengar. Tapi itu tampak mustahil sebab sorot mata Bryan sama sekali tidak berkata demikian. Sehingga aku tidak dapat berkata-kata dan berujung menghindar dari melakukan kontak mata dengan Bryan.Hatiku begitu sakit saat mendengar kenyataan mengerikan itu. Tidak dapat kubayangkan bagaimana rasa hancur dialami Bryan saat menghadapi fakta sedemikian menyakitkan ini. Apa sungguh se-mengerikan itukah aku di waktu-waktu sebelum terbaring tidak berdaya di sini?"Maafkan aku, Bryan."Tanpa sadar airmata-ku berlinang begitu saja seiring membayangkan bagaimana hal sekejam itu bisa terjadi atas ulahku sendiri. Sangat egois dan mengerikan. Mendadak ketakutan mulai tumbuh dalam diriku. Takut kalau-kalau saja ingatank

  • Serpihan Kenangan   Pelukan Hangat

    "Permisi, Bu Adams." Saat telingaku berhasil menangkap suara sebuah ketukan berlabuh di depan ruang rawatku, aku tidak tahu harus berbuat bagaimana selain mencoba mendorong tubuh Bryan menjauh untuk menghentikannya. Keadaanku saat ini benar-benar sedang sangat berantakan akibat ulah Bryan. Usai tadi berhasil membungkamku hingga membisu dengan melumat seluruh bibirku, entah bagaimana suasana menjadi lebih bergelora dan memanas. Sampai-sampai tangan Bryan sudah mulai naik menggerayangi bagian atas tubuhku. "Br ... yan!" Nafsu gairah di dalam atmosfir ruangan ini sudah terlalu menggebu-gebu. Bahkan aku saja benar-benar tenggelam dalam gelora gairahku sendiri bersama Bryan kalau saja telingaku secara tidak sengaja menangkap suara ketu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status