Share

Sebenarnya

Penulis: Nafi Thook
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bagian 6

Destra dan Arya tanpa sengaja bertemu di depan kontrakan yang beberapa hari lalu ditempati oleh Shinta. Destra mendapat kabar bahwa Shinta menginap disana dari sumber terpercaya yaitu Aisyah. Aisyah tanpa sengaja bertemu dengan Destra di sebuah Mall. Aisyah juga bercerita jika dirinya tidak pernah lagi bertemu dengan Shinta, sebab dia masih di Pesantren.

Destra menatap benci mobil yang juga bersamaan parkir di hadapannya.   Destra tahu benar bahwa pemuda itu ikut andil dalam rusaknya kehidupan sang adik. 

"Untuk apa Kau kemari? Tidak level Kau mendatangi tempat kumuh seperti ini. Atau, kau kurang puas hanya satu orang yang meninggalkan rumahnya, sehingga kau akan menggusur rumah mereka?" tuduh Destra sambil tertawa meledek. Dia masih sakit hati sebab Arya juga ikut andil dalam kepergian adiknya yang sampai saat ini belum ketemu.

"Berhentilah menuduhku terus Destra, bukankah Kau tahu bahwa aku tidak ada kaitannya dengan semua ini? Aku bahkan tidak tahu ji_."

"Kau, memang licik. Setelah apa yang kalian lakukan, tetap saja Kau cuci tangan. Kau sama sekali tidak peduli dengan korban kalian. Bukankah Kau juga ikut andil dalam persekongkolan adikmu itu hah!" suara Destra semakin tinggi memotong kalimat Arya yang belum sempurna.

"Yah, Destra ... !" suara Arya terdengar berat. Ada rasa bersalah juga di hatinya. Tapi, semua sudah terjadi. Akankah bisa dia perbaiki? Entahlah. "Izinkan aku ikut mencarinya. Aku ingin bertanggung jawab juga," suara Arya melemah. Selama ini, Shinta adalah anak didiknya yang rajin dan unggul di bidang akademik. Dan sekarang, Shinta hilang bagai ditelan bumi. Arya juga sempat terkejut dengan pernyataan Destra yang mengatakan jika Shinta pergi dari rumah, diusir lebih tepatnya. Arya tidak pernah menduga, jika ulah konyolnya akan berakibat seburuk ini.

"Aku tidak butuh bantuan dari, Kau!" Menuding wajah Arya lalu pergi dari sana. Arya tetap bergeming dia juga ingin memastikan apakah Shinta masih di tempat itu, atau tidak. 

Setelah lama menunggu, Arya melihat Destra keluar dengan muka memerah. "Bagaimana Destra? Apakah Shinta masih ada di dalam?" Destra mengehentikan langkahnya ada embun di matanya dan juga amarah.

"Apa urusannya dengan dirimu?" Sinis Destra bahasanya juga sudah berbeda bukan 'Luh' lagi. Dia tidak ingin bicara dengan Arya, tujuannya hanyalah ingin menemukan keberadaan adiknya. 

"Destra, dengarkan aku sekali saja. Terserah apa yang akan kau putuskan nanti, tapi aku mohon berhentilah sebentar saja. Dengarkan penjelasan-ku." Destra berhenti sejenak, namun tetap tidak menoleh.

"Itu tidak perlu!" tukas Destra. Sejak kejadian di apartemen, Destra tidak pernah lagi mau mendengar apa yang diucapkan oleh Arya. 

"Datanglah ke rumah sakit nanti sore, jika kau tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Kami memang bersalah terlebih dirinya yang telah berani merusak adikmu, dan itu semua di luar kendaliku. Aku tidak tahu jika hubungan mereka sampai sejauh itu dalam waktu yang singkat. Sedangkan dia sekarang terbaring tidak berdaya." Destra sejenak termenung mendengar penuturan Arya. Tapi ego menuntun dirinya untuk pergi. 

"Destra, Ari tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun. Dia memang orang yang bejat, tapi tidak pernah sekalipun aku melihat dirinya mencintai wanita sedalam itu!" Destra berhenti sejenak sebelum pintu mobilnya terbuka sempurna. 

"Terserah!" 

"Maaf, Destra, aku tidak menyangka semuanya akan seperti ini, jika saja aku tahu aku tidak akan mengikuti ide konyol Ari dan persahabatan kita akan tetap baik-baik saja," gumam Arya setelah Destra pergi. 

Arya kemudian melanjutkan tujuannya untuk menemui pemilik kos tempat Shinta menginap. Di sana dia mengetahui jika Shinta menjalani hari-hari dengan begitu sulit. Shinta berjualan keliling di tengah trimester pertama dari kehamilan. Bahkan banyak tetangga yang menggunjing dirinya. 

"Saya juga merasa bersalah terhadap Shinta, sebab saya mengusirnya tanpa menanyakan kebenarannya terlebih dahulu. Ternyata bukan mbak Shinta yang bersalah, tapi suami saya." Ibu kos menangis sesenggukan sebab merasa bersalah. 

"Lalu, apakah ibu tahu kemana Shinta pergi?" Tentu saja ibu kos itu menggeleng. Waktu itu dia begitu benci kepada Shinta, jadi mana mau peduli kemana perginya.

✓✓✓

Sore harinya 

Destra menatap nanar pasien yang tergeletak tidak berdaya di ruang ICU. Seluruh mukanya di perban. Bahkan kaki dan juga beberapa tubuh yang lain, tak ubahnya seperti mumi dalam sebuah film. Beberapa alat medis menempel pada titik tertentu untuk membantu kelangsungan hidup pasien itu. 

"Setelah kepergian dirimu, aku dan Amara bertengkar hebat. Amara tetap menyalahkan dan menyuruhku untuk mencari Shinta. Aku juga menyesal sebab mau mengikuti ide konyol Ari untuk bertukar profesi selama enam bulan. Amara sudah tahu sejak lama bahkan sebelum pertukaran itu terjadi, jika aku memiliki kembaran. Aku juga tahu, jika adikmu yang polos, memiliki perasaan denganku sedangkan aku, sudah jatuh cinta dengan Amara lebih dahulu, dan saat pertukaran profesi, di sanalah Ari melakukan kesalahan."  Arya berdiri dari tempat duduknya sejajar dengan Destra berdiri. 

"Ari kakak kembar saya, dia merasa bosan dengan banyak tuntutan dari papa.  Kami memiliki kebiasaan yang sama dalam segala hal termasuk cita-cita Dia. Yang juga ingin menjadi pengajar seperti diriku. Tapi tidak pernah sedikitpun ada celah baginya untuk mencapai apa yang dia inginkan. Dia terlalu penurut jika di rumah dan begitu liar jika di luar. Mungkin sebagai kamuflase dalam bentuk pemberontakan jiwa yang tertekan."

"Papa selalu membebaninya dengan banyak pekerjaan dan tuntutan sebab dia dianggap sebagai anak tertua. Karna itulah, dia meminta sedikit waktu untuk menenangkan pikirannya dengan bertukar profesi denganku."

Destra hanya diam saja mendengarkan sahabatnya bercerita. Agar semuanya jelas. Destra masih menatap pasien yang tergeletak itu. Pasien yang mengalami kecelakaan sebab berhari-hari mencari keberadaan Shinta. Destra memang tahu, jika Arya memiliki kembaran yang bernama Ari. Tapi, tidak pernah bertemu secara langsung, sebab Arya dan Ari sekolah di tempat berbeda.

"Ari akhirnya tinggal di Apartemen milikku. Aku melihat dia begitu bersemangat dia juga bercerita jika menyukai seorang gadis. Kakakku yang dingin dan hanya bergelut dengan pekerjaan sudah mulai bisa tersenyum. Aku pun bahagia melihat perubahannya. Dia juga bisa sedikit bercanda dengan diriku. Tapi, setelah enam bulan papa tahu, jika kami bertukar profesi."

Arya mengusap air matanya yang menetes. "Papa menjodohkan Ari dengan seorang gadis, anak dari rekan bisnis papa." Tangan Destra terkepal erat kini dia tahu alasannya.

"Jadi, karna itulah dia membuang adikku?" Destra mencengkeram kerah baju Arya dengan kuat.

"Destra, aku mohon, dengarkanlah semuanya. Jangan kau potong ceritaku." 

"Mau dengarkan apa? Bahkan adikku belum ketemu sampai sekarang." Destra frustasi dipukulnya dinding rumah sakit. 

"Destra, Ari langsung mencari adikmu setelah tahu jika Shinta mengandung. Dan perlu Kau ketahui, Dia menjauhi adikmu bukan atas kemauannya," ucap Arya lagi. 

"Omong kosong! Kalian para orang kaya memang suka semena-mena." Destra langsung pergi dari sana tanpa menoleh lagi, walau Arya memanggilnya berkali-kali. 

"Kau belum tahu cerita selengkapnya," ucap Arya menatap nanar kepergian temannya.

Bab terkait

  • Serpihan Hati   Kontraksi

    Bagian 7Suasana pagi begitu mempesona, embun basah menetes perlahan dari dedaunan, kilaunya bagai permata, indah dan menyejukkan mata. Hamparan alam tercipta begitu sempurna. Membuat Shinta enggan beranjak dari tempatnya. Dia kini berada di ujung halaman rumah. Sudah lima bulan lamanya setiap pagi, Shinta akan mematung di tempat itu untuk beberapa lama.Membiarkan tubuhnya tertimpa sorot mentari pagi yang menghangatkan. Shinta memejamkan mata, merasakan sejuknya udara pagi dan belaian cahaya yang berwarna kekuningan merambat melalui pori-pori kulit."Seperti mentari yang selalu menyinari bumi meski tidak dinanti, aku akan selalu hadir di hati ini." Shinta tersentak. Dia langsung membelalakkan matanya. Sadar, jika itu hanya sebuah serpihan kecil kenangannya bersama Arya. Kenangan yang sulit sekali bagi Shinta untuk melupakan.Bukannya Shinta tidak pernah mencoba, dia sudah mencobanya dengan cara menyibukkan diri mengembangkan usaha Fatma, tapi apa daya,

  • Serpihan Hati   Kelahiran

    Bagian 8"Ya, saya, Mbak!" jawab Ujang, yang langsung paham apa maksud Shinta menunjuk koper masih berada di dalam rumah Dengan sigap Ujang berbalik arah menyambar koper itu segera. Lalu dia masukkan koper itu ke bagasi mobil.Shinta semakin meringis sambil mengatur pernafasan, dengan susah payah dia masuk ke dalam mobil. Dadanya mendadak sesak, deru nafasnya mulai memburu, dia berusaha menarik udara sebanyak-banyaknya melalui hidung lalu menghembuskan lewat mulut. Begitu berulang kali sesuai dengan apa yang dia pelajari saat mengikuti kelas ibu hamil. Sedangkan Fatma duduk di sampingnya disertai rasa panik dan cemas juga tidak tega. Wajah Shinta yang bersih kini berubah merah dengan peluh keringat bercucuran di seluruh wajah, atau mungkin juga di seluruh tubuhnya."Tahan, ya, Sayang! Sebentar lagi kita akan sampai." Sebisa mungkin Fatma menenangkan Shinta. Semua orang di mobil terlihat cemas bahkan Ujang tidak henti-hentinya menoleh ke belakang. Udin s

  • Serpihan Hati   Terkejut

    Bagian 9Shinta meneteskan air mata kebahagiaan. Rasa sakit dan juga penderitaan yang dialaminya hilang sudah bersama tangisan kedua bayi mungil itu. Perutnya masih terasa nyeri akibat operasi yang dia jalani beberapa jam yang lalu, tidak menyurutkan niatnya untuk memberikan asi eksklusif kepada si buah hati. Meski yang keluar hanyalah cairan bening yang sedikit kekuning-kuningan."Sayang, kamu tampan sekali." Shinta membelai lembut wajah anak laki-laki-nya yang terlihat rakus menyedot ASI. Sedangkan anak perempuannya anteng saja di dalam gendongan Fatma."Apakah ASI-nya sudah keluar?" Fatma masih menimang cicit perempuan-nya."Sudah keluar tapi sedikit sekali, Nek." Shinta masih setia menatap wajah tampan anaknya. Wajah mungil yang terlihat mirip dengan wajah kekasihnya."Ndak apa-apa nanti juga keluar banyak kalau dirangsang terus," nasihat Fatma yang tidak ditanggapi oleh Shinta. Fatma sering melihat Shinta seperti ini. Melamu

  • Serpihan Hati   Pulang

    Bagian 10."Hai, malaikat kecil yang tampan yang manis. Lihatlah, papa bawa apa untuk kalian." Azam datang dengan menenteng kresek berisi buah-buahan di tangan kiri. Dan finger puppet yang memenuhi jari di tangan kanannya. Diletakkan kresek itu di meja dekat Shinta berbaring. Setelah itu, Azam langsung menggoda bayi kecil di pangkuan neneknya."Hai, Sayang! Pasti Kau sangat merindukan papa, ya!," ucap Azam lebih semangat dari sebelumnya. Dia menggerakkan jarinya yang dipenuhi oleh finger puppet."Belajar yang giat, Papa! Papa! Ndasmu gundul kui. Kalau mau jadi papa harus lulus ujian nilai paling unggul setelah itu kuliah dan kerja keras, agar jadi orang yang sukses, baru jadi papa." Azam seketika nyengir kuda sambil mengusap kepalanya yang kena tampol dari sang nenek."Ini kan sudah giat belajar, Nek. Belajar jadi orang tua. Jadi, kalau nanti ada yang butuh seorang suami yang tampan dan menawan seperti Azam, Azam siap sepenuh jiwa dan raga." Sombong

  • Serpihan Hati   Fitnah

    Bagian 11Seperti kata pepatah "Anak adalah pembawa rezeki" dan kita juga tidak akan pernah menyangka datangnya darimana. Hari ini terbukti saat rumah tiba-tiba ramai dengan puluhan warga membuat Nenek Fatma melongo sendiri. Bagaimana tidak coba? Segala jenis buah-buahan segar, kue, dan beberapa camilan kering. Tersedia dengan sendirinya tanpa Nenek Fatma perintah apalagi minta. Pantang, ya, bagi orang kaya minta-minta. Semua terjajar rapi di atas karpet tebal juga ucapan "SELAMAT DATANG SI KEMBAR" menggantung sempurna di dinding."Nek, siapa yang membuat ini semua?" Shinta masih tidak percaya jika akan mendapatkan sambutan semeriah ini."Para warga tadi yang bawa, mereka sengaja mengadakan syukuran untuk kelahiran si kembar," terang Mirna sambil tersenyum tulus. Mirna pun meletakkan bayi Shinta ke dalam box."Box, ini bukannya belum ada, ya? Kenapa sekarang sudah ada di sini? Dan kenapa warnanya berubah?" Shinta menunjuk dua box bayi ya

  • Serpihan Hati   Sambutan

    Bagian 12"Hai, perempuan tidak tahu diri," bariton suara itu membuat Jamilah menjatuhkan gorengan yang hampir saja mendarat di mulutnya."Kalau Kau hanya ingin membuat masalah dan menggosip lebih baik cepat pergi dari sini! atau, aku akan berbuat hal yang kurang baik terhadap dirimu." Mata elang Udin memindai tubuh Jamilah. Mata itu bagaikan busur beracun yang siap membidikkan anak panahnya kapan saja."Maaf! Maaf saya tidak ber_." Mendadak Jamilah yang super jago bersilat lidah itu kehabisan stok kata-kata. Dia mundur ke belakang hingga mencapai motor yang tadi sempat dia tinggalkan. Sedangkan mata elang Udin semakin melebar. Membuat Jamilah gugup dan gemetar, bahkan dia kesulitan mencari kunci motornya. Dengan gugup dia meraba saku tapi tidak ada. Ternyata masih menempel di tempatnya."Cepat pergi atau_." Belum selesai Udin berucap, Jamilah segera kabur bersama motornya. Para ibu-ibu yang tadi melihat menahan tawa yang hampir saja meledak, untung mer

  • Serpihan Hati   Impian

    Bagian 13Delapan bulan telah berlalu.Saat itu, setelah luka bekas jahitannya mengering, Shinta mulai beraktivitas kembali membantu pembukuan toko. Shinta menemukan banyak kejanggalan tentang pendapatan dan pengeluaran. Sebab memang Nenek Fatma kurang memperhatikan hal yang seperti itu. Nenek Fatma hanya tahunya berjualan hingga barang habis, baru dia akan membeli lagi. Sehingga para pelanggan yang tidak mendapatkan barang dari toko Nenek Fatma, mereka langsung pindah ke toko lainnya untuk mendapatkan barang yang mereka perlukan. Alhasil, banyak pelanggan yang pindah sebab kecewa.Meski Shinta sudah membenahinya sewaktu hamil, tapi sepertinya tidak ada yang meneruskannya lagi di saat Shinta libur dua bulan untuk pemulihan tubuhnya. Sehingga toko terbengkalai lagi.Shinta lalu membuat pembukuan toko, mencatat semua pengeluaran juga pemasukan, sehingga barang-barang persediaan di dalam toko tetap stabil. Shinta gigih berjuang agar

  • Serpihan Hati   Ke kota

    Bagian 14"Bagaimana dengan stok bahan baku kita? Apakah masih bisa mencapai target?" Seorang pria mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari-jarinya. Ada tiga orang tengah duduk di hadapannya. Dua jam yang lalu dia mendapat laporan dari kepala bagian produksi bahwa beberapa hari terakhir bahan baku tersendat sebab pengiriman bahan baku terkendala cuaca selain itu, hasil panen di beberapa tempat yang mengalami kegagalan karna faktor alam."Persediaan barang di gudang sudah menipis Pak. Dan supplier kita bilang jika pengiriman bahan masih membutuhkan waktu lima sampai satu minggu lagi." Seorang pria berkemeja putih itu menyampaikan informasi."Harga barang lagi bagus-bagusnya, dan permintaan konsumen meningkat Pak! Tapi kita kekurangan stok bahan baku.""Saya meminta kalian berkumpul di sini untuk mencari solusi, bukan hanya untuk membuat kepalaku semakin pusing." Gertak Adi selaku pemimpin utama di pabrik. Dia tidak menyangka akan mengalami kendal

Bab terbaru

  • Serpihan Hati   Berdebat

    Bibi menggeleng lemah. Sungguh tabiat menantu kedua ini sangatlah arogan. Juga tidak tahu diri. "Apa maksudmu?" Arya memberi kode pada Bibi untuk meninggalkan mereka berdua. Tidak disuruhpun sebenarnya Bibi juga ingin pergi. "Maksudku? Heh, kau belum mengerti juga? Tuan Arya, bukankah aku katakan sebelumnya untuk berpisah tempat tinggal dari orang tuamu?" Arya menoleh ke seluruh penjuru ruang tamu. Meski tidak ada siapapun di sana, tapi sepertinya bukan tempat yang nyaman untuk memperdebatkan sesuatu yang bersifat pribadi."Kita bicarakan ini di kamar saja." Arya menarik jemari Amara.Ini bukan pertama kalinya Amara meminta pisah rumah dari orang tua dengan alasan ingin mandiri. Arya cukup maklum dengan sifat Amara yang mnandiri. Tapi bukan itu masalahnya, sejak Ari mengalami kecelakaan, Arya lah yang menggantikan posisi Ari di perusahaan. Jadi sudah dipastikan jika dia akan lebih sibuk dari biasanya. Tidak mungkin bagi seorang suami membiarkan istrinya sendiri di apartemen. Terle

  • Serpihan Hati   Rumah baru

    "Kau terlihat begitu bersemangat!" ketus Shinta dengan muka manyunnya.Ari lebih melebarkan bibirnya meski tidak sampai menampakkan gigi. Segala trik jahat dan menyebalkan sengaja dia gunakan untuk bisa memenuhi segala keinginannya termasuk ancaman memisahkan Shinta dari anak-anak."Tentu saja! Aku bersama bidadari seharian. Sungguh nikmat yang luar biasa. Hatiku amatlah gembira. Setelah ini, aku akan banyak bersedekah dan berdoa." "Wajib kau lakukan karena kau banyak dosa." Gumam Shinta membuang muka."Yah, aku memang banyak berdosa. Dan sebisaku bertaubat." timpal Ari. Wajah yang tadinya secerah mentari pagi kini tertutup awan hitam. Suasana menjadi canggung. Bahkan hening untuk beberapa waktu."Maaf! Karena kau menjadi korban dari dosa-dosa yang ku perbuat."Satu kalimat yang tulus itu mampu membuat Shinta Jadi merasa tidak enak hati. Jika semakin dipikir-pikir lagi yang salah disini bukanlah hanya Ari. Tapi juga dirinya. Andai dulu dia benar-benar bisa menjaga diri. Tentu peristi

  • Serpihan Hati   Berani kau

    Bagian 57"Berhentilah membujukku, Ar! Atau aku semakin benci padamu!"HeningBanyak hal yang ingin Ari sampaikan. Permintaan maaf dan juga penyesalan yang mendalam. Ari tidak ada niat untuk menggoreskan luka dalam hati Shinta terlebih menjebak Shinta agar menjalani hidup yang sulit. Tidak! Semua itu bukanlah keinginannya. Ari telah jatuh cinta dan setiap orang menginginkan kebahagiaan dalam cintanya. Jika pun Tuhan berkehendak lain dia bisa apa?Ibarat kata, manusia hanya bisa berusaha tapi Tuhan yang menentukan. Sungguh lihai Dia memainkan takdir. Manusia hanyalah mainan hidup yang berjalan berdasar kehendak-Nya. Tanpa tahu ada apa dibalik pintu hari esok. Dan kunci pembukanya hanyalah keimanan, ketaqwaan, kesabaran.Mobil membelah jalan ibu kota sesekali berhenti menunggu lampu berubah hijau. Deru mesin sahut menyahut. Dalam keadaan ini, dua orang yang tengah berada dalam satu mobil itu tetap saja bungkam. Hingga sa

  • Serpihan Hati   Aku bisa benci

    Bagian 56"Shinta, kau baik-baik saja?" tanya Aisyah sambil merampas sisir yang sejak tadi dipegang oleh Shinta. Ibu dari dua anak itu terlihat tertegun, sejak pagi pikirannya jauh berkelana. Wajahnya terlihat jelas menggambarkan isi hati yang tengah risau.Aisyah menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya membuang nafas panjang. Kembali pada Anin yang asyik memainkan boneka."Seharusnya kau ambil hikmah dari semua ini. Berarti kedua anakmu bukanlah anak haram. Hubungan Kalian halal." Aisyah membawa Anin ke sofa, gadis kecil itu diabaikan ibunya sejak pagi. Aisyah lah yang memandikan dan mendandaninya hingga tampil cantik. Aisyah melabuhkan ciuman terakhir di kening dan juga kedua pipi. "Sekarang ponakan tante sudah sangat cantik dan wangi," ujar Aisyah.Dokter telah memberi izin pada Shinta dan Anin untuk pulang. Mereka tengah bersiap sambil menunggu jemputan."Meski dengan kebohongan?" lirih Shinta. Aisy

  • Serpihan Hati   Siapa kau

    Bagian 55Setelah beberapa menit kemudian, Joe datang dengan sebuah map di tangan. Joe membuka isinya dan menunjukkan kepada semua orang."Apa yang kau lakukan? Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi?" Shinta bahkan sampai tidak mengerti akan kehidupannya ini. Ayahnya sampai tega menikahkan dia dengan seseorang tanpa sepengetahuannya. Apakah ini bisa dipercaya?Malam itu, ayahnya sangat marah, sampai-sampai Shinta harus menahan rasa perih dan sakit akibat cambukan. Bukan itu saja, Shinta harus keluar dari rumah. Menjauh dari orang-orang yang menyanyangi dirinya. Hidup terlunta-lunta, menahan setiap duka dan lara sendiri."Tuan Ari, Anda jangan coba-coba memalsukan data. Bagaimana bisa menikahi seorang gadis tanpa sepengetahuan dirinya?" Azam juga heran. Buku berwarna merah dan hijau kini menjadi bahan kecurigaan semua orang. Bahkan Shinta tidak mengerti kapan dia menandatangani buku kecil itu."Mengapa saya harus memalsuka

  • Serpihan Hati   Bukti

    Bagian 54Setengah berlari, Ari menyusuri lorong rumah sakit. Entah apa yang sebenarnya dia khawatirkan. Anaknya, ataukah wanita yang sampai sekarang masih memenuhi segala ruang dalam hatinya.Tersengal-sengal, peluh memenuhi setiap bagian dari tubuhnya, Ari tetap melangkah menuju tempat dimana anak dan pujaan hatinya berada."Semoga kau tidak marah dengan keputusanku Ros, aku lakukan semua itu hanya untuk anak kita."Ruang rawat inap khusus itu nampak sepi, Ari masih berdebar-debar saat masuk ke dalamnya."Tidurlah, Nak! Semua baik-baik saja. Jangan menangis lagi ya!" Suara menenangkan jiwa itu membuat langkah Ari terhenti.Rossi dengan penuh kasih sayang, mengelus pelan punggung Anin yang tengah terlelap berada dalam pelukannya."Cepatlah sehat anak Mama, kau harus tertawa ceria lagi seperti biasanya."Sungguh pemandangan yang mempesona. Andai setiap hari dia melihat kenyataan i

  • Serpihan Hati   Apa maumu

    Bagian 53Berbincang-bincang dengan Azam, membuat mood booster Shinta kembali membaik. Kini dia duduk pada kursi roda di dorong pelan oleh Azam, menuju ruang rawat inap Anin. Tentunya setelah melalui perdebatan panjang dengan perawat agar mau melepas infus yang terpasang sempurna di tangan Shinta."Nanti Ari bisa marah kak." Ucap Azam enggan menuruti kemauan Shinta. Dasar keras kepala, bukannya menyerah Shinta malah menyakinkan Azam dengan berbagai alasan."Aku sudah sembuh, Ari juga tidak akan berani marah kepadaku, dia sangat mencintaiku." ucap Shinta penuh percaya diri. Dalam hati masih gamang, demi bisa segera melihat Anin, dia harus terlihat menyakinkan."Baiklah, akan aku hadapi si pria bernama Ari, demi dirimu kakakku tersayang.""Panggil dia dengan sebutan yang benar Azam, dia lebih tua darimu." Wajah Azam berubah kecut.Bisakah dia melihatku sekali saja. Selalu saja pria sialan itu yang ada di otaknya.

  • Serpihan Hati   Bagian 52

    Bagian 52"Ar, kenapa kau tidak mengatakannya?""Maaf!" Udin dan Azam menatap tak percaya kepada Ari. Bukankah info yang beredar adalah pria ini angkuh dan sombong, tapi dengan mudahnya meminta maaf kepada Shinta."Tata, ini kami lakukan sebab kau belum sadar sejak kemarin. Ari ingin agar kau fokus pada kesehatanmu terlebih dahulu." Udin merasa perlu menjelaskan, Azam jadi kesal dibuatnya. Untuk apa membela laki-laki yang kurang bertanggung jawab.Kasihan juga melihat kondisi Shinta yang nampak pucat tak berdaya."Iya kak, lagian Anin juga hanya demam biasa." Mata ketiga pria saling bersitatap. Azam juga ikutan bicara? Benarkah, meski ragu Shinta mencoba percaya. Pantas saja naluri keibuannya merasa gelisah."Bisakah aku bertemu anakku?" Shinta seolah meminta persetujuan Ari."Bo-boleh!" Aku akan mengantarmu. "Kapan kita menemuinya?""Bisakah nanti saja? Aku baru sampai, dan kau mengacuhkan aku

  • Serpihan Hati   Kenapa?

    Bagian 51Aku lelah akan rasa iniTerlalu lama aku menahan beban derita berbalut kerinduan, mencoba bertahan dan mengikhlaskan. Berusaha bangkit meski hati masih terpuruk. Bukannya tidak mau untuk memulai, hanya saja aku terlalu takut untuk terluka kembali.Mungkin kau masih perlu ruang untuk sekedar melepas lelah, tapi ketahuilah tempat ternyaman untuk melakukannya adalah bersandar pada bahuku. Aku peluk, agar lelahmu terobati."Ar, aku ingin pulang!" Pria yang semula memangku laptopnya kini terdiam beberapa saat. Dia meletakkan benda pipih di meja, mendekati Shinta yang masih terbaring."Baru bangun tapi meminta pulang. Kau baik-baik saja?" Ari tidak menyadari kapan mata lentik nan indah itu terbuka sempurna. Dia cukup sibuk dengan pekerjaannya."Aku tidak bisa tidur." Astaga, jadi dari tadi dia hanya pura-pura."Tapi kamu harus istirahat cukup, agar tubuhmu lekas kembali pulih." Bujuk Ari membelai lembut pucuk kepal

DMCA.com Protection Status