Share

Terkejut

Author: Nafi Thook
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bagian 9

Shinta meneteskan air mata kebahagiaan. Rasa sakit dan juga penderitaan yang dialaminya hilang sudah bersama tangisan kedua bayi mungil itu. Perutnya masih terasa nyeri akibat operasi yang dia jalani beberapa jam yang lalu, tidak menyurutkan niatnya untuk memberikan asi eksklusif kepada si buah hati. Meski yang keluar hanyalah cairan bening yang sedikit kekuning-kuningan.

"Sayang, kamu tampan sekali." Shinta membelai lembut wajah anak laki-laki-nya yang terlihat rakus menyedot ASI.  Sedangkan anak perempuannya anteng saja di dalam gendongan Fatma. 

"Apakah ASI-nya sudah keluar?" Fatma masih menimang cicit perempuan-nya. 

"Sudah keluar tapi sedikit sekali, Nek." Shinta masih setia menatap wajah tampan anaknya. Wajah mungil yang terlihat mirip dengan wajah kekasihnya. 

"Ndak apa-apa nanti juga keluar banyak kalau dirangsang terus," nasihat Fatma yang tidak ditanggapi oleh Shinta. Fatma sering melihat Shinta seperti ini. Melamun sendiri dalam keterpurukan. 

*Mas, apakah kau juga akan bahagia seperti-ku, saat melihat buah cinta kita? Atau malah sebaliknya? Bukankah kau sudah memiliki pengganti diriku? Tentu saja kau akan memiliki anak darinya. Pasti kau tidak akan tahu bahwa aku juga memiliki anak darimu. Aku hanya pemilik serpihan hati yang tidak pernah kau inginkan. Anakku, kasihan sekali dirimu kau sudah terpisah dari ayahmu sebelum dilahirkan bahkan sebelum dirinya tahu bahwa kau ada di rahim mama.*

"Apakah kau masih memikirkan pria itu," ucap Fatma mampu membuat Shinta tersentak dari lamunan. 

"Iya, Nek. Ada apa?" Fatma hanya tersenyum manis melihat gelagat Shinta tersentak dari lamunan.

"Dari awal kau datang ke rumahku aku sudah katakan kepadamu. Kau boleh tinggal di rumahku asal kau bangkit dari keterpurukan dan melupakan pria itu. Dia tidak pantas mendapatkan hatimu. Masih banyak hal yang harus Kau perjuangkan. Jadi, lupakanlah dia." Fatma memang memberikan syarat itu kepada Shinta. Tepatnya, setelah Angga dan Lani pamit, Fatma mengintrogasi Shinta tentang apa yang terjadi kepada Shinta. 

Setelah mendengar semua cerita Shinta, Fatma merasa kasihan. Dia pun memutuskan untuk menampung Shinta dan menganggapnya sebagai cucu. Dengan  satu syarat, Shinta mau menjadi bagian dari keluarga Azhari dan mengikuti semua yang Fatma ucapkan, serta melupakan mereka yang tidak menginginkan kehadiran Shinta. Selain itu, Fatma juga merasa kesepian, sebab anak satu-satunya yaitu ibu Azam telah meninggal dunia. Sedangkan menantunya kembali ke kota bersama istri barunya. 

Selama lima bulan bersama, Fatma semakin terkesima akan kepribadian Shinta yang baik dan santun. Shinta juga ulet dalam bekerja, tangkas, calm  dan memiliki potensi bisnis yang mumpuni. Fatma berencana untuk membantu Shinta agar menjadi wanita yang kuat dan mandiri.

"Maaf, ya, Nek!" ucap Shinta dengan mata berembun. Entah kenapa rasanya sulit sekali melupakan orang yang telah singgah di hati. Apalagi Shinta termasuk orang yang sulit jatuh cinta. Ketika sekali jatuh cinta, dirinya malah patah hati sebab penghianatan teman dan juga kekasihnya.

"Jangan meminta maaf. Nenek tahu, keadaan ini pasti sangat berat bagimu. Tapi, nenek yakin, pasti Kamu bisa. Kamu hanya butuh waktu untuk melewati ini semua. Nenek akan membantumu," kata Fatma. Dia sungguh tidak tega saat melihat Shinta terpuruk, hatinya selalu tergerak untuk membuat gadis itu bahagia. 

"Terima kasih, Nek. Nenek sudah begitu banyak membantuku. Aku tidak tahu, harus membalas dengan apa." Nampak raut wajah terharu dari mimik muka Shinta.

"Kau harus membalasnya dengan kesuksesan. Setelah Kau sehat nantinya, aku akan mengubah penampilanmu yang ketinggalan zaman itu. Kau harus berubah dan menjadi wanita yang cantik dan elegan, agar tidak dipandang sebelah mata oleh pria. Buktikan jika Kau bisa membuat orang yang telah melukaimu bertekuk lutut di hadapanmu," ucap Fatma berapi-api. Telah banyak rencana yang dia susun untuk membuat Shinta berubah menjadi wanita karir. 

Sedangkan di tempat lain, Arya berlari-lari di koridor rumah sakit dengan semangat untuk menengok Ari. Dia dengan tidak sabarnya ingin bertemu dengan saudara yang telah berbulan-bulan tidak sadarkan diri. Di sana juga ada papa dan mamanya, menunggu di luar ruangan. 

"Bagaimana keadaannya Pa, Ma?" tanya Arya.

"Syukurlah, Dia sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap," ucap Abelia mamanya Arya. Anton hanya diam saja menunjukkan wajah datarnya duduk di kursi tunggu. 

"Maaf, Ma! Aku tidak bisa langsung kemari tadi. Sebab ada klien penting yang sudah menungguku," terang Arya merasa tidak enak hati. Sebab Dia yang dihubungi oleh pihak rumah sakit, tapi tidak bisa langsung datang. Akhirnya dia pun menghubungi mamanya agar segera datang ke rumah sakit guna mengetahui keadaan Ari.

"Tidak apa-apa, Sayang. Mama tahu Kamu pasti sangat sibuk mengurus semuanya sendiri, maafkan kami, ya, Nak. Karna kejadian ini, kamu harus berhenti menjadi Dosen." Abel begitu menyanyangi Arya. Apapun yang diminta oleh Arya selalu dia penuhi. 

Sewaktu kecil, Arya selalu sakit-sakitan sehingga kedua orang tuanya begitu memanjakan Arya. Apapun yang dia minta pasti dituruti. Berbeda sekali dengan Ari yang tumbuh sehat dan kuat. Dia sering dituntut untuk sempurna, mulai dari pendidikan, prestasi, cita-cita bahkan jodohnya. Semuanya ditentukan oleh orang tua mereka. 

Dari sanalah timbul ide gila Ari untuk bertukar tempat. Ari ingin menjalani hidup tanpa tekanan dari orang tua mereka. Ketika pertukaran itu terjadi, Ari dipertemukan dengan sosok Shinta. Gadis manis nan polos tapi memiliki sejuta pesona menurutnya. Berbeda dengan calon pilihan orang tuanya yang lebih mementingkan diri sendiri dan sombong.

Ari memang terkesan lebih dingin daripada Arya. Tapi, entah mengapa saat bersama Shinta, dia menjadi sosok yang berbeda. Dia berubah menjadi orang yang ramah dan mudah tertawa. Bahkan keinginan untuk memiliki Shinta begitu kuat sampai dia memperdaya gadis itu agar mengandung anaknya. Ari berharap, dengan jalan seperti itu, orang tuanya akan membatalkan perjodohannya dengan Sasha, gadis yang dipilih oleh kedua orang tuanya.

Ibarat kata, manusia hanya bisa berencana dan Tuhanlah yang menentukan. Anton yang mengetahui pertukaran itu marah besar. Meski begitu, Ari tetap teguh pada pendiriannya. Ari memilih rela keluar dari rumah agar bisa tetap mempertahankan hubungannya dengan Shinta. Anton yang keras kepala juga sama, tidak mau mengalah. 

Anton menculik Shinta dan membuat drama seolah-olah Shinta tengah dia siksa. Ari yang begitu mencintai Shinta, tentu akan rela berbuat apapun demi menjaga keselamatan orang yang dicintainya. Dia menyanggupi permintaan orang tuanya untuk bertunangan dengan Sasha. Ari pun menemui Shinta dan mengucapkan kata putus. Tentu saja Shinta tidak terima, terlebih Shinta telah menyerahkan mahkota yang selama ini dia jaga hanya untuk membuktikan cintanya kepada Ari yang disangka sebagai Arya.

Terkadang cinta memang harus berlebihan karena tidak ada logika di dalamnya. Mencintai dengan sewajarnya merupakan perkara yang sulit. Itulah yang terjadi pada Shinta saat itu, Shinta bahkan berlutut dihadapan Ari agar dia tidak diputuskan. 

"Baiklah, kita tidak akan putus. Tapi, selama beberapa hari ini, jangan menghubungi diriku, sebab aku akan banyak urusan. Aku berharap kau mengerti keadaanku dan tidak manja." Ari tetap membujuk Shinta agar menjauhi dirinya. Setidaknya Ari bisa melindungi Shinta dengan perbuatannya itu. 

"Tapi, aku bisa menemanimu jika rindu, kan?" tawar Shinta yang begitu merasa keberatan dengan keputusan sepihak dari Ari. Ari hanya mengangguk tanda setuju. Mereka tidak akan pernah tahu jika cerita cinta mereka baru saja dimulai. 

Ari benar-benar melakukan hal tersulit dalam hidupnya. Berpisah dengan Shinta selama empat bulan. Membuat jiwa dan raganya tersiksa. Dia lebih banyak menghabiskan malam di bar dengan botol dan minuman. Meski begitu, sulit bagi dirinya untuk melupakan kenangan bersama gadis itu. Hingga suatu saat dia berinisiatif untuk datang ke apartemen Arya untuk sekedar melepas kerinduannya pada Shinta. Saat sampai di depan pintu, dia terkejut mendengar kebenaran yang dia cerna dari pertengkaran Amara dan Arya. 

To be continue

Related chapters

  • Serpihan Hati   Pulang

    Bagian 10."Hai, malaikat kecil yang tampan yang manis. Lihatlah, papa bawa apa untuk kalian." Azam datang dengan menenteng kresek berisi buah-buahan di tangan kiri. Dan finger puppet yang memenuhi jari di tangan kanannya. Diletakkan kresek itu di meja dekat Shinta berbaring. Setelah itu, Azam langsung menggoda bayi kecil di pangkuan neneknya."Hai, Sayang! Pasti Kau sangat merindukan papa, ya!," ucap Azam lebih semangat dari sebelumnya. Dia menggerakkan jarinya yang dipenuhi oleh finger puppet."Belajar yang giat, Papa! Papa! Ndasmu gundul kui. Kalau mau jadi papa harus lulus ujian nilai paling unggul setelah itu kuliah dan kerja keras, agar jadi orang yang sukses, baru jadi papa." Azam seketika nyengir kuda sambil mengusap kepalanya yang kena tampol dari sang nenek."Ini kan sudah giat belajar, Nek. Belajar jadi orang tua. Jadi, kalau nanti ada yang butuh seorang suami yang tampan dan menawan seperti Azam, Azam siap sepenuh jiwa dan raga." Sombong

  • Serpihan Hati   Fitnah

    Bagian 11Seperti kata pepatah "Anak adalah pembawa rezeki" dan kita juga tidak akan pernah menyangka datangnya darimana. Hari ini terbukti saat rumah tiba-tiba ramai dengan puluhan warga membuat Nenek Fatma melongo sendiri. Bagaimana tidak coba? Segala jenis buah-buahan segar, kue, dan beberapa camilan kering. Tersedia dengan sendirinya tanpa Nenek Fatma perintah apalagi minta. Pantang, ya, bagi orang kaya minta-minta. Semua terjajar rapi di atas karpet tebal juga ucapan "SELAMAT DATANG SI KEMBAR" menggantung sempurna di dinding."Nek, siapa yang membuat ini semua?" Shinta masih tidak percaya jika akan mendapatkan sambutan semeriah ini."Para warga tadi yang bawa, mereka sengaja mengadakan syukuran untuk kelahiran si kembar," terang Mirna sambil tersenyum tulus. Mirna pun meletakkan bayi Shinta ke dalam box."Box, ini bukannya belum ada, ya? Kenapa sekarang sudah ada di sini? Dan kenapa warnanya berubah?" Shinta menunjuk dua box bayi ya

  • Serpihan Hati   Sambutan

    Bagian 12"Hai, perempuan tidak tahu diri," bariton suara itu membuat Jamilah menjatuhkan gorengan yang hampir saja mendarat di mulutnya."Kalau Kau hanya ingin membuat masalah dan menggosip lebih baik cepat pergi dari sini! atau, aku akan berbuat hal yang kurang baik terhadap dirimu." Mata elang Udin memindai tubuh Jamilah. Mata itu bagaikan busur beracun yang siap membidikkan anak panahnya kapan saja."Maaf! Maaf saya tidak ber_." Mendadak Jamilah yang super jago bersilat lidah itu kehabisan stok kata-kata. Dia mundur ke belakang hingga mencapai motor yang tadi sempat dia tinggalkan. Sedangkan mata elang Udin semakin melebar. Membuat Jamilah gugup dan gemetar, bahkan dia kesulitan mencari kunci motornya. Dengan gugup dia meraba saku tapi tidak ada. Ternyata masih menempel di tempatnya."Cepat pergi atau_." Belum selesai Udin berucap, Jamilah segera kabur bersama motornya. Para ibu-ibu yang tadi melihat menahan tawa yang hampir saja meledak, untung mer

  • Serpihan Hati   Impian

    Bagian 13Delapan bulan telah berlalu.Saat itu, setelah luka bekas jahitannya mengering, Shinta mulai beraktivitas kembali membantu pembukuan toko. Shinta menemukan banyak kejanggalan tentang pendapatan dan pengeluaran. Sebab memang Nenek Fatma kurang memperhatikan hal yang seperti itu. Nenek Fatma hanya tahunya berjualan hingga barang habis, baru dia akan membeli lagi. Sehingga para pelanggan yang tidak mendapatkan barang dari toko Nenek Fatma, mereka langsung pindah ke toko lainnya untuk mendapatkan barang yang mereka perlukan. Alhasil, banyak pelanggan yang pindah sebab kecewa.Meski Shinta sudah membenahinya sewaktu hamil, tapi sepertinya tidak ada yang meneruskannya lagi di saat Shinta libur dua bulan untuk pemulihan tubuhnya. Sehingga toko terbengkalai lagi.Shinta lalu membuat pembukuan toko, mencatat semua pengeluaran juga pemasukan, sehingga barang-barang persediaan di dalam toko tetap stabil. Shinta gigih berjuang agar

  • Serpihan Hati   Ke kota

    Bagian 14"Bagaimana dengan stok bahan baku kita? Apakah masih bisa mencapai target?" Seorang pria mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari-jarinya. Ada tiga orang tengah duduk di hadapannya. Dua jam yang lalu dia mendapat laporan dari kepala bagian produksi bahwa beberapa hari terakhir bahan baku tersendat sebab pengiriman bahan baku terkendala cuaca selain itu, hasil panen di beberapa tempat yang mengalami kegagalan karna faktor alam."Persediaan barang di gudang sudah menipis Pak. Dan supplier kita bilang jika pengiriman bahan masih membutuhkan waktu lima sampai satu minggu lagi." Seorang pria berkemeja putih itu menyampaikan informasi."Harga barang lagi bagus-bagusnya, dan permintaan konsumen meningkat Pak! Tapi kita kekurangan stok bahan baku.""Saya meminta kalian berkumpul di sini untuk mencari solusi, bukan hanya untuk membuat kepalaku semakin pusing." Gertak Adi selaku pemimpin utama di pabrik. Dia tidak menyangka akan mengalami kendal

  • Serpihan Hati   Jalan-jalan

    Bagian 15Senyum terpancar jelas dari bibir Shinta. Dengan diantar oleh Udin, dia datang ke tempat yang telah diberitahukan oleh Budi. Sebuah kantor yang tidak terlalu besar, namun begitu bersih dan rapi. Halamannya di hiasi oleh taman yang begitu sedap dipandang."Masih seperti 10 tahun yang lalu," ucap Shinta tanpa sadar. Dia ingat jika dia dan teman-temannya pernah mengunjungi pabrik ini bersama guru saat masih sekolah. Industri makanan ringan ini terkenal akan cita rasa yang enak dan nikmat selain itu, pabrik ini juga lebih mengutamakan kebersihannya."Apa kau pernah kemari?""Iya, aku dan teman-teman satu kelas. Kami di beri peci bergambar logo pabrik itu," Shinta menunjuk logo yang terpampang begitu jelas di sana. "Tapi sepertinya logo itu telah berubah," ucap Shinta kemudian. Dia menunjuk sebuah bangunan yang berada di dalam pagar, yang jaraknya lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Seorang satpam tampak duduk santai di dalam gerbang.&nb

  • Serpihan Hati   Berhasil

    Bagian 16"Maaf, Tuan! Adikku tidak sengaja." Aisyah memegang lengan Azam dan meremasnya pelan, agar acara menyalahkan itu tidak ada. Bukannya tidak mampu melawan, tapi Aisyah tidak mau menjadi pusat perhatian dengan menciptakan keributan di mall ITU.Pria berjas hitam, rapi dan bersih itu malah sibuk dengan benda pipih di. Dilihat dari baju yang melekat pada tubuhnya dari atas sampai bawah, sudah bisa dipastikan jika orang itu dari kalangan yang berada. Dia berulang kali menoleh ke kanan dan ke kiri celingukan seperti mencari

  • Serpihan Hati   Mencoba bicara

    Bagian 17Seseorang yang kini tengah berada di dalam mobil. Pria itu semula hanya menatap lurus ke depan. Tapi kemudian tanpa sengaja dia menoleh ke kanan. Tatapannya tepat mengenai wajah cantik Shinta yang nampak memegang benda pipih di pipi sebelah kanan.*Benarkah apa yang aku lihat ini? Diakah itu? Tapi kenapa semuanya nampak berbeda. Dan laki-laki itu, siapa dia. Tidak mungkin! Shinta adalah gadis yang sederhana dan tidak pernah lepas dari kacamata. Tapi dia ... Dia begitu modis dan cantik. Tunggu! Wajah, ya wajah itu sangat mirip. Apakah ada orang yang begitu mirip atau memang orang yang sama."*"Tuan, silahkan!" ucap seorang pria yang tak kalah tampannya dari sang Bos. Pria yang duduk di bangku itupun tersentak, lamunannya hilang bersama dirinya pindah ke kursi roda, dibantu oleh sang asisten."Joe ... !" Belum sempat pria itu meneruskan kata-katanya Budi datang bersama dua karyawan lainnya."Selamat pagi menjel

Latest chapter

  • Serpihan Hati   Berdebat

    Bibi menggeleng lemah. Sungguh tabiat menantu kedua ini sangatlah arogan. Juga tidak tahu diri. "Apa maksudmu?" Arya memberi kode pada Bibi untuk meninggalkan mereka berdua. Tidak disuruhpun sebenarnya Bibi juga ingin pergi. "Maksudku? Heh, kau belum mengerti juga? Tuan Arya, bukankah aku katakan sebelumnya untuk berpisah tempat tinggal dari orang tuamu?" Arya menoleh ke seluruh penjuru ruang tamu. Meski tidak ada siapapun di sana, tapi sepertinya bukan tempat yang nyaman untuk memperdebatkan sesuatu yang bersifat pribadi."Kita bicarakan ini di kamar saja." Arya menarik jemari Amara.Ini bukan pertama kalinya Amara meminta pisah rumah dari orang tua dengan alasan ingin mandiri. Arya cukup maklum dengan sifat Amara yang mnandiri. Tapi bukan itu masalahnya, sejak Ari mengalami kecelakaan, Arya lah yang menggantikan posisi Ari di perusahaan. Jadi sudah dipastikan jika dia akan lebih sibuk dari biasanya. Tidak mungkin bagi seorang suami membiarkan istrinya sendiri di apartemen. Terle

  • Serpihan Hati   Rumah baru

    "Kau terlihat begitu bersemangat!" ketus Shinta dengan muka manyunnya.Ari lebih melebarkan bibirnya meski tidak sampai menampakkan gigi. Segala trik jahat dan menyebalkan sengaja dia gunakan untuk bisa memenuhi segala keinginannya termasuk ancaman memisahkan Shinta dari anak-anak."Tentu saja! Aku bersama bidadari seharian. Sungguh nikmat yang luar biasa. Hatiku amatlah gembira. Setelah ini, aku akan banyak bersedekah dan berdoa." "Wajib kau lakukan karena kau banyak dosa." Gumam Shinta membuang muka."Yah, aku memang banyak berdosa. Dan sebisaku bertaubat." timpal Ari. Wajah yang tadinya secerah mentari pagi kini tertutup awan hitam. Suasana menjadi canggung. Bahkan hening untuk beberapa waktu."Maaf! Karena kau menjadi korban dari dosa-dosa yang ku perbuat."Satu kalimat yang tulus itu mampu membuat Shinta Jadi merasa tidak enak hati. Jika semakin dipikir-pikir lagi yang salah disini bukanlah hanya Ari. Tapi juga dirinya. Andai dulu dia benar-benar bisa menjaga diri. Tentu peristi

  • Serpihan Hati   Berani kau

    Bagian 57"Berhentilah membujukku, Ar! Atau aku semakin benci padamu!"HeningBanyak hal yang ingin Ari sampaikan. Permintaan maaf dan juga penyesalan yang mendalam. Ari tidak ada niat untuk menggoreskan luka dalam hati Shinta terlebih menjebak Shinta agar menjalani hidup yang sulit. Tidak! Semua itu bukanlah keinginannya. Ari telah jatuh cinta dan setiap orang menginginkan kebahagiaan dalam cintanya. Jika pun Tuhan berkehendak lain dia bisa apa?Ibarat kata, manusia hanya bisa berusaha tapi Tuhan yang menentukan. Sungguh lihai Dia memainkan takdir. Manusia hanyalah mainan hidup yang berjalan berdasar kehendak-Nya. Tanpa tahu ada apa dibalik pintu hari esok. Dan kunci pembukanya hanyalah keimanan, ketaqwaan, kesabaran.Mobil membelah jalan ibu kota sesekali berhenti menunggu lampu berubah hijau. Deru mesin sahut menyahut. Dalam keadaan ini, dua orang yang tengah berada dalam satu mobil itu tetap saja bungkam. Hingga sa

  • Serpihan Hati   Aku bisa benci

    Bagian 56"Shinta, kau baik-baik saja?" tanya Aisyah sambil merampas sisir yang sejak tadi dipegang oleh Shinta. Ibu dari dua anak itu terlihat tertegun, sejak pagi pikirannya jauh berkelana. Wajahnya terlihat jelas menggambarkan isi hati yang tengah risau.Aisyah menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya membuang nafas panjang. Kembali pada Anin yang asyik memainkan boneka."Seharusnya kau ambil hikmah dari semua ini. Berarti kedua anakmu bukanlah anak haram. Hubungan Kalian halal." Aisyah membawa Anin ke sofa, gadis kecil itu diabaikan ibunya sejak pagi. Aisyah lah yang memandikan dan mendandaninya hingga tampil cantik. Aisyah melabuhkan ciuman terakhir di kening dan juga kedua pipi. "Sekarang ponakan tante sudah sangat cantik dan wangi," ujar Aisyah.Dokter telah memberi izin pada Shinta dan Anin untuk pulang. Mereka tengah bersiap sambil menunggu jemputan."Meski dengan kebohongan?" lirih Shinta. Aisy

  • Serpihan Hati   Siapa kau

    Bagian 55Setelah beberapa menit kemudian, Joe datang dengan sebuah map di tangan. Joe membuka isinya dan menunjukkan kepada semua orang."Apa yang kau lakukan? Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi?" Shinta bahkan sampai tidak mengerti akan kehidupannya ini. Ayahnya sampai tega menikahkan dia dengan seseorang tanpa sepengetahuannya. Apakah ini bisa dipercaya?Malam itu, ayahnya sangat marah, sampai-sampai Shinta harus menahan rasa perih dan sakit akibat cambukan. Bukan itu saja, Shinta harus keluar dari rumah. Menjauh dari orang-orang yang menyanyangi dirinya. Hidup terlunta-lunta, menahan setiap duka dan lara sendiri."Tuan Ari, Anda jangan coba-coba memalsukan data. Bagaimana bisa menikahi seorang gadis tanpa sepengetahuan dirinya?" Azam juga heran. Buku berwarna merah dan hijau kini menjadi bahan kecurigaan semua orang. Bahkan Shinta tidak mengerti kapan dia menandatangani buku kecil itu."Mengapa saya harus memalsuka

  • Serpihan Hati   Bukti

    Bagian 54Setengah berlari, Ari menyusuri lorong rumah sakit. Entah apa yang sebenarnya dia khawatirkan. Anaknya, ataukah wanita yang sampai sekarang masih memenuhi segala ruang dalam hatinya.Tersengal-sengal, peluh memenuhi setiap bagian dari tubuhnya, Ari tetap melangkah menuju tempat dimana anak dan pujaan hatinya berada."Semoga kau tidak marah dengan keputusanku Ros, aku lakukan semua itu hanya untuk anak kita."Ruang rawat inap khusus itu nampak sepi, Ari masih berdebar-debar saat masuk ke dalamnya."Tidurlah, Nak! Semua baik-baik saja. Jangan menangis lagi ya!" Suara menenangkan jiwa itu membuat langkah Ari terhenti.Rossi dengan penuh kasih sayang, mengelus pelan punggung Anin yang tengah terlelap berada dalam pelukannya."Cepatlah sehat anak Mama, kau harus tertawa ceria lagi seperti biasanya."Sungguh pemandangan yang mempesona. Andai setiap hari dia melihat kenyataan i

  • Serpihan Hati   Apa maumu

    Bagian 53Berbincang-bincang dengan Azam, membuat mood booster Shinta kembali membaik. Kini dia duduk pada kursi roda di dorong pelan oleh Azam, menuju ruang rawat inap Anin. Tentunya setelah melalui perdebatan panjang dengan perawat agar mau melepas infus yang terpasang sempurna di tangan Shinta."Nanti Ari bisa marah kak." Ucap Azam enggan menuruti kemauan Shinta. Dasar keras kepala, bukannya menyerah Shinta malah menyakinkan Azam dengan berbagai alasan."Aku sudah sembuh, Ari juga tidak akan berani marah kepadaku, dia sangat mencintaiku." ucap Shinta penuh percaya diri. Dalam hati masih gamang, demi bisa segera melihat Anin, dia harus terlihat menyakinkan."Baiklah, akan aku hadapi si pria bernama Ari, demi dirimu kakakku tersayang.""Panggil dia dengan sebutan yang benar Azam, dia lebih tua darimu." Wajah Azam berubah kecut.Bisakah dia melihatku sekali saja. Selalu saja pria sialan itu yang ada di otaknya.

  • Serpihan Hati   Bagian 52

    Bagian 52"Ar, kenapa kau tidak mengatakannya?""Maaf!" Udin dan Azam menatap tak percaya kepada Ari. Bukankah info yang beredar adalah pria ini angkuh dan sombong, tapi dengan mudahnya meminta maaf kepada Shinta."Tata, ini kami lakukan sebab kau belum sadar sejak kemarin. Ari ingin agar kau fokus pada kesehatanmu terlebih dahulu." Udin merasa perlu menjelaskan, Azam jadi kesal dibuatnya. Untuk apa membela laki-laki yang kurang bertanggung jawab.Kasihan juga melihat kondisi Shinta yang nampak pucat tak berdaya."Iya kak, lagian Anin juga hanya demam biasa." Mata ketiga pria saling bersitatap. Azam juga ikutan bicara? Benarkah, meski ragu Shinta mencoba percaya. Pantas saja naluri keibuannya merasa gelisah."Bisakah aku bertemu anakku?" Shinta seolah meminta persetujuan Ari."Bo-boleh!" Aku akan mengantarmu. "Kapan kita menemuinya?""Bisakah nanti saja? Aku baru sampai, dan kau mengacuhkan aku

  • Serpihan Hati   Kenapa?

    Bagian 51Aku lelah akan rasa iniTerlalu lama aku menahan beban derita berbalut kerinduan, mencoba bertahan dan mengikhlaskan. Berusaha bangkit meski hati masih terpuruk. Bukannya tidak mau untuk memulai, hanya saja aku terlalu takut untuk terluka kembali.Mungkin kau masih perlu ruang untuk sekedar melepas lelah, tapi ketahuilah tempat ternyaman untuk melakukannya adalah bersandar pada bahuku. Aku peluk, agar lelahmu terobati."Ar, aku ingin pulang!" Pria yang semula memangku laptopnya kini terdiam beberapa saat. Dia meletakkan benda pipih di meja, mendekati Shinta yang masih terbaring."Baru bangun tapi meminta pulang. Kau baik-baik saja?" Ari tidak menyadari kapan mata lentik nan indah itu terbuka sempurna. Dia cukup sibuk dengan pekerjaannya."Aku tidak bisa tidur." Astaga, jadi dari tadi dia hanya pura-pura."Tapi kamu harus istirahat cukup, agar tubuhmu lekas kembali pulih." Bujuk Ari membelai lembut pucuk kepal

DMCA.com Protection Status