Samuel membawa Salman ke dalam kamarnya, ia tak menyangka jika sahabatnya itu kembali dalam keadaan terpuruk karena ulahnya sendiri. Akhirnya ia menyadari jika ia sudah jatuh cinta kepada Kanaya sang istri kecilnya, tetapi rupanya hal itu terlambat. "Kanaya, jangan pergi ...."Samuel menghela nafasnya mendengar Salman yang bergurau saat tidur, rupanya alam bawah sadarnya sangat takut jika sang istri pergi meninggalkannya."Aku tidak tahu harus apa untuk membantumu, Salman. Sudah lama aku memperingatkan mu agar kamu tidak menyakitinya, agar kamu menyadari perasaanmu padanya. Namun, peringatan dariku tidak kau dengar dan akhirnya kau menyesal," ucap Samuel.Dokter Tampan itu rela menginap di rumah sahabatnya karena tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada sahabatnya itu.Sementara di sisi lain, Kanaya sudah kembali sadar dan membuka matanya. Kali ini yang ia lihat hanyalah Aslan dan Arthur di dalam kamar tersebut, Saida sudah pulang, Salman pun membawa Syafana pulang."Kenapa kamu m
Hari-hari berlalu Kanaya masih sama seperti biasa, mengurung diri di kamar dan tidak ingin bertemu dengan Salman ataupun Syafana. Hal itu membuat Syafana murung dan Salman merasa sangat bersalah.Satu minggu sudah Kanaya berada di rumah itu dan dia merasa kondisi tubuhnya sudah semakin membaik. Ia meraih dompet berisi ATM dan data diri, memasukan kedalam tas berisi izajah dan dokumen-dokumen penting miliknya lalu keluar kamar mencari keberadaan Bi Imah."Bi, aku minta tolong boleh," ucap Kanaya."Minta tolong apa, Non?" tanya Bi Imah."Tolong jagain Saddam, sudah tahu kan takaran susu yang dia perlukan. Aku ada urusan sebentar keluar," ucap Kanaya.Bi Imah teringat dengan kejadian yang sebelumnya, Kanaya menitipkan Sadam dan mengatakan ada keperluan keluar sebentar, tetapi nyatanya malah ikut dalam penyelamatan Syafana dan membuat dirinya dalam bahaya."Beneran cuma sebentar, Non? Apa sudah izin pada Pak Salman?" tanya Bi Imah."Beneran, Bi. Kalau nggak percaya tanya aja ke Salman," u
Salman keluar dari mobil dan mencari Kanaya ke seluruh penjuru pasar, tetapi setelah mengitari pasar kesana kamari ia tak menemukan istri kecilnya itu."Kanaya, ke mana aku harus mencari mu? Kau boleh membenci ku, kau boleh menghukum ku, tapi tolong jangan pergi dariku seperti ini," ucap Salman dengan hati yang sangat hancur.Karena tidak menemukan Kanaya di pasar tersebut, akhirnya Salman buat masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju kantor polisi. Lelaki berwajah tampan itu melaporkan kehilangan orang, tetapi karena Kanaya hilang belum satu kali 24 jam maka laporannya tidak bisa diproses."Kenapa tidak bisa di proses? Istri saya benar-benar meninggalkan rumah dan saya butuh polisi untuk mencarinya!" ucap Salman emosi."Kami hanya mengikuti peraturan, Pak. Jika belum satu kali 24 jam belum bisa kami proses," ucap polisi."Dasar polisi gak guna!" ucap Salman pergi meninggalkan kantor polisi dengan emosi.Ia pulang ke rumah untuk melihat keadaan kedua anaknya, lelaki berwajah tampa
Kanaya tiba di sebuah desa yang jauh dari pusat kota, ia mencari tempat yang bisa ia sewa dan juga berniat mencari pekerjaan."Permisi, Bu. Saya sedang mencari kontrakan atau kos-kosan, apa disini ada kontrakan atau Kos-kosan yang murah, yang kamarnya kecil juga tidak apa-apa," ucap Kanaya."Oh kebetulan kakak saya punya kontrakan, mau saya antarkan untuk melihat?" tanya ibu-ibu berbaju biru tersebut."Boleh, terima kasih banyak, Bu."Kanaya pun diantarkan oleh ibu-ibu tersebut ke sebuah kontrakan, jejeran hunian kecil dengan masing-masing 1 ruang tamu, 1 kamar, dan 1 kamar mandi. Ada beberapa pasang pasutri tinggal di sana, bahkan ada yang sudah memiliki 1 anak. Ada juga yang masih lajang dan mengontrak dengan temannya."Gimana, Neng? Cocok sama tempatnya?" tanya pemilik kontrakan bernama Karsih."Iya, Bu. Saya ambil yang paling pojok ya!" ucap Kanaya."Ya sudah kalau gitu ini kuncinya, nanti kalau ada perlu apa-apa bilang saja!" ucap Bu Karsih."Terima kasih, Bu. Ini uang sewa selam
"Bagaimana? Apa kalian sudah menemukan jejak istriku?" tanya Salman melalui sambungan telepon."Ya, kami menemukan jejaknya. Dia naik kereta dari stasiun yang tak jauh dari pasar tradisional, lalu turun kemudian beberapa kali menaiki angkutan umum.""Lantas, dimana pemberhentian terakhir nya?" tanya Salman."Di sebuah desa yang cukup jauh dari pusat kota. Kami hari ini sedang mencari dimana ia tinggal.""Bagus, pastikan itu benar-benar istriku. Pantau dengan benar aku akan kesana jika sudah jelas informasinya," ucap Salman.Sambungan telepon di matikan, ia senang dengan cara kerja orang yang di rekomendasikan Haris-mantan kakak iparnya. Malam ini Salman pun bisa tidur dan menunggu info selanjutnya.Keesokan paginya, setelah mandi dan bersiap pergi ke kantor ia melihat bi Imah sepertinya kerepotan mengurus semuanya sendiri hingga tak sempat membuatkan sarapan."Sadam semalam rewel lagi, Bi?" tanya Salman."Sekarang sudah gak terlalu, Pak.""Syukurlah, Bibi kerepotan ngurus rumah ya! Na
"Kenapa berhenti di sini? Ada apa?" tanya Salman saat anak buahnya berhenti dan berjalan kearahnya."Tempat tinggal dan tempat kerja istri Tuan di dalam gang, tidak masuk mobil. Jadi mobilnya di parkir dan titip sama yang punya rumah di sana saja," ucap orang bayaran Salman.Salman menganggukkan kepala lalu memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup besar halamannya, tak lama kemudian seorang wanita keluar dari rumah dan anak buah sama pun mengajak bicara wanita tersebut."Numpang parkir sebentar ya, Bu. Nanti saya kasih uang parkirnya.""Oh iya, silakan. Memangnya mau ke mana?" tanya ibu-ibu tersebut."Mau ke kontrakan hj Romlah, dan mau lihat laundry-nya Bu Rohmi.""Oh ada keperluan sama mereka ya, kelihatannya kalian dari kota."Orang suruhan Salman pun menganggukkan kepalanya, setelah itu Salman dan orang suruhannya berjalan kaki menuju kontrakan yang ditempati oleh Kanaya. Setelah beberapa menit berjalan akhirnya mereka pun tiba di kontrakan tersebut."Di mana istriku t
"Kalau kau benar-benar mencintai ku, maka biarkan aku bahagia dengan caraku sendiri, dengan hidup seperti ini, jangan paksa aku untuk terus bersamamu," ucap Kanaya."Nay ...."Bagaikan ada ribuan anak panah yang menancap di dada Salman, sakit, sesak, dan tidak bisa diungkapkan kata-kata lagi perasaannya setelah mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Kanaya."Kau benar-benar ingin berpisah, kau yakin tidak ingin kembali?" tanya Salman mencoba menahan rasa sesak di dadanya."Iya, dulu aku sudah mencoba dengan sekuat tenaga dan berbagai cara untuk meluluhkan hatimu. Namun, semua itu hanya sia-sia, di hatimu hanya ada Mbak Hani dan aku hanya mendapatkan luka bukan cinta. Jadi sekarang bebaskan aku dari luka itu," ucap Kanaya."Kau sudah mendapatkannya, Kanaya. Kau sudah meluluhkan hatiku, Aku mencintaimu," ucap Salman seraya menatap Kanaya dalam-dalam dan mencoba menggenggam tangannya.Kanaya menarik tangannya tak ingin di genggam oleh Salman, ia memalingkan wajah menyembunyikan matany
"Seribu kali kau menolak, maka seribu kali pula aku mengejar mu," gumam Salman.Karena tangannya terluka Salman pun kini diantar oleh orang yang ia bayar pulang ke Jakarta, berapa jam berkendara hingga melewati padatnya Jalan ibukota akhirnya mereka sampai di rumah Salman."Terima kasih sudah mengantarku pulang, tugas utamamu tetap untuk mengawasi Kanaya. Jangan sampai ada lelaki lain yang mendekati apalagi menyakitinya, untuk hari ini aku beri kamu uang di luar pembayaran tugas utama karena sudah mengantar ku pulang," ucap Salman."Terima kasih banyak, Tuan. Saya akan mengawasi istri anda dengan baik."Salman pun memberikan uang kepada orang itu dan tak lama kemudian orang itu pun pergi meninggalkan rumah Salman, saat masuk ke dalam rumah ia disambut oleh gadis kecilnya."Papa, mana tante cantik? Katanya Papa mau bawa pulang tante cantik," ucap Syafana."Tante cantik belum bisa pulang sekarang, Sayang. Ana sabar ya, Papa sedang berusaha membujuknya," ucap Salman."Tante cantik pasti