"Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Salman."Pasien kehilangan banyak darah dan harus segera mendapat transfusi darah, tetapi stok golongan darah o sedang tidak ada di rumah sakit ini," ucap dokter."Ya Tuhan golongan darahku A, bagaimana ini. Apa tidak bisa cari ke bank darah?" yang Salman panik."Saya akan menghubungi kakak kandungnya, Dok. Semoga bisa membantu," ucap Aslan."Iya, pastikan secepatnya sebab pasien tidak bisa menunggu lama," ucap dokter.Aslan menganggukkan kepalanya dan menghubungi nomor Arthur, sementara Salman hanya mengusap kasar wajahnya dalam keadaan panik seperti itu tidak terpikirkan sama sekali tentang kedua Kakak Kanaya. Sebab selama pernikahan Salman tidak pernah melihat salah satu dari mereka datang untuk menjenguk Kanaya ke rumahnya, ia pun tidak punya nomor ponsel kedua kakak iparnya itu.Di seberang sana Arthur mengangkat panggilan telepon dari Aslan, ia begitu terkejut dengan apa yang dikatakan Aslan tentang adiknya."Halo Assalamualaikum, Ka
"Syukurlah kau sadar, Nay. Aku sangat takut kau tidak kuat bertahan," ucap Aslan.Salman tak mampu berkata apa-apa, Ia menekan bel agar dokter dan suster datang untuk memeriksa keadaan Kanaya. Wanita cantik yang baru saja menjadi ibu itu hanya diam dan menatap ke sekeliling ruangan.Tak ada satupun jawaban yang keluar dari mulut Kanaya hingga dokter dan perawat pun datang, semua orang yang ada di ruangan itu diminta untuk keluar saat Kanaya diperiksa, tak lama kemudian dokter dan perawat pun keluar setelah selesai memeriksa Kanaya."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Salman."Keadaannya cukup baik daripada sebelumnya, tetapi belum bisa banyak diajak bicara. Sepertinya pasien masih syok jadi biarkan dia perlahan untuk lebih tenang setelah mengingat semua kejadian yang telah di lalui," ucap dokter."Tidak terjadi amnesia atau lain-lain kan, Dokter?" tanya Salman."Tidak, karena yang terluka kan punggungnya tidak ada benturan apapun di bagian kepala jadi ingatannya tidak bermas
"Aslan tolong jangan seperti ini, Mama takut melihatmu," ucap Saida seraya memeluk Aslan."Keluarkan paman Salman dari ruangan ini kalau Mama tidak mau melihat aku membunuhnya!" ucap Aslan yang masih di selimuti emosi."Kenapa aku yang harus keluar dari ruangan ini, aku suaminya!" ucap Salman tak kalah emosi."Salman kamu lebih dewasa, tolong keluar dulu sebentar sampai Aslan tidak emosi lagi. Perasaan juga harus memberikan waktu untuk Kanaya, sejak tadi dia tidak ingin ada di dekatmu, mungkin nanti jika dia sudah lebih tenang baru dia mau ada di dekatmu," ucap Saida.Mendengar ucapan sang kakak, Salman pun menatap sendu wajah sang istri yang pucat dan sedang memejamkan matanya. Akhirnya pria itu pun mengalah untuk keluar dari ruangan tersebut dan membawa anaknya pulang terlebih dahulu."Aku titip Kanaya, jangan sampai Aslan melakukan hal yang tidak-tidak padanya," ucap Salman."Aslan tidak mungkin melakukan hal itu, apalagi dalam keadaan Kanaya yang tidak berdaya. Di sini juga ada Ar
Samuel membawa Salman ke dalam kamarnya, ia tak menyangka jika sahabatnya itu kembali dalam keadaan terpuruk karena ulahnya sendiri. Akhirnya ia menyadari jika ia sudah jatuh cinta kepada Kanaya sang istri kecilnya, tetapi rupanya hal itu terlambat. "Kanaya, jangan pergi ...."Samuel menghela nafasnya mendengar Salman yang bergurau saat tidur, rupanya alam bawah sadarnya sangat takut jika sang istri pergi meninggalkannya."Aku tidak tahu harus apa untuk membantumu, Salman. Sudah lama aku memperingatkan mu agar kamu tidak menyakitinya, agar kamu menyadari perasaanmu padanya. Namun, peringatan dariku tidak kau dengar dan akhirnya kau menyesal," ucap Samuel.Dokter Tampan itu rela menginap di rumah sahabatnya karena tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada sahabatnya itu.Sementara di sisi lain, Kanaya sudah kembali sadar dan membuka matanya. Kali ini yang ia lihat hanyalah Aslan dan Arthur di dalam kamar tersebut, Saida sudah pulang, Salman pun membawa Syafana pulang."Kenapa kamu m
Hari-hari berlalu Kanaya masih sama seperti biasa, mengurung diri di kamar dan tidak ingin bertemu dengan Salman ataupun Syafana. Hal itu membuat Syafana murung dan Salman merasa sangat bersalah.Satu minggu sudah Kanaya berada di rumah itu dan dia merasa kondisi tubuhnya sudah semakin membaik. Ia meraih dompet berisi ATM dan data diri, memasukan kedalam tas berisi izajah dan dokumen-dokumen penting miliknya lalu keluar kamar mencari keberadaan Bi Imah."Bi, aku minta tolong boleh," ucap Kanaya."Minta tolong apa, Non?" tanya Bi Imah."Tolong jagain Saddam, sudah tahu kan takaran susu yang dia perlukan. Aku ada urusan sebentar keluar," ucap Kanaya.Bi Imah teringat dengan kejadian yang sebelumnya, Kanaya menitipkan Sadam dan mengatakan ada keperluan keluar sebentar, tetapi nyatanya malah ikut dalam penyelamatan Syafana dan membuat dirinya dalam bahaya."Beneran cuma sebentar, Non? Apa sudah izin pada Pak Salman?" tanya Bi Imah."Beneran, Bi. Kalau nggak percaya tanya aja ke Salman," u
Salman keluar dari mobil dan mencari Kanaya ke seluruh penjuru pasar, tetapi setelah mengitari pasar kesana kamari ia tak menemukan istri kecilnya itu."Kanaya, ke mana aku harus mencari mu? Kau boleh membenci ku, kau boleh menghukum ku, tapi tolong jangan pergi dariku seperti ini," ucap Salman dengan hati yang sangat hancur.Karena tidak menemukan Kanaya di pasar tersebut, akhirnya Salman buat masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju kantor polisi. Lelaki berwajah tampan itu melaporkan kehilangan orang, tetapi karena Kanaya hilang belum satu kali 24 jam maka laporannya tidak bisa diproses."Kenapa tidak bisa di proses? Istri saya benar-benar meninggalkan rumah dan saya butuh polisi untuk mencarinya!" ucap Salman emosi."Kami hanya mengikuti peraturan, Pak. Jika belum satu kali 24 jam belum bisa kami proses," ucap polisi."Dasar polisi gak guna!" ucap Salman pergi meninggalkan kantor polisi dengan emosi.Ia pulang ke rumah untuk melihat keadaan kedua anaknya, lelaki berwajah tampa
Kanaya tiba di sebuah desa yang jauh dari pusat kota, ia mencari tempat yang bisa ia sewa dan juga berniat mencari pekerjaan."Permisi, Bu. Saya sedang mencari kontrakan atau kos-kosan, apa disini ada kontrakan atau Kos-kosan yang murah, yang kamarnya kecil juga tidak apa-apa," ucap Kanaya."Oh kebetulan kakak saya punya kontrakan, mau saya antarkan untuk melihat?" tanya ibu-ibu berbaju biru tersebut."Boleh, terima kasih banyak, Bu."Kanaya pun diantarkan oleh ibu-ibu tersebut ke sebuah kontrakan, jejeran hunian kecil dengan masing-masing 1 ruang tamu, 1 kamar, dan 1 kamar mandi. Ada beberapa pasang pasutri tinggal di sana, bahkan ada yang sudah memiliki 1 anak. Ada juga yang masih lajang dan mengontrak dengan temannya."Gimana, Neng? Cocok sama tempatnya?" tanya pemilik kontrakan bernama Karsih."Iya, Bu. Saya ambil yang paling pojok ya!" ucap Kanaya."Ya sudah kalau gitu ini kuncinya, nanti kalau ada perlu apa-apa bilang saja!" ucap Bu Karsih."Terima kasih, Bu. Ini uang sewa selam
"Bagaimana? Apa kalian sudah menemukan jejak istriku?" tanya Salman melalui sambungan telepon."Ya, kami menemukan jejaknya. Dia naik kereta dari stasiun yang tak jauh dari pasar tradisional, lalu turun kemudian beberapa kali menaiki angkutan umum.""Lantas, dimana pemberhentian terakhir nya?" tanya Salman."Di sebuah desa yang cukup jauh dari pusat kota. Kami hari ini sedang mencari dimana ia tinggal.""Bagus, pastikan itu benar-benar istriku. Pantau dengan benar aku akan kesana jika sudah jelas informasinya," ucap Salman.Sambungan telepon di matikan, ia senang dengan cara kerja orang yang di rekomendasikan Haris-mantan kakak iparnya. Malam ini Salman pun bisa tidur dan menunggu info selanjutnya.Keesokan paginya, setelah mandi dan bersiap pergi ke kantor ia melihat bi Imah sepertinya kerepotan mengurus semuanya sendiri hingga tak sempat membuatkan sarapan."Sadam semalam rewel lagi, Bi?" tanya Salman."Sekarang sudah gak terlalu, Pak.""Syukurlah, Bibi kerepotan ngurus rumah ya! Na