"Tante cantik, Ayo kita pergi tinggalin papa bawa adik bayi juga, Ana nggak mau punya Papa jahat!" ucap Syafana seraya menggenggam tangan Kanaya."Ana nggak boleh ngomong gitu, Papa gak jahat kok," ucap Kanaya membujuk Syafana.Salman mendekat kearah Syafana dan berusaha meraih tangan anaknya itu, tetapi Syafana menepis dan menolak dekat dengan Salman."Ana, dengarkan Papa. Ini masalah orang dewasa, nanti kalau Ana sudah besar baru mengerti. Sekarang Ana pulang dengan bude Saida ya!" ucap Salman membujuk Syafana."Gak mau! Pokoknya aku mau sama Tante cantik di sini. Nanti kalau aku ikut bude Saida gak akan bisa ketemu Tante cantik lagi, kalau Tante cantik pergi nanti siapa yang bantu aku bikin pr, siapa yang bikinin bekal cantik untuk aku," ucap Syafana.Karena mendengar Salman memintakan Ayah untuk pergi, Syafana menjadi tantrum. Gadis kecil itu terus menangis tak ingin pulang, tak ingin pisah dari Kanaya. Hingga pihak rumah sakit ikut membujuk, tetapi tidak ada yang berhasil. Akhir
"Kamu yakin, Nay?" tanya Haris."Iya, Om. Karena Syafana gak mau aku tinggal, jadi aku di beri waktu satu bulan lagi. Aku akan gunakan waktu itu untuk memberikan lebih banyak kasih sayang dan perhatian untuk anak ini," ucap Kanaya."Aku yakin Hani juga tidak akan senang jika melihat cara Salman memperlakukan kamu," ucap Haris."Mau gimana lagi, mungkin ini memang sudah takdir aku. Seperti yang aku katakan, aku sudah terbiasa jadi aku tidak merasakan sakit lagi dengan perlakuan suamiku," ucap Kanaya.Haris dan istrinya pun mengangguk, mereka memberikan kado untuk bayi Kanaya. Haris dan istrinya tidak bisa melupakan kebaikan Arya semasa hidupnya, Jadi mereka juga tidak melupakan pesan dari Arya yang menitipkan Kanaya secara tidak langsung kepada mereka."Kasian banget kamu, Nay. Kamu yang hamil selama 9 bulan, kamu yang melahirkan dengan mempertaruhkan nyawa, tapi anak ini begitu lahir wajahnya malah fotokopian Salman," ucap Lina."Iya, Tante. Gak ada mirip-mirip nya sama aku ya," ucap
"Kenapa saya di pecat, apa salah saya, Pak Salman?" tanya Anita."Kesalahan yang masih sama dan berulang kali kamu lakukan, apa kamu tidak sadar!" ucap Salman.Anita menggelengkan kepalanya, ia tak mengerti kesalahan apa yang telah ia buat hingga membuat Salman kesal dan berujung memecatnya. Saat Salman masuk ke ruangannya Anita mengikuti masih tidak rela di pecat oleh bos yang selama ini ia sukai itu."Pak, tolong beri saya kesempatan. Saya bahkan tidak tahu dimana kesalahan saya," ucap Anita."Sudah berapa kali kamu mencampuri urusan rumah tangga saya dan sudah berapa kali saya peringatkan padamu, kamu bisa saya pecat karena hal itu," ucap Salman.Anita menghentikan langkah kakinya, ia mematung mendengar ucapan Salman. Tidak menyangka jika bosnya mempersalahkan hal itu, ia pikir setelah perjanjian pernikahan dengan kanaya selesai tidak akan membuat Salman marah ketika Anita berkomentar seperti itu."Pak, Saya minta maaf dan saya ...."Belum sempat Anita selesai bicara, Salman sudah
"Iya, kau sudah mulai mencintai Kanaya namun, tapi hatimu enggan untukku mengakui itu," ucap Samuel."Apa kau sudah berubah profesi, Samuel. Kau tidak terlihat seperti dokter, tapi lebih terlihat seperti cenayang atau dukun," ucap Salman."Terserah apa katamu, yang jelas aku hanya ingin memberitahu nikmati saja hari-harimu dengan cinta itu. Kanaya sudah menunjukkan dia bisa jadi istri dan ibu yang baik, jangan sampai setelah dia pergi kamu baru menyesal dan menyadari nya, seperti lagu Roma irama yang berjudul kehilangan," ucap Samuel."Kenapa jadi lagu Roma irama?" tanya Salman mengerutkan keningnya."Ya, kalau sudah tiada baru terasa bahwa kehadirannya sangat berharga," ucap Samuel.Salman hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan sahabatnya itu, entah sejak kapan sama yang berubah sampai mengerti lagu dangdut.Waktu demi waktu terus berlalu, kehangatan Kanaya berubah menjadi dingin. Semenjak Salman bersikukuh ingin berpisah dengannya membuat Kanaya hanya peduli kepada Syafana d
"Jangan bercanda! Bagaimana bisa hal itu terjadi?" tanya Salman tak percaya.Salman begitu terkejut ketika mendapat telepon dari Saida sang kakak, wanita paruh baya itu mengabarkan jika Syafana hilang saat menghadiri pesta ulang tahun cucu temannya di sebuah Mall. Salman langsung bergegas menuju Mall tempat Saida mengajak anaknya menghadiri ulang tahun tersebut, dengan kecepatan tinggi Salman membawa kendaraannya tanpa memikirkan keselamatannya sendiri.Sesampainya di mall tersebut ia langsung mencari keberadaan sang kakak, ternyata Saida berada di pusat informasi dan sedang melihat rekaman CCTV."Kak, Apa yang terjadi?" tanya Salman."Salman, Maafkan Aku. Tadi semua baik-baik saja sampai pesta ulang tahun itu selesai, karena aku ingin buang air kecil aku meminta Ana menunggu di tempat permainan anak, saat aku kembali ke tempat permainan anak Ana sudah tidak ada," ucap Saida dengan penuh rasa bersalah.Salman mengusap kasar wajahnya, lalu menatap rekaman CCTV yang ada di hadapannya.
"Tapi apa?" tanya Salman."Kami masih memantau, apakah orang ini berpindah tempat atau tetap di sana," ucap orang suruhan Salman."Aku tidak mau tahu, sekarang juga selamatkan anakku dan tangkap penculik itu!" ucap Salman."Sabar, Tuan. Tunggu kabar sebentar lagi, kita tidak bisa gegabah mendatangi orang itu jika ingin anak Tuan pulang dengan selamat," ucap orang suruhan Salman.Akhirnya bapak dari dua anak itu pun menuruti apa kata orang suruhannya, mereka duduk bersama di ruang tamu dan menyusun strategi untuk penyelamatan Syafana. Sementara Kanaya dengan hati yang hancur masuk ke dalam kamarnya, ia menciumi baby Sadam dan kembali menuliskan banyak hal layaknya sebuah wasiat.Diam-diam Kanaya mendengarkan percakapan Salman dan anak buahnya, mereka sudah memastikan dimana Syafana berada dan akan segera bergerak untuk menyelamatkan anak itu."Bi Imah, saya boleh minta tolong?" tanya Kanaya menghampiri Bi Imah di dapur."Minta tolong apa, Non?" tanya Bi Imah."Tolong jaga Sadam, saya m
"Kanaya!" teriak Salman saat melihat istrinya menarik Anita dengan kuat dari belakang hingga terjatuh kelantai.Door ...."Tante cantik ...!" teriak Ana yang terkejut dengan kehadiran kanaya dan suara tembakan hingga akhirnya gadis kecil itu pingsan karena sangat terkejut.Suara tembakan menggema membuat jantung Salman hampir copot, beruntung tembakan itu tidak mengarah ke Syafana. Karena Kanaya menarik Anita hingga membuat tembakan itu mengenai atap bangunan tersebut."Selamatkan, Ana. Bawa dia keluar!" ucap Kanaya yang sedang berusaha merebut pistol dari tangan Anita.Salman mengeluarkan belati yang sejak tadi dia simpan di belakang tubuhnya, lelaki berwajah tampan itu membuka tali yang mengikat tubuh sang anak dengan belati tersebut lalu ingin membawa Syafana keluar, ia menatap Kanaya yang masih bergulat dengan Anita, mereka sama-sama berebut meraih pistol yang terjatuh di lantai."Cepat bawa Ana keluar sebelum anak buah perempuan ini menghalangi.""Bagaimana denganmu?" tanya Salma
"Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Salman."Pasien kehilangan banyak darah dan harus segera mendapat transfusi darah, tetapi stok golongan darah o sedang tidak ada di rumah sakit ini," ucap dokter."Ya Tuhan golongan darahku A, bagaimana ini. Apa tidak bisa cari ke bank darah?" yang Salman panik."Saya akan menghubungi kakak kandungnya, Dok. Semoga bisa membantu," ucap Aslan."Iya, pastikan secepatnya sebab pasien tidak bisa menunggu lama," ucap dokter.Aslan menganggukkan kepalanya dan menghubungi nomor Arthur, sementara Salman hanya mengusap kasar wajahnya dalam keadaan panik seperti itu tidak terpikirkan sama sekali tentang kedua Kakak Kanaya. Sebab selama pernikahan Salman tidak pernah melihat salah satu dari mereka datang untuk menjenguk Kanaya ke rumahnya, ia pun tidak punya nomor ponsel kedua kakak iparnya itu.Di seberang sana Arthur mengangkat panggilan telepon dari Aslan, ia begitu terkejut dengan apa yang dikatakan Aslan tentang adiknya."Halo Assalamualaikum, Ka
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu