"Jangan bercanda! Bagaimana bisa hal itu terjadi?" tanya Salman tak percaya.Salman begitu terkejut ketika mendapat telepon dari Saida sang kakak, wanita paruh baya itu mengabarkan jika Syafana hilang saat menghadiri pesta ulang tahun cucu temannya di sebuah Mall. Salman langsung bergegas menuju Mall tempat Saida mengajak anaknya menghadiri ulang tahun tersebut, dengan kecepatan tinggi Salman membawa kendaraannya tanpa memikirkan keselamatannya sendiri.Sesampainya di mall tersebut ia langsung mencari keberadaan sang kakak, ternyata Saida berada di pusat informasi dan sedang melihat rekaman CCTV."Kak, Apa yang terjadi?" tanya Salman."Salman, Maafkan Aku. Tadi semua baik-baik saja sampai pesta ulang tahun itu selesai, karena aku ingin buang air kecil aku meminta Ana menunggu di tempat permainan anak, saat aku kembali ke tempat permainan anak Ana sudah tidak ada," ucap Saida dengan penuh rasa bersalah.Salman mengusap kasar wajahnya, lalu menatap rekaman CCTV yang ada di hadapannya.
"Tapi apa?" tanya Salman."Kami masih memantau, apakah orang ini berpindah tempat atau tetap di sana," ucap orang suruhan Salman."Aku tidak mau tahu, sekarang juga selamatkan anakku dan tangkap penculik itu!" ucap Salman."Sabar, Tuan. Tunggu kabar sebentar lagi, kita tidak bisa gegabah mendatangi orang itu jika ingin anak Tuan pulang dengan selamat," ucap orang suruhan Salman.Akhirnya bapak dari dua anak itu pun menuruti apa kata orang suruhannya, mereka duduk bersama di ruang tamu dan menyusun strategi untuk penyelamatan Syafana. Sementara Kanaya dengan hati yang hancur masuk ke dalam kamarnya, ia menciumi baby Sadam dan kembali menuliskan banyak hal layaknya sebuah wasiat.Diam-diam Kanaya mendengarkan percakapan Salman dan anak buahnya, mereka sudah memastikan dimana Syafana berada dan akan segera bergerak untuk menyelamatkan anak itu."Bi Imah, saya boleh minta tolong?" tanya Kanaya menghampiri Bi Imah di dapur."Minta tolong apa, Non?" tanya Bi Imah."Tolong jaga Sadam, saya m
"Kanaya!" teriak Salman saat melihat istrinya menarik Anita dengan kuat dari belakang hingga terjatuh kelantai.Door ...."Tante cantik ...!" teriak Ana yang terkejut dengan kehadiran kanaya dan suara tembakan hingga akhirnya gadis kecil itu pingsan karena sangat terkejut.Suara tembakan menggema membuat jantung Salman hampir copot, beruntung tembakan itu tidak mengarah ke Syafana. Karena Kanaya menarik Anita hingga membuat tembakan itu mengenai atap bangunan tersebut."Selamatkan, Ana. Bawa dia keluar!" ucap Kanaya yang sedang berusaha merebut pistol dari tangan Anita.Salman mengeluarkan belati yang sejak tadi dia simpan di belakang tubuhnya, lelaki berwajah tampan itu membuka tali yang mengikat tubuh sang anak dengan belati tersebut lalu ingin membawa Syafana keluar, ia menatap Kanaya yang masih bergulat dengan Anita, mereka sama-sama berebut meraih pistol yang terjatuh di lantai."Cepat bawa Ana keluar sebelum anak buah perempuan ini menghalangi.""Bagaimana denganmu?" tanya Salma
"Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Salman."Pasien kehilangan banyak darah dan harus segera mendapat transfusi darah, tetapi stok golongan darah o sedang tidak ada di rumah sakit ini," ucap dokter."Ya Tuhan golongan darahku A, bagaimana ini. Apa tidak bisa cari ke bank darah?" yang Salman panik."Saya akan menghubungi kakak kandungnya, Dok. Semoga bisa membantu," ucap Aslan."Iya, pastikan secepatnya sebab pasien tidak bisa menunggu lama," ucap dokter.Aslan menganggukkan kepalanya dan menghubungi nomor Arthur, sementara Salman hanya mengusap kasar wajahnya dalam keadaan panik seperti itu tidak terpikirkan sama sekali tentang kedua Kakak Kanaya. Sebab selama pernikahan Salman tidak pernah melihat salah satu dari mereka datang untuk menjenguk Kanaya ke rumahnya, ia pun tidak punya nomor ponsel kedua kakak iparnya itu.Di seberang sana Arthur mengangkat panggilan telepon dari Aslan, ia begitu terkejut dengan apa yang dikatakan Aslan tentang adiknya."Halo Assalamualaikum, Ka
"Syukurlah kau sadar, Nay. Aku sangat takut kau tidak kuat bertahan," ucap Aslan.Salman tak mampu berkata apa-apa, Ia menekan bel agar dokter dan suster datang untuk memeriksa keadaan Kanaya. Wanita cantik yang baru saja menjadi ibu itu hanya diam dan menatap ke sekeliling ruangan.Tak ada satupun jawaban yang keluar dari mulut Kanaya hingga dokter dan perawat pun datang, semua orang yang ada di ruangan itu diminta untuk keluar saat Kanaya diperiksa, tak lama kemudian dokter dan perawat pun keluar setelah selesai memeriksa Kanaya."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Salman."Keadaannya cukup baik daripada sebelumnya, tetapi belum bisa banyak diajak bicara. Sepertinya pasien masih syok jadi biarkan dia perlahan untuk lebih tenang setelah mengingat semua kejadian yang telah di lalui," ucap dokter."Tidak terjadi amnesia atau lain-lain kan, Dokter?" tanya Salman."Tidak, karena yang terluka kan punggungnya tidak ada benturan apapun di bagian kepala jadi ingatannya tidak bermas
"Aslan tolong jangan seperti ini, Mama takut melihatmu," ucap Saida seraya memeluk Aslan."Keluarkan paman Salman dari ruangan ini kalau Mama tidak mau melihat aku membunuhnya!" ucap Aslan yang masih di selimuti emosi."Kenapa aku yang harus keluar dari ruangan ini, aku suaminya!" ucap Salman tak kalah emosi."Salman kamu lebih dewasa, tolong keluar dulu sebentar sampai Aslan tidak emosi lagi. Perasaan juga harus memberikan waktu untuk Kanaya, sejak tadi dia tidak ingin ada di dekatmu, mungkin nanti jika dia sudah lebih tenang baru dia mau ada di dekatmu," ucap Saida.Mendengar ucapan sang kakak, Salman pun menatap sendu wajah sang istri yang pucat dan sedang memejamkan matanya. Akhirnya pria itu pun mengalah untuk keluar dari ruangan tersebut dan membawa anaknya pulang terlebih dahulu."Aku titip Kanaya, jangan sampai Aslan melakukan hal yang tidak-tidak padanya," ucap Salman."Aslan tidak mungkin melakukan hal itu, apalagi dalam keadaan Kanaya yang tidak berdaya. Di sini juga ada Ar
Samuel membawa Salman ke dalam kamarnya, ia tak menyangka jika sahabatnya itu kembali dalam keadaan terpuruk karena ulahnya sendiri. Akhirnya ia menyadari jika ia sudah jatuh cinta kepada Kanaya sang istri kecilnya, tetapi rupanya hal itu terlambat. "Kanaya, jangan pergi ...."Samuel menghela nafasnya mendengar Salman yang bergurau saat tidur, rupanya alam bawah sadarnya sangat takut jika sang istri pergi meninggalkannya."Aku tidak tahu harus apa untuk membantumu, Salman. Sudah lama aku memperingatkan mu agar kamu tidak menyakitinya, agar kamu menyadari perasaanmu padanya. Namun, peringatan dariku tidak kau dengar dan akhirnya kau menyesal," ucap Samuel.Dokter Tampan itu rela menginap di rumah sahabatnya karena tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada sahabatnya itu.Sementara di sisi lain, Kanaya sudah kembali sadar dan membuka matanya. Kali ini yang ia lihat hanyalah Aslan dan Arthur di dalam kamar tersebut, Saida sudah pulang, Salman pun membawa Syafana pulang."Kenapa kamu m
Hari-hari berlalu Kanaya masih sama seperti biasa, mengurung diri di kamar dan tidak ingin bertemu dengan Salman ataupun Syafana. Hal itu membuat Syafana murung dan Salman merasa sangat bersalah.Satu minggu sudah Kanaya berada di rumah itu dan dia merasa kondisi tubuhnya sudah semakin membaik. Ia meraih dompet berisi ATM dan data diri, memasukan kedalam tas berisi izajah dan dokumen-dokumen penting miliknya lalu keluar kamar mencari keberadaan Bi Imah."Bi, aku minta tolong boleh," ucap Kanaya."Minta tolong apa, Non?" tanya Bi Imah."Tolong jagain Saddam, sudah tahu kan takaran susu yang dia perlukan. Aku ada urusan sebentar keluar," ucap Kanaya.Bi Imah teringat dengan kejadian yang sebelumnya, Kanaya menitipkan Sadam dan mengatakan ada keperluan keluar sebentar, tetapi nyatanya malah ikut dalam penyelamatan Syafana dan membuat dirinya dalam bahaya."Beneran cuma sebentar, Non? Apa sudah izin pada Pak Salman?" tanya Bi Imah."Beneran, Bi. Kalau nggak percaya tanya aja ke Salman," u