Salman curiga jika itu adalah Arta dan Maya, lelaki berwajah tampan itu langsung menelpon anak buahnya untuk melakukan penjagaan ketat di sekitar rumahnya. Salman tak ingin anak atau istrinya celaka karena perbuatan Arta dan Maya, ia yakin jika dua manusia itu masih menyimpan dendam kepada keluarga mereka. Apalagi setelah kejadian viral tersebut dan kini keduanya sama-sama tak memiliki pekerjaan.Setelah anak buahnya mengabari jika mereka sudah berada di sekitaran rumah Salman, lelaki berwajah tampan itu pun kembali melajukan mobilnya menuju supermarket."Mereka mengikuti aku?" gumam Salman saat melihat spion mobil.Mobil hitam yang tadi terparkir di depan rumah kosong di dekat rumahnya kini mengikuti mobilnya, tetapi Salman merasa tenang dan hanya tersenyum simpul."Aku ingin tahu sejauh mana kamu menggangguku!" gumam Salman.Jalan yang biasanya tidak terlalu sepi kini terasa sepi karena sudah malam, tetapi mobil itu hanya mengikutinya hingga ia sampai di sebuah supermarket."Aku ti
"Bagaimana keadaan suami saya sekarang?" tanya Kanaya."Masih di tangani dokter, Bu.""Share lokasi kalian, aku akan kesana sekarang," ucap Kanaya."Jangan pergi sendiri, Bu. Biarkan salah satu dari kami menjemput ibu karena takut orang itu datang dan mengganggu ibu.""Ya sudah kalau begitu, cepat jemput!"Kanaya mematikan sambungan teleponnya, lalu mengganti pakaian dan bersiap untuk pergi. Ia menitipkan anaknya kepada Bi Imah, tak ingin jika dia pergi terjadi sesuatu pada kedua anaknya."Bi, Saya mau pergi ke rumah sakit titip anak-anak ya!" ucap Kanaya."Siapa yang sakit, Non?" tanya Bi Imah."Suami saya, tadi Dia pamit untuk ke supermarket, tapi sudah 1 jam lebih Saya menunggu dia nggak pulang-pulang. Saya telepon nomornya ternyata yang mengangkat orang dan memberi kabar jika suami saya ditikam orang dan sekarang sedang ditangani dokter di rumah sakit," ucap Kanaya."Innalilahi, siapa yang menikam pak Salman ya?" tanya Bi Imah."Saya juga nggak tahu, Bi. Pasti nanti akan saya cari
"Arta, Arta. Bangun!" ucap Maya."Ada apa sih? Aku masih ngantuk," jawab Arta."Itu ada yang ketuk pintu!" ucap Maya.Arta mengucek matanya, suara ketukan pintu itu terdengar kembali. Maya takut yang datang adalah polisi karena tidak ada orang lain yang mungkin mencari keberadaannya.Arta yang masih merasa sangat ngantuk berjalan menuju pintu tanpa pikir panjang, Maya menahan tangan lelaki itu agar Arta tak membuka pintunya."Kamu mau kemana?" tanya Maya."Mau buka pintu lah, mau lihat siapa yang ganggu tidur kita," ucap Arta."Bagaimana kalau itu polisi?" tanya Maya.Tubuh Arta menegang saat mendengar ucapan Maya, ia kembali mengucek matanya dan baru sadar dengan situasi yang sedang ia hadapi. Lelaki itu kembali memundurkan langkahnya lalu membuka gorden dan melihat ke arah sekitar.Suara ketukan pintu kembali terdengar, Arta mengajak Maya untuk pergi dari motel tersebut melalui jendela. Maya mengganggu karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain kabur dari tempat tersebut.Per
Dunia Arta hancur karena ulahnya sendiri, kebenciannya pada Kanaya membuat ia gelap mata dan kini harus kehilangan istri dan anak yang ia cinta. Mendekam dalam jeruji besi tanpa ada yang mau membantu memberikan jaminan untuknya.Setelah kepergian Tyas, lelaki itu kembali ke dalam sel. Duduk memeluk lutut dengan tatapan kosong, ingatannya kembali pada masa kecilnya dulu saat sang ibu pergi untuk selamanya."Ibu, tidak ada yang sayang Arta selain ibu," gumam Arta dalam hati.Sejak kecil ia merasa lebih dekat dan manja pada ibunya sebab ayahnya memang sibuk bekerja, Arta dan Arthur meskipun mereka terlahir kembar. Namun, kepribadian mereka sangat berbeda.Arthur yang supel dan pintar di sukai banyak teman, sementara Arta pendiam dan tidak memiliki banyak teman bahkan ia sering mendapat perundungan tanpa di ketahui Arthur dan hanya ibunya yang selalu menenangkannya saat ia sedih."Andai ibu tidak melahirkan Kanaya, sampai saat ini aku akan bahagia hidup dengan ibu. Ibu pasti melakukan apa
Lima Tahun kemudian"Aslan, Minggu depan Sadam ulang tahun. Antar mama ke mall cari kado yuk!" ucap Saida.Lelaki pemilik manik coklat itu membuka kaca mata lalu meletakkannya diatas meja, ia segera menutup laptop saat sang mama berjalan menghampirinya.Kebiasaanya menghabiskan waktu libur di ruang kerja, selain seorang pengusaha Aslan Athalla Adhitama juga memiliki sebuah situs game online."Mau cari kado apa, Mah?" tanya Aslan."Anak laki-laki umur lima tahun, paling sukanya mainan. Mama mau beli miniatur pesawat tempur," ucap Saida."Memang Sadam suka perang-perangan?" tanya Aslan."Ya, Salman yang mengenalkan anaknya pada dunia seperti itu. Aslan, sudah lima tahun Kanaya menikah dengan Salman mereka hidup bahagia, apa kamu belum juga bisa melupakannya?" tanya Saida.Aslan tersenyum memandang wajah sendu sang mama, ia tahu ada kekhawatiran yang begitu besar terpancar dari tatapan wanita yang telah melahirkannya itu. Saida tahu betul Kanaya cinta pertama yang sulit di lupakan oleh
"Bagaimana bisa dia menjatuhkan KTP nya, pasti dia akan mencari karena ini sangat penting," gumam Aslan.Aslan menyimpan KTP milik driver cantik itu, ia berniat mengembalikan ke alamat yang tertera di KTP jika sudah selesai mengantar sang mama mencari kado.Aslan kembali ke niat awalnya, mengambil dompet dan ponsel yang tertinggal di dalam mobil setelah itu memasukan KTP driver cantik itu ke dalam dompetnya. Aslan pun kembali berjalan ke dalam mall menyusul sang mama mencari kado untuk sepupu kecilnya."Udah dapat yang cocok, Mah?" tanya Aslan."Ini cocok gak? Dulu mama pernah beliin buat kamu, tapi sekarang modelnya jauh lebih bagus," ucap Saida memperlihatkan sebuah miniatur kapal pesiar."Mama bilang mau beliin miniatur pesawat tempur," ucap Aslan."Iya tadinya, tapi pas lihat ini malah suka. Gini aja deh, yang miniatur pesawat tempur beli juga buat titipan kado Aisy," ucap Saida."Yaudah terserah Mama deh!" ucap Aslan."Kamu sendiri mau beliin apa buat Sadam?" tanya Saida."Entahl
"Hafsha, mana uang setoran!""Bang, saya belum dapat uang. Bisa nanti malam tidak?" tanya Hafsha."Gak bisa, biasanya juga jam segini.""Sekarang saya belum dapat uang, Bang. Saya usahain nanti malam ada," ucap Hafsha."Alasan aja Lo, kalau nanti malam bayarnya double. Soalnya bikin gue dua kali kesini."Hafsa menghela nafas berat, rasanya muak di datangi para lelaki itu dan membayar setoran setiap hari. Namun, hutangnya tak kunjung lunas.Aslan menatap wanita cantik di hadapannya, wajahnya terlihat lelah dan putus asa. Ia menjadi ingin tahu setoran apa yang harus wanita itu bayar pada orang-orang lelaki tersebut."Jangan double, Bang. Saya ngojek gak dapat banyak uangnya," ucap Hafsa."Kalau gitu motor Lo aja jadi jaminan.""Jangan, Bang. Nanti saya gak bisa ngojek lagi, tadi beneran gak dapat uang soalnya baru dapat dua tarikan saya kehilangan KTP jadi nyari-ktp dulu," ucap Hafsa."Maaf jika saya lancang, berapa yang harus kamu setor hari ini?" tanya Aslan."Seratus ribu," ucap lela
"Tidak ada yang tertinggal, aku hanya ingin memberi ini," ucap Aslan menyodorkan segepok uang berwarna merah.Tentu saja Hafsa terkejut melihat apa yang ada di tangan pria tampan tersebut, ia tidak mengerti Apa maksud pria itu memberikan uang yang begitu banyak kepadanya."Untuk apa ini, Mas Aslan?" tanya Hafsa."Untuk membayarkan utangmu pada rentenir, ini jumlahnya tiga juta," ucap Aslan.Saat pria Tampan itu pamit untuk pulang, rupanya ia masih memikirkan nasib hutang driver cantik tersebut. Sehingga saat melewati sebuah mesin ATM ia pun berhenti dan menarik uang di mesin tersebut lalu kembali kerumah Hafsa.Hafsa tidak percaya dengan apa yang ia dengar, bagaimana ada orang yang baru kenal dengannya begitu baik memberi uang untuk membantunya melunasi hutang. Jaman sekarang tidak ada yang gratis, ia takut pria tampan di hadapannya ada maksud lain."Maaf Mas Aslan, saya memang butuh uang itu. Namun, kita baru kenal rasanya sangat tidak masuk akal jika saya mendapat uang cuma-cuma dari
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu