"Tidak ada yang tertinggal, aku hanya ingin memberi ini," ucap Aslan menyodorkan segepok uang berwarna merah.Tentu saja Hafsa terkejut melihat apa yang ada di tangan pria tampan tersebut, ia tidak mengerti Apa maksud pria itu memberikan uang yang begitu banyak kepadanya."Untuk apa ini, Mas Aslan?" tanya Hafsa."Untuk membayarkan utangmu pada rentenir, ini jumlahnya tiga juta," ucap Aslan.Saat pria Tampan itu pamit untuk pulang, rupanya ia masih memikirkan nasib hutang driver cantik tersebut. Sehingga saat melewati sebuah mesin ATM ia pun berhenti dan menarik uang di mesin tersebut lalu kembali kerumah Hafsa.Hafsa tidak percaya dengan apa yang ia dengar, bagaimana ada orang yang baru kenal dengannya begitu baik memberi uang untuk membantunya melunasi hutang. Jaman sekarang tidak ada yang gratis, ia takut pria tampan di hadapannya ada maksud lain."Maaf Mas Aslan, saya memang butuh uang itu. Namun, kita baru kenal rasanya sangat tidak masuk akal jika saya mendapat uang cuma-cuma dari
"Gak masalah sama sekali, buruh proyek juga manusia. Lagipula aku juga cuma driver ojol, cocoknya berteman dengan buruh proyek bukan dengan CEO perusahaan," ucap Hafsa sambil tersenyum.Gadis itu memakai kembali helm di kepalanya lalu naik keatas motor, ia bersiap untuk pergi meninggalkan lokasi proyek tersebut."Lagian siapa sih yang bakal nolak berteman sama buruh proyek yang ganteng dan baik hati seperti kamu," ucap Hafsa tersenyum lalu menyalakan mesin motornya."Aku pergi ya, besok aku datang di jam yang sama bayar hutang dan bawain makanan buat kamu. Dah assalamualaikum," gadis itu pergi tanpa memberi Aslan kesempatan untuk berbicara.Aslan tersenyum dan menggelengkan kepala melihat kepergian driver cantik itu, "Waalaikumsalam."Setelah driver cantik itu tak terlihat lagi, Aslan memandangi kotak makanan yang ada di tangannya dan membawanya masuk ke dalam lokasi pembangunan.Pria berwajah tampan itu melepas atribut proyek lalu masuk ke dalam mobil, ia membuka kotak makanan dan te
"Wah, akhirnya ada wanita yang bisa meluluhkan hati pengeran es ini," ucap Kanaya terkekeh."Dia bukan pacarku, kami tidak pernah pacaran," ucap Aslan menatap Feli dengan tatapan dingin.Seketika suasana berubah menjadi canggung, Aslan berjalan mencari kursi yang masih kosong lalu Feli mengejarnya. Saida dan Lingga hanya menghela nafas melihat sikap dingin anak mereka, sementara Aisy tak ingin ambil pusing ia berdiri di sebelah Syafana dan mengajak gadis itu berbincang."Aunty, Aisy. Tante yang tadi gak cocok sama Om Aslan," ucap Syafana."Ana, kenapa bilang gitu?" tanya Kanaya."Aku pernah liat Tante itu marah-marah sama pedagang kecil, orang yang suka marah-marah kan bukan orang baik," ucap Syafana."Kapan dan Dimana Ana lihat dia marah-marah?" tanya Aisy penasaran.Syafana pun akhirnya bercerita, beberapa hari yang lalu saat di sekolah Ana menunggu supir menjemputnya pulang sekolah. Kebetulan di sebrang jalan ada seorang pedagang bakso tusuk dan temannya membeli bakso itu. Tak lama
[Aslan, maaf hari ini aku tidak bisa membayar hutang. Ibuku masuk rumah sakit] pesan masuk dari Hafsa ke ponsel Aslan membuat pria berwajah tampan itu sedikit khawatir.[Jangan pikirkan hutang, bagaimana keadaan ibumu sekarang?] Balas Aslan.[Masih di periksa dokter, tadi saat aku ingin pergi menemui mu ibuku tiba-tiba pingsan.][Kamu di rumah sakit mana sekarang, Sha? Kirim share location!] balas Aslan.Hafsa membalas pesan Aslan mengirimkan lokasi dimana kini ia berada, setelah mendapat balasan pesan dari gadis itu Aslan pun berjalan menuju mobil melupakan Feli."Aslan, ngapain kamu mau masuk mobil lagi? Kan kita mau makan!" ucap Feli."Sorry, sepertinya kamu harus makan sendiri. Aku ada urusan lain," ucap Aslan."Maksud kamu apa? Kamu ninggalin aku sendiri di sini?" tanya Feli."Sorry, Fel. Aku benar-benar harus pergi karena ada hal yang lebih penting," ucap Aslan lalu masuk ke dalam mobil.Tak di sangka Feli ikut masuk ke mobil, duduk di sebelah Aslan dan marah pada lelaki berwaja
Hafsa menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah mewah, ia menghela nafas dan turun dari motor menghampiri security yang berjaga di gerbang."Ada apa Mbak?" tanya security."Tolong buka gerbangnya, saya ingin bertemu dengan pemilik rumah. Antoni Wijaya," ucap Hafsa."Apa Mbak sudah membuat janji?" tanya security."Belum, katakan saja Hafsa Kalimatunnisa ingin bertemu," ucap gadis itu."Tunggu sebentar, saya panggilan Pak Antoni."Hafsa menundukan kepala, ia memainkan jemari dengan jantung berdebar. Dalam diam menahan rasa sesak di dada, demi membiayai rumah sakit sang ibu ia rela menemui orang yang selama ini sangat ia benci.Setelah cukup lama menunggu, seorang lelaki paruh baya yang terlihat masih tampan dan gagah keluar bersama security. Lalu gerbang di buka dan Hafsa di izinkan masuk."Sasha, sudah besar kau rupanya. Kapan terakhir kali kita bertemu, apa yang membawamu datang kesini?" tanya Antoni pria paruh baya di hadapan Hafsa."Aku tidak ingat kapan terakhir kali kita be
"Sha, aku harus pulang sekarang. Kalau kamu butuh bantuanku jangan ragu untuk menghubungi aku ya!" ucap Aslan."Ya terima kasih, Aslan."Aslan mengangguk dan meninggalkan rumah sakit itu. Saat menerima telpon dari sang mama ia begitu terkejut mendengar Feli mengadu pada mama nya jika Aslan berbuat jahat padanya, kini Feli dan mamanya berada di rumahnya.Aslan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena ingin cepat sampai rumah, ia tak ingin wanita itu berbuat kasar pada mama nya. Baru beberapa kali bertemu Aslan sudah bisa menilai sikap asli gadis itu seperti apa.Sesampainya di rumah, lelaki berwajah tampan itu langsung mencari keberadaan sang mama. Ia menghela nafas ketika melihat mama nya duduk di sofa ruang tamu bersama Feli dan mamanya."Assalamualaikum Mah, dia gak ngapa-ngapain mama kan?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, apa sih kamu ini. Baru datang udah nanya kaya gitu," ucap Saida."Aku khawatir sama mama, takut dia berbuat kasar pada mama," ucap Aslan."Aku gak mungki
Meskipun ragu, tetapi Hafsa akhirnya menelpon Aslan dan meminta pria berwajah tampan itu datang ke rumah sakit menemui sang ibu sesuai permintaan wanita paruh baya itu.Setelah mendapat telepon dari Hafsa, Aslan pun langsung datang ke rumah sakit saat jam istirahat kerja. Ia pikir gadis itu akan meminta bantuannya mengenai biaya rumah sakit, tetapi ternyata ibu nya lah yang ingin bertemu Aslan."Assalamualaikum," ucap Aslan saat memasuki ruang rawat Bu Aminah."Waalaikumsalam," jawab Hafsa dan Bu Aminah.Di ruangan itu terlihat Hafsa sedang duduk di hadapan sang ibu, gadis cantik itu tengah membersihkan kulit tubuh sang ibu menggunakan air hangat dan waslap."Sha, apa kamu perlu bantuanku?" tanya Aslan."Bukan aku, tapi ibu yang ingin bicara sama kamu," ucap Hafsa.Gadis cantik itu bangun dan membawa bak kecil berisi air ke kamar mandi, ia sudah selesai mengelap tubuh sang ibu dan kini giliran Aslan yang duduk di depan wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah itu."Aslan, terima
Aslan dan Hafsa keluar untuk berbicara empat mata, ada hal ingin di sampaikan gadis itu pada Aslan tanpa di ketahui oleh ibunya. Ia pun mengajak Aslan ke kantin rumah sakit sekaligus untuk makan siang."Kamu belum makan siang, Sha?" tanya Aslan."Belum sempat, sekarang aja sekalian ngobrol sama kamu. Kamu mau pesan apa?" tanya Hafsa."Nasi goreng aja," ucap Aslan.Mereka pun memesan makanan dan menunggu makanan itu jadi, Hafsa terlihat berkali-kali menarik nafas dan menghembuskannya membuat Aslan tersenyum menatap gadis itu.Aslan tahu gadis itu sedang memikirkan permintaan sang ibu, ia pasti ingin menolak dan mengajak Aslan berbicara di kantin agar sang ibu tidak tahu tentang pembicaraan itu."Aslan, aku gak tahu haru bicara dari mana. Kamu tahu permintaan ibu tidak masuk akal, kita belum lama kenal tidak mungkin untuk menikah," ucap Hafsa."Kenapa tidak mungkin?" tanya Aslan dengan nada datar."Ya gak mungkin, kita kenal aja baru, terus gak pacaran. Masa tiba-tiba nikah, kan menikah
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu