Aslan dan Hafsa keluar untuk berbicara empat mata, ada hal ingin di sampaikan gadis itu pada Aslan tanpa di ketahui oleh ibunya. Ia pun mengajak Aslan ke kantin rumah sakit sekaligus untuk makan siang."Kamu belum makan siang, Sha?" tanya Aslan."Belum sempat, sekarang aja sekalian ngobrol sama kamu. Kamu mau pesan apa?" tanya Hafsa."Nasi goreng aja," ucap Aslan.Mereka pun memesan makanan dan menunggu makanan itu jadi, Hafsa terlihat berkali-kali menarik nafas dan menghembuskannya membuat Aslan tersenyum menatap gadis itu.Aslan tahu gadis itu sedang memikirkan permintaan sang ibu, ia pasti ingin menolak dan mengajak Aslan berbicara di kantin agar sang ibu tidak tahu tentang pembicaraan itu."Aslan, aku gak tahu haru bicara dari mana. Kamu tahu permintaan ibu tidak masuk akal, kita belum lama kenal tidak mungkin untuk menikah," ucap Hafsa."Kenapa tidak mungkin?" tanya Aslan dengan nada datar."Ya gak mungkin, kita kenal aja baru, terus gak pacaran. Masa tiba-tiba nikah, kan menikah
"Aslan, beri aku waktu untuk berpikir," ucap Hafsa."Ya, pikirkan matang-matang. Namun, satu yang harus kamu ingat, aku ingin menikahimu karena ingin menyempurnakan ibadahku."Hafsa terdiam, baru kali ini ia mendengar laki-laki yang melamar perempuan dan ingin menikahinya karena ibadah. Aslan tidak mengumbar kata cinta, tidak juga menjanjikan banyak hal. Lelaki itu hanya berjanji pada Tuhannya untuk tidak menyakiti wanita yang kelak akan menjadi istrinya.Aslan membayar makanan saat Hafsa masih terdiam, gadis itu benar-benar di buat terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut pria yang biasanya irit bicara.Setelah makanan di bayar mereka pun kembali ke ruang rawat Bu Aminah, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat putrinya masih bersama pria yang ia anggap baik dan ia inginkan jadi menantunya."Bu, Aslan pamit pulang dulu. Besok Aslan kesini lagi, Aslan sudah melamar Sasha tadi, doakan agar anak ibu mau menerima Aslan sebagai suaminya," ucap Aslan."Terima kasih, Aslan. Ib
"Setiap orang memiliki masa lalu, tapi yang terpenting adalah bagaimana masa depan. Jadi bagi mama biarkanlah masa lalu orang tuanya menjadi pelajaran untuk kalian, yang penting sekarang memikirkan bagaimana masa depan kalian," ucap Saida.Aslan tersenyum mendengar jawaban sang mama, dia bersyukur memiliki orang tua yang begitu bijak dan tidak pernah memandang orang dari masa lalu yang buruk. Restu dari kedua orang tua sudah ia dapatkan, masa lalu orang tua Hafsah tak jadi penghalang, kini tinggal menunggu keputusan wanita cantik tersebut. Keesokan harinya seperti biasa jam istirahat kerja Aslan mendatangi rumah sakit tempat di mana Aminah dirawat, keadaan masih sama seperti kemarin belum ada perubahan yang baik dari kondisi Aminah. "Sha, apa kamu belum bisa memutuskan kapan akan menikah dengan Aslan?" tanya Aminah."Bu, menikah itu adalah sesuatu yang sakral. Aku harus memikirkan semuanya dengan matang," ucap Hafsa."Kamu benar, tapi Ibu takut jika Allah mencabut nyawa Ibu sebelum
[Kemana?] Balas Aslan.[Nanti kau akan tahu, pulang kerja setelah beristirahat datanglah ke rumah sakit.] Setelah membaca pesan itu Aslan tidak membalasnya lagi, sebab ia sudah memulai rapatnya dengan klien. Kemudian pria tampan itu kembali disibukkan dengan tumpukan berkas-berkas di meja kerjanya hingga akhirnya sore pun tiba."Aku belum membeli cincin untuk mahar yang di minta Sasha, ternyata hari ini cukup banyak pekerjaan," gumam Aslan seraya melihat benda bulat yang melingkar di pergelangan tangannya.Ia merapikan pekerjaannya lalu berjalan keluar gedung perusahaan, semua karyawan menundukan kepala saat Aslan lewat, banyak wanita cantik di perusahaan itu yang menyukai dan mengidam-idamkan pria tampan tersebut. Namun, tak ada satupun dari mereka bisa membuat hati Aslan bergetar.Hafsa seorang driver cantik yang hidupnya cukup malang, justru membuat Aslan simpati dengan kehidupannya hingga akhirnya ia mulai menyadari jika telah jatuh hati pada gadis itu.Hanya dia satu-satunya gad
Mendengar ucapan Antoni membuat Hafsa sangat kesal, gadis itu pun menarik tangan Aslan dan membawa lelaki itu untuk pergi dari rumah lelaki paruh baya yang merupakan ayah kandungnya tersebut.Aslan hanya mengikuti langkah Hafsa sambil tersenyum menatap gadis itu, tiba-tiba Antoni mengejar langkah mereka dan tidak mengizinkan Hafsa pergi karena belum selesai bicara."Mau kemana kalian, aku belum selesai bicara," ucap Antoni."Aku sudah selesai bicara dan aku tidak mau mendengar apapun yang keluar dari mulutmu. Aku datang kesini hanya untuk memintamu menjadi wali nikahku, bukan meminta pendapatmu tentang siapa lelaki yang lebih pantas menikah denganku!" ucap Hafsa."Begini kah cara Aminah mendidikmu, Sha? Kau anakku, jadi sudah sepantasnya aku mencarikan jodoh terbaik untukmu. Aku tak ingin melihat kau hidup susah setelah menikah dengan buruh proyek seperti dia!" ucap Antoni seraya menunjuk wajah Aslan dengan jarinya.Aslan tersenyum tipis melihat wajah Antoni, sementara Hafsa mengepalk
"Besok, Mah. Kita langsung ke rumah sakit untuk akad nikah," ucap Aslan."Kamu sudah menghubungi penghulu?" tanya Lingga."Belum sempat, Pah," jawab Aslan."Ya sudah nanti Papa hubungi teman Papa, kebetulan dia penghulu," ucap Lingga."Makasih, Pah."Setelah makan malam selesai Aslan pun istirahat di kamar sambil berbalas pesan dengan Hafsa, ia memberitahu gadis itu jika pernikahan akan segera di langsungkan besok, orang tua Aslan sudah merestui dan akan datang ke rumah sakit besok bersama penghulu.Hafsa hanya bisa menghela nafas membaca pesan dari Aslan, ia terus memandangi sang ibu yang masih terpejam dengan alat-alat kesehatan menempel pada tubuhnya.Gadis itu tidak menyangka akan menikah besok, selama ini ia berpikir tidak akan menikah karena takut mengalami apa yang dialami ibunya. Ia tak pernah berpikir jika ada seorang lelaki baik seperti Aslan yang datang dalam hidupnya."Ibu, aku sudah menuruti keinginan ibu. Besok aku dan Aslan akan menikah, aku tidak tahu ini keputusan ben
"Aslan," ucap Hafsa dengan lirih.Gadis itu terkejut hampir tak percaya, doa nya di kabulkan Tuhan, Aslan datang dan membatalkan pernikahannya dengan lelaki yang ia anggap lebih pantas jadi ayahnya. Jantung Hafsa berdebar kencang saat Aslan berjalan mendekat padanya, semua mata memandang kearah pria berwajah tampan tersebut, pria itu ternyata tidak datang sendiri ada beberapa orang lelaki yang ikut bersamanya."Siapa kamu, berani-beraninya mengatakan pernikahan ini tidak sah?" tanya Gerald."Aku Aslan Athalla Adhitama, calon suami Sasha," ucap Aslan seraya menarik Hafsa dalam pelukannya.Gerald melebarkan bola matanya mendengar pria itu menyebutkan namanya, ia tambah terkejut ketika melihat Lingga Adhitama ada di antara lelaki yang datang bersama Aslan.Nama keluarga Adhitama tidak asing di telinga para pebisnis, apalagi mereka tahu keluarga Adhitama memiliki hubungan keluarga dengan keluarga Alfarizi. Gerald memang belum pernah bertemu dengan Aslan, tetapi ia tahu bahwa pria itu adal
"Cukup, lebih baik kamu pergi dari sini sekarang. Tugasmu sebagai seorang ayah sudah selesai," ucap Hafsa."Sha, perusahaan Papa hampir bangkrut dan hanya keluarga suamimu yang bisa menyelamatkan. Sebagai seorang anak harusnya kamu bujuk keluarga suamimu untuk membantu Papa," ucap Antoni."Sebagai anak yang kamu telantarkan maksudmu? Kenapa aku harus membujuk keluarga suamiku untuk membantumu, tidak ingatkah kamu saat aku memohon bantuan untuk biaya rumah sakit ibu kau malah mengusirku, tidak ingatkah kamu saat ibu meminta bantuan untuk biaya rumah sakit adik kau mengusirnya hingga adikku meninggal saat itu!" ucap Hafsa dengan nada mulai meninggi.Wanita berparas cantik itu sangat kesal dengan kelakuan ayah kandungnya yang selama ini menelantarkannya, sekarang malah meminta bantuan keluarga lelaki yang baru saja sah menjadi suaminya. Hafsa malu pada Aslan dan keluarganya, ia takut keluarga lelaki yang baru saja sah menjadi suaminya itu menganggap Hafsa hanya memanfaatkan Aslan."Aslan