[Aslan, maaf hari ini aku tidak bisa membayar hutang. Ibuku masuk rumah sakit] pesan masuk dari Hafsa ke ponsel Aslan membuat pria berwajah tampan itu sedikit khawatir.[Jangan pikirkan hutang, bagaimana keadaan ibumu sekarang?] Balas Aslan.[Masih di periksa dokter, tadi saat aku ingin pergi menemui mu ibuku tiba-tiba pingsan.][Kamu di rumah sakit mana sekarang, Sha? Kirim share location!] balas Aslan.Hafsa membalas pesan Aslan mengirimkan lokasi dimana kini ia berada, setelah mendapat balasan pesan dari gadis itu Aslan pun berjalan menuju mobil melupakan Feli."Aslan, ngapain kamu mau masuk mobil lagi? Kan kita mau makan!" ucap Feli."Sorry, sepertinya kamu harus makan sendiri. Aku ada urusan lain," ucap Aslan."Maksud kamu apa? Kamu ninggalin aku sendiri di sini?" tanya Feli."Sorry, Fel. Aku benar-benar harus pergi karena ada hal yang lebih penting," ucap Aslan lalu masuk ke dalam mobil.Tak di sangka Feli ikut masuk ke mobil, duduk di sebelah Aslan dan marah pada lelaki berwaja
Hafsa menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah mewah, ia menghela nafas dan turun dari motor menghampiri security yang berjaga di gerbang."Ada apa Mbak?" tanya security."Tolong buka gerbangnya, saya ingin bertemu dengan pemilik rumah. Antoni Wijaya," ucap Hafsa."Apa Mbak sudah membuat janji?" tanya security."Belum, katakan saja Hafsa Kalimatunnisa ingin bertemu," ucap gadis itu."Tunggu sebentar, saya panggilan Pak Antoni."Hafsa menundukan kepala, ia memainkan jemari dengan jantung berdebar. Dalam diam menahan rasa sesak di dada, demi membiayai rumah sakit sang ibu ia rela menemui orang yang selama ini sangat ia benci.Setelah cukup lama menunggu, seorang lelaki paruh baya yang terlihat masih tampan dan gagah keluar bersama security. Lalu gerbang di buka dan Hafsa di izinkan masuk."Sasha, sudah besar kau rupanya. Kapan terakhir kali kita bertemu, apa yang membawamu datang kesini?" tanya Antoni pria paruh baya di hadapan Hafsa."Aku tidak ingat kapan terakhir kali kita be
"Sha, aku harus pulang sekarang. Kalau kamu butuh bantuanku jangan ragu untuk menghubungi aku ya!" ucap Aslan."Ya terima kasih, Aslan."Aslan mengangguk dan meninggalkan rumah sakit itu. Saat menerima telpon dari sang mama ia begitu terkejut mendengar Feli mengadu pada mama nya jika Aslan berbuat jahat padanya, kini Feli dan mamanya berada di rumahnya.Aslan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena ingin cepat sampai rumah, ia tak ingin wanita itu berbuat kasar pada mama nya. Baru beberapa kali bertemu Aslan sudah bisa menilai sikap asli gadis itu seperti apa.Sesampainya di rumah, lelaki berwajah tampan itu langsung mencari keberadaan sang mama. Ia menghela nafas ketika melihat mama nya duduk di sofa ruang tamu bersama Feli dan mamanya."Assalamualaikum Mah, dia gak ngapa-ngapain mama kan?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, apa sih kamu ini. Baru datang udah nanya kaya gitu," ucap Saida."Aku khawatir sama mama, takut dia berbuat kasar pada mama," ucap Aslan."Aku gak mungki
Meskipun ragu, tetapi Hafsa akhirnya menelpon Aslan dan meminta pria berwajah tampan itu datang ke rumah sakit menemui sang ibu sesuai permintaan wanita paruh baya itu.Setelah mendapat telepon dari Hafsa, Aslan pun langsung datang ke rumah sakit saat jam istirahat kerja. Ia pikir gadis itu akan meminta bantuannya mengenai biaya rumah sakit, tetapi ternyata ibu nya lah yang ingin bertemu Aslan."Assalamualaikum," ucap Aslan saat memasuki ruang rawat Bu Aminah."Waalaikumsalam," jawab Hafsa dan Bu Aminah.Di ruangan itu terlihat Hafsa sedang duduk di hadapan sang ibu, gadis cantik itu tengah membersihkan kulit tubuh sang ibu menggunakan air hangat dan waslap."Sha, apa kamu perlu bantuanku?" tanya Aslan."Bukan aku, tapi ibu yang ingin bicara sama kamu," ucap Hafsa.Gadis cantik itu bangun dan membawa bak kecil berisi air ke kamar mandi, ia sudah selesai mengelap tubuh sang ibu dan kini giliran Aslan yang duduk di depan wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah itu."Aslan, terima
Aslan dan Hafsa keluar untuk berbicara empat mata, ada hal ingin di sampaikan gadis itu pada Aslan tanpa di ketahui oleh ibunya. Ia pun mengajak Aslan ke kantin rumah sakit sekaligus untuk makan siang."Kamu belum makan siang, Sha?" tanya Aslan."Belum sempat, sekarang aja sekalian ngobrol sama kamu. Kamu mau pesan apa?" tanya Hafsa."Nasi goreng aja," ucap Aslan.Mereka pun memesan makanan dan menunggu makanan itu jadi, Hafsa terlihat berkali-kali menarik nafas dan menghembuskannya membuat Aslan tersenyum menatap gadis itu.Aslan tahu gadis itu sedang memikirkan permintaan sang ibu, ia pasti ingin menolak dan mengajak Aslan berbicara di kantin agar sang ibu tidak tahu tentang pembicaraan itu."Aslan, aku gak tahu haru bicara dari mana. Kamu tahu permintaan ibu tidak masuk akal, kita belum lama kenal tidak mungkin untuk menikah," ucap Hafsa."Kenapa tidak mungkin?" tanya Aslan dengan nada datar."Ya gak mungkin, kita kenal aja baru, terus gak pacaran. Masa tiba-tiba nikah, kan menikah
"Aslan, beri aku waktu untuk berpikir," ucap Hafsa."Ya, pikirkan matang-matang. Namun, satu yang harus kamu ingat, aku ingin menikahimu karena ingin menyempurnakan ibadahku."Hafsa terdiam, baru kali ini ia mendengar laki-laki yang melamar perempuan dan ingin menikahinya karena ibadah. Aslan tidak mengumbar kata cinta, tidak juga menjanjikan banyak hal. Lelaki itu hanya berjanji pada Tuhannya untuk tidak menyakiti wanita yang kelak akan menjadi istrinya.Aslan membayar makanan saat Hafsa masih terdiam, gadis itu benar-benar di buat terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut pria yang biasanya irit bicara.Setelah makanan di bayar mereka pun kembali ke ruang rawat Bu Aminah, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat putrinya masih bersama pria yang ia anggap baik dan ia inginkan jadi menantunya."Bu, Aslan pamit pulang dulu. Besok Aslan kesini lagi, Aslan sudah melamar Sasha tadi, doakan agar anak ibu mau menerima Aslan sebagai suaminya," ucap Aslan."Terima kasih, Aslan. Ib
"Setiap orang memiliki masa lalu, tapi yang terpenting adalah bagaimana masa depan. Jadi bagi mama biarkanlah masa lalu orang tuanya menjadi pelajaran untuk kalian, yang penting sekarang memikirkan bagaimana masa depan kalian," ucap Saida.Aslan tersenyum mendengar jawaban sang mama, dia bersyukur memiliki orang tua yang begitu bijak dan tidak pernah memandang orang dari masa lalu yang buruk. Restu dari kedua orang tua sudah ia dapatkan, masa lalu orang tua Hafsah tak jadi penghalang, kini tinggal menunggu keputusan wanita cantik tersebut. Keesokan harinya seperti biasa jam istirahat kerja Aslan mendatangi rumah sakit tempat di mana Aminah dirawat, keadaan masih sama seperti kemarin belum ada perubahan yang baik dari kondisi Aminah. "Sha, apa kamu belum bisa memutuskan kapan akan menikah dengan Aslan?" tanya Aminah."Bu, menikah itu adalah sesuatu yang sakral. Aku harus memikirkan semuanya dengan matang," ucap Hafsa."Kamu benar, tapi Ibu takut jika Allah mencabut nyawa Ibu sebelum
[Kemana?] Balas Aslan.[Nanti kau akan tahu, pulang kerja setelah beristirahat datanglah ke rumah sakit.] Setelah membaca pesan itu Aslan tidak membalasnya lagi, sebab ia sudah memulai rapatnya dengan klien. Kemudian pria tampan itu kembali disibukkan dengan tumpukan berkas-berkas di meja kerjanya hingga akhirnya sore pun tiba."Aku belum membeli cincin untuk mahar yang di minta Sasha, ternyata hari ini cukup banyak pekerjaan," gumam Aslan seraya melihat benda bulat yang melingkar di pergelangan tangannya.Ia merapikan pekerjaannya lalu berjalan keluar gedung perusahaan, semua karyawan menundukan kepala saat Aslan lewat, banyak wanita cantik di perusahaan itu yang menyukai dan mengidam-idamkan pria tampan tersebut. Namun, tak ada satupun dari mereka bisa membuat hati Aslan bergetar.Hafsa seorang driver cantik yang hidupnya cukup malang, justru membuat Aslan simpati dengan kehidupannya hingga akhirnya ia mulai menyadari jika telah jatuh hati pada gadis itu.Hanya dia satu-satunya gad