"Sha, aku harus pulang sekarang. Kalau kamu butuh bantuanku jangan ragu untuk menghubungi aku ya!" ucap Aslan."Ya terima kasih, Aslan."Aslan mengangguk dan meninggalkan rumah sakit itu. Saat menerima telpon dari sang mama ia begitu terkejut mendengar Feli mengadu pada mama nya jika Aslan berbuat jahat padanya, kini Feli dan mamanya berada di rumahnya.Aslan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena ingin cepat sampai rumah, ia tak ingin wanita itu berbuat kasar pada mama nya. Baru beberapa kali bertemu Aslan sudah bisa menilai sikap asli gadis itu seperti apa.Sesampainya di rumah, lelaki berwajah tampan itu langsung mencari keberadaan sang mama. Ia menghela nafas ketika melihat mama nya duduk di sofa ruang tamu bersama Feli dan mamanya."Assalamualaikum Mah, dia gak ngapa-ngapain mama kan?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, apa sih kamu ini. Baru datang udah nanya kaya gitu," ucap Saida."Aku khawatir sama mama, takut dia berbuat kasar pada mama," ucap Aslan."Aku gak mungki
Meskipun ragu, tetapi Hafsa akhirnya menelpon Aslan dan meminta pria berwajah tampan itu datang ke rumah sakit menemui sang ibu sesuai permintaan wanita paruh baya itu.Setelah mendapat telepon dari Hafsa, Aslan pun langsung datang ke rumah sakit saat jam istirahat kerja. Ia pikir gadis itu akan meminta bantuannya mengenai biaya rumah sakit, tetapi ternyata ibu nya lah yang ingin bertemu Aslan."Assalamualaikum," ucap Aslan saat memasuki ruang rawat Bu Aminah."Waalaikumsalam," jawab Hafsa dan Bu Aminah.Di ruangan itu terlihat Hafsa sedang duduk di hadapan sang ibu, gadis cantik itu tengah membersihkan kulit tubuh sang ibu menggunakan air hangat dan waslap."Sha, apa kamu perlu bantuanku?" tanya Aslan."Bukan aku, tapi ibu yang ingin bicara sama kamu," ucap Hafsa.Gadis cantik itu bangun dan membawa bak kecil berisi air ke kamar mandi, ia sudah selesai mengelap tubuh sang ibu dan kini giliran Aslan yang duduk di depan wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah itu."Aslan, terima
Aslan dan Hafsa keluar untuk berbicara empat mata, ada hal ingin di sampaikan gadis itu pada Aslan tanpa di ketahui oleh ibunya. Ia pun mengajak Aslan ke kantin rumah sakit sekaligus untuk makan siang."Kamu belum makan siang, Sha?" tanya Aslan."Belum sempat, sekarang aja sekalian ngobrol sama kamu. Kamu mau pesan apa?" tanya Hafsa."Nasi goreng aja," ucap Aslan.Mereka pun memesan makanan dan menunggu makanan itu jadi, Hafsa terlihat berkali-kali menarik nafas dan menghembuskannya membuat Aslan tersenyum menatap gadis itu.Aslan tahu gadis itu sedang memikirkan permintaan sang ibu, ia pasti ingin menolak dan mengajak Aslan berbicara di kantin agar sang ibu tidak tahu tentang pembicaraan itu."Aslan, aku gak tahu haru bicara dari mana. Kamu tahu permintaan ibu tidak masuk akal, kita belum lama kenal tidak mungkin untuk menikah," ucap Hafsa."Kenapa tidak mungkin?" tanya Aslan dengan nada datar."Ya gak mungkin, kita kenal aja baru, terus gak pacaran. Masa tiba-tiba nikah, kan menikah
"Aslan, beri aku waktu untuk berpikir," ucap Hafsa."Ya, pikirkan matang-matang. Namun, satu yang harus kamu ingat, aku ingin menikahimu karena ingin menyempurnakan ibadahku."Hafsa terdiam, baru kali ini ia mendengar laki-laki yang melamar perempuan dan ingin menikahinya karena ibadah. Aslan tidak mengumbar kata cinta, tidak juga menjanjikan banyak hal. Lelaki itu hanya berjanji pada Tuhannya untuk tidak menyakiti wanita yang kelak akan menjadi istrinya.Aslan membayar makanan saat Hafsa masih terdiam, gadis itu benar-benar di buat terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut pria yang biasanya irit bicara.Setelah makanan di bayar mereka pun kembali ke ruang rawat Bu Aminah, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat putrinya masih bersama pria yang ia anggap baik dan ia inginkan jadi menantunya."Bu, Aslan pamit pulang dulu. Besok Aslan kesini lagi, Aslan sudah melamar Sasha tadi, doakan agar anak ibu mau menerima Aslan sebagai suaminya," ucap Aslan."Terima kasih, Aslan. Ib
"Setiap orang memiliki masa lalu, tapi yang terpenting adalah bagaimana masa depan. Jadi bagi mama biarkanlah masa lalu orang tuanya menjadi pelajaran untuk kalian, yang penting sekarang memikirkan bagaimana masa depan kalian," ucap Saida.Aslan tersenyum mendengar jawaban sang mama, dia bersyukur memiliki orang tua yang begitu bijak dan tidak pernah memandang orang dari masa lalu yang buruk. Restu dari kedua orang tua sudah ia dapatkan, masa lalu orang tua Hafsah tak jadi penghalang, kini tinggal menunggu keputusan wanita cantik tersebut. Keesokan harinya seperti biasa jam istirahat kerja Aslan mendatangi rumah sakit tempat di mana Aminah dirawat, keadaan masih sama seperti kemarin belum ada perubahan yang baik dari kondisi Aminah. "Sha, apa kamu belum bisa memutuskan kapan akan menikah dengan Aslan?" tanya Aminah."Bu, menikah itu adalah sesuatu yang sakral. Aku harus memikirkan semuanya dengan matang," ucap Hafsa."Kamu benar, tapi Ibu takut jika Allah mencabut nyawa Ibu sebelum
[Kemana?] Balas Aslan.[Nanti kau akan tahu, pulang kerja setelah beristirahat datanglah ke rumah sakit.] Setelah membaca pesan itu Aslan tidak membalasnya lagi, sebab ia sudah memulai rapatnya dengan klien. Kemudian pria tampan itu kembali disibukkan dengan tumpukan berkas-berkas di meja kerjanya hingga akhirnya sore pun tiba."Aku belum membeli cincin untuk mahar yang di minta Sasha, ternyata hari ini cukup banyak pekerjaan," gumam Aslan seraya melihat benda bulat yang melingkar di pergelangan tangannya.Ia merapikan pekerjaannya lalu berjalan keluar gedung perusahaan, semua karyawan menundukan kepala saat Aslan lewat, banyak wanita cantik di perusahaan itu yang menyukai dan mengidam-idamkan pria tampan tersebut. Namun, tak ada satupun dari mereka bisa membuat hati Aslan bergetar.Hafsa seorang driver cantik yang hidupnya cukup malang, justru membuat Aslan simpati dengan kehidupannya hingga akhirnya ia mulai menyadari jika telah jatuh hati pada gadis itu.Hanya dia satu-satunya gad
Mendengar ucapan Antoni membuat Hafsa sangat kesal, gadis itu pun menarik tangan Aslan dan membawa lelaki itu untuk pergi dari rumah lelaki paruh baya yang merupakan ayah kandungnya tersebut.Aslan hanya mengikuti langkah Hafsa sambil tersenyum menatap gadis itu, tiba-tiba Antoni mengejar langkah mereka dan tidak mengizinkan Hafsa pergi karena belum selesai bicara."Mau kemana kalian, aku belum selesai bicara," ucap Antoni."Aku sudah selesai bicara dan aku tidak mau mendengar apapun yang keluar dari mulutmu. Aku datang kesini hanya untuk memintamu menjadi wali nikahku, bukan meminta pendapatmu tentang siapa lelaki yang lebih pantas menikah denganku!" ucap Hafsa."Begini kah cara Aminah mendidikmu, Sha? Kau anakku, jadi sudah sepantasnya aku mencarikan jodoh terbaik untukmu. Aku tak ingin melihat kau hidup susah setelah menikah dengan buruh proyek seperti dia!" ucap Antoni seraya menunjuk wajah Aslan dengan jarinya.Aslan tersenyum tipis melihat wajah Antoni, sementara Hafsa mengepalk
"Besok, Mah. Kita langsung ke rumah sakit untuk akad nikah," ucap Aslan."Kamu sudah menghubungi penghulu?" tanya Lingga."Belum sempat, Pah," jawab Aslan."Ya sudah nanti Papa hubungi teman Papa, kebetulan dia penghulu," ucap Lingga."Makasih, Pah."Setelah makan malam selesai Aslan pun istirahat di kamar sambil berbalas pesan dengan Hafsa, ia memberitahu gadis itu jika pernikahan akan segera di langsungkan besok, orang tua Aslan sudah merestui dan akan datang ke rumah sakit besok bersama penghulu.Hafsa hanya bisa menghela nafas membaca pesan dari Aslan, ia terus memandangi sang ibu yang masih terpejam dengan alat-alat kesehatan menempel pada tubuhnya.Gadis itu tidak menyangka akan menikah besok, selama ini ia berpikir tidak akan menikah karena takut mengalami apa yang dialami ibunya. Ia tak pernah berpikir jika ada seorang lelaki baik seperti Aslan yang datang dalam hidupnya."Ibu, aku sudah menuruti keinginan ibu. Besok aku dan Aslan akan menikah, aku tidak tahu ini keputusan ben