Semenjak peristiwa canggung tidak karuan itu, Sei menjadi semakin menaikkan gengsinya. Pesan dari Regan sengaja ia biarkan beberapa menit bahkan beberapa jam sebelum ia balas. Ia semakin kepikiran karena kala itu sakitnya tiba-tiba datang saat bersama Regan, ia jadi semakin tidak karuan.Mengingat bagaimana Regan mengetahui perasaannya yang sebenarnya sungguh tak bisa membuat Sei tidur nyenyak. Ia selalu tiba-tiba teriak dan memukul Mawar karena salah tingkah.Sementara itu Regan tak berbeda sama sekali. Lelaki itu tetap mengejar Sei seperti biasa. Untuk ukuran perempuan gengsian seperti Sei memang sedikit lebih lama mendapatkannya. Setelah mendapat arahan untuk segera menuju ke perpustakaan, Regan segera menuju perpustakaan dengan malas. Pembiasaan literasi di sekolahnya memang ada. Dari lantai dua perpustakaan, Regan mendengar suara berisik. Namun lelaki itu tak acuh dan memilih untuk berkumpul bersama teman satu kelasnya."Anak-anak, sekarang silakan kalian ambil satu cerita teks
Saat tidak ada suaminya di sisinya, Amira hanya bisa puas dengan kedua anaknya yang setia menunggunya. Sagara sedang menemani Sei bermain boneka yang dibelikan nenek mereka. Paling tidak, jika memang Amira harus pergi ia akan sedikit tenang karena Sagara sudah dewasa-walaupun belum waktunya. Seluruh hidupnya akan dihabiskan untuk menjaga adik kesayangannya. Melihat senyuman yang terpancar dari wajah Sei putri bungsunya membuat Amira memiliki semangat hidup. Walaupun tanpa suami di sampingnya, Amira masih memiliki kedua malaikat di dekatnya. Sei kecil-yang saat itu baru berusia enam tahun menatap ibunya dengan tatapan memelas. "Ma.. Sei mau main sama Mama," pinta Sei sedikit terkesan memaksa. Anak itu berjalan menuju brankar dimana ibunya terbaring lemas. Kalau sudah melihat putrinya menghampirinya dan mengerucutkan bibir, tak akan bisa Amira menolak. Dengan susah payah, Amira menegakkan tubuhnya dan sebisa mungkin turun dari brankar. "Sei mau main sama Mama ya, sayang?" Tanya sang i
"Aku takut."Dua kata itu sukses membuat Regan diam. Gadis ini memang susah. "Kalau ada percaya, ga ada yang perlu ditakutkan." Jawab Regan pahit. Namun nyatanya untuk kembali percaya dengan orang itu tidak semudah yang Regan pikir."Hmm? Harus jadi milik aku, supaya aku jagain kamu sepenuhnya. Kamu ga perlu lagi ngemis perhatian orang lain termasuk Sagara." Lanjut Regan meyakinkan Sei yang menunduk.Sei menatap Regan dalam, dari tatapan hangat itu Regan bisa mengartikan satu kata. Iya. Sei menyetujuinya. Lelaki itu membawa Sei ke pelukannya.***Memulai hari dengan wajah kecut, Sagara melangkah malas ke kelasnya. Hari ini hubungannya dengan Jehan kurang baik.Malam ini Sagara mengajak Jehan untuk menonton film. Saat perjalanan pulang, lelaki itu membuat kesalahan lagi. Padahal ia mengajak kekasihnya untuk bertemu karena sedang rindu.Tadi malam tepat di depan rumah Jehan, secara tidak sadar Sagara membentak gadisnya sampai ketakutan. Kalo kamu ngomongin dia sekali lagi di depan aku,
Setelah tidak mendapat celah untuk meminta maaf pada Jehan di sekolah, Sagara mau tak mau pergi ke rumah Jehan. Jaraknya yang tak terlalu jauh membuatnya yakin untuk melajukan mobilnya malam-malam.Sampai di depan rumah, Sagara berdehem kecil dan menekan bel rumah Jehan hati-hati. Tak lama setelah it terdengar derap langkah kaki dari arah dalam. Jehan dengan piyama warna biru dan celana di atas lutut membukakan pintu rumahnya dengan wajah datar nan dingin.Tahu kekasihnya masih marah, Sagara mengambil tangan Jehan dan menggenggamnya. "Aku ganggu kamu ya?" Tanya Sagara lembut. Jehan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Engga, kenapa malem-malem ke sini?" Tanya Jehan ikut basa basi.Sagara menghela nafas lelah, menyesal karena sikap Jehan yang terlewat dingin padanya. Andai saja kala itu ia tidak asal omong dan menyakiti hati gadisnya. Pasti sekarang ia dan Jehan masih telfonan di atas kasur."Keluar yuk, makan." Ajak Sagara mencoba terlihat seolah tidak ada apapun. Jehan melirik jam
Cuaca yang mendung mengharuskan Jehan untuk segera pulang. Namun untuk sekarang ia masih tak mau bicara dengan Sagara. Pasti ia akan bertemu dengan Sagara kalau keluar kelas. Sikapnya masih super dingin walaupun kemarin ia menemani Sagara makan malam. Memikirkan tentang siapa perempuan yang kala itu menghampiri mereka membuat kepala Jehan hampir pecah. Ia terus menangis saat malam hari karena takut akan ditinggal Sagara. Sementara itu, Sagara yang mengetahui Jehan masih di dalam kelas melangkah keluar dari sekolah dan menelfon seseorang. Tanpa menunggu lama, Sagara mendapati telfonnya sudah tersambung. Iya kak? "Dimana?" Tanya Sagara dengan nada dingin. Rahangnya yang kokoh membuat banyak pasang mata melihat dan meliriknya. Memang, sekelas Sagara selalu diperhatikan dari ujung kepala hingga kaki. Aku udah pulang, kenapa kak? "Ke taman kota sekarang. Kita ketemu di sana." Pungkas Sagara langsung mematikan telfon itu. Di seberang sana, Sei kebingungan. Namun ia juga amat senangnya
"SEI?!" Panggil Regan panik dengan menenteng helm di tangannya. Sambil mengatur nafasnya, lelaki itu menyusuri taman mencari keberadaan gadisnya. Dalam pikirannya Sei sudah kesakitan dan tidak karuan, tak ada secercah pikiran positif. "Hikss," Isak tangis itu seolah menjadi pemanggil Regan. Lelaki itu menemuka Sei sedang duduk dan menenggelamkan wajahnya dalam tumpukan tangan. "Asa.." panggil Regan sangat lembut. Lelaki itu menarik wajah Sei perlahan. "Sei kamu kenapa bisa ada di sini?!" Tanya Regan tak sadar setengah teriak pada Sei. Gadis itu menatap Regan dengan mata sembabnya. Regan makin marah dibuatnya. Melihat Sei menangis lagi apalagi saat Sei sudah menjadi miliknya merupakan sebuah belati untuknya. "Kenapa ga bilang ke aku mau ke sini? Kan aku bisa nganterin kamu, Sa! Sekarang bilang siapa yang bikin kamu kaya gini?!" Untuk menjawab pertanyaan itu saja Sei tidak sanggup. Cewek itu masih saja menangis terisak walaupun sudah sangat lelah. "Siapa?" Ulang Regan sekali lagi.
Pukul setengah sembilan malam, Regan berpamitan memasuki kamarnya terlebih dulu karena merasa pusing dan bersin-bersin. Alya hanya bisa mengangguk dan menjaga Regan malam ini. Otaknya lelah memikirkan bagaimana bisa Regan mengetahui soal hubungannya dengan mantan kekasihnya. Memang, Regan tidak bisa dikendalikan.Alya pun sangat penasaran. Gadis seperti apa, sebaik apa, dan secantik apa yang mampu membuat Regan benar-benar bertekuk lutut seperti ini. Sudah menjadi rahasia umum kalau Regan dan Alya sudah menjalin hubungan perjodohan. Buktinya bahkan Sagara juga tahu-walaupun tidak kenal dengan Regan. Namun entah karena cewek yang menjadi pacar Regan itu mau menjadi simpanan atau bagaimana Alya tidak tahu.Membawa semangkuk air dan juga beberapa kain, Alya memasuki kamar Regan dengan hati-hati. Dilihatnya Regan yang terbalut selimut sambil tertidur resah. Alya memesan obat demam lewat ojek online. Sekitar lima menit lagi pasti sampai. Pembantu di rumah itu pun hanya bisa pasrah, Regan t
Sei mengetuk pintu rumah besar di hadapannya. Sehabis pulang sekolah ia langsung menuju ke rumah Regan. Bahkan ia sampai tidak bekerja hari ini untuk menjenguk Regan.Menunggu beberapa menit, akhirnya pintu itu dibukakan oleh seorang pembantu di rumah Regan. Dengan menyinggung senyuman sopan ibu itu menyapa Sei. "Sore Non, ada apa ya?"Sei tersenyum kikuk dan menjawab "Mau jenguk Kak Regan Bu, katanya lagi sakit ya?" Tanya Sei sopan. Sang pembantu itu segera membukakan pintu lebar dan mempersilakan Sei masuk. Gadis itu mengikuti arah kaki dan sampai di depan kamar Regan."Temennya Si Aden ya?" Tanya Bi Asih. Sei mengangguk membenarkan dan tersenyum manis.Tok tok..Bunyi dari luar pintu sama sekali tidak dihiraukan oleh orang yang ada di dalam. Regan hanya melirik ke arah pintu lalu kembali sibuk menelfon Sei."Saya aja Bi, nanti juga dibukain kok," ujar Sei menenangkan Bi Asih. Pembantu itu mengangguk dan berbalik. Di depan kamar Regan, Sei membuka data handphonenya dengan kesal samb