Pukul setengah sembilan malam, Regan berpamitan memasuki kamarnya terlebih dulu karena merasa pusing dan bersin-bersin. Alya hanya bisa mengangguk dan menjaga Regan malam ini. Otaknya lelah memikirkan bagaimana bisa Regan mengetahui soal hubungannya dengan mantan kekasihnya. Memang, Regan tidak bisa dikendalikan.Alya pun sangat penasaran. Gadis seperti apa, sebaik apa, dan secantik apa yang mampu membuat Regan benar-benar bertekuk lutut seperti ini. Sudah menjadi rahasia umum kalau Regan dan Alya sudah menjalin hubungan perjodohan. Buktinya bahkan Sagara juga tahu-walaupun tidak kenal dengan Regan. Namun entah karena cewek yang menjadi pacar Regan itu mau menjadi simpanan atau bagaimana Alya tidak tahu.Membawa semangkuk air dan juga beberapa kain, Alya memasuki kamar Regan dengan hati-hati. Dilihatnya Regan yang terbalut selimut sambil tertidur resah. Alya memesan obat demam lewat ojek online. Sekitar lima menit lagi pasti sampai. Pembantu di rumah itu pun hanya bisa pasrah, Regan t
Sei mengetuk pintu rumah besar di hadapannya. Sehabis pulang sekolah ia langsung menuju ke rumah Regan. Bahkan ia sampai tidak bekerja hari ini untuk menjenguk Regan.Menunggu beberapa menit, akhirnya pintu itu dibukakan oleh seorang pembantu di rumah Regan. Dengan menyinggung senyuman sopan ibu itu menyapa Sei. "Sore Non, ada apa ya?"Sei tersenyum kikuk dan menjawab "Mau jenguk Kak Regan Bu, katanya lagi sakit ya?" Tanya Sei sopan. Sang pembantu itu segera membukakan pintu lebar dan mempersilakan Sei masuk. Gadis itu mengikuti arah kaki dan sampai di depan kamar Regan."Temennya Si Aden ya?" Tanya Bi Asih. Sei mengangguk membenarkan dan tersenyum manis.Tok tok..Bunyi dari luar pintu sama sekali tidak dihiraukan oleh orang yang ada di dalam. Regan hanya melirik ke arah pintu lalu kembali sibuk menelfon Sei."Saya aja Bi, nanti juga dibukain kok," ujar Sei menenangkan Bi Asih. Pembantu itu mengangguk dan berbalik. Di depan kamar Regan, Sei membuka data handphonenya dengan kesal samb
Karena keharusan penyerahan medali emas oleh dewan juri dan juga menjalani sesi foto bersama, akhirnya mau tak mau Regan harus mengesampingkan niatnya untuk mencari Sei. Entah bagaimana perasaannya saat ini. Sangat campur aduk. Sehari sebelum pertandingan bahkan ia sudah berpesan kepada Sei untuk datang tapi nyatanya nihil. Hal itu membuat Regan tidak fokus sama sekali. Meskipun ada Alya yang menghadiri acara itu tapi tetap saja itu tidak ada bedanya baginya. "Pak, boleh saya pulang dulu?" Tanya Regan pada sang guru olahraga yang sedang berbincang dengan atlet lain. "Kenapa buru-buru?" "Eee... Saya harus jemput saudara." "Ya sudah, besok uang pembinaan Bapak sampaikan." Ujar guru itu mengijinkan. Regan segera berlari keluar menuju mobilnya. Masih dengan baju serba putih, ia melakukan mobilnya dengan kencang. Dengan cepat menghidupkan handphonenya dan melacak keberadaan kekasihnya. ** Sei menunduk memperhatikan luka yang sudah dibalut. Sudah tidak pegal hanya masih sedikit peri
Sagara mengikuti arahan dari adiknya menuju rumah yang dimaksud. Tanpa banyak basa-basi Sei mengarahkan ke panti asuhan tempatnya hidup. "Udah di sini aja kak." Ujar Sei saat mobil Sagara berada di seberang panti asuhan.Menggendong tasnya, Sei keluar sendiri dengan langkah tertatih. Gadis itu menyebrang jalan dengan hati-hati dan benar masuk ke dalam panti asuhan. Hal itu membuat Sagara berpikiran macam-macam dan keluar dengan cepat."ASA!!" Panggil Sagara setengah panik. Otaknya seakan berhenti sesaat begitu melihat bangunan di depannya.Mengode agar Sei tetap di tempat, Sagara menyeberang jalan dan menarik tangan adiknya. "Apa maksudnya ini? Kamu masih tinggal sama Papa kan?"Menggelengkan kepalanya, Sei benci air matanya yang hampir keluar. "Papa udah usir aku,"Kalimat itu membungkam Sagara. Lelaki itu turut menahan air matanya saat air mata adiknya menetes. "Aku ga tahu mau ke mana, terus pemilik panti asuhan ini bawa aku ke sini." Jelas Sei memberanikan diri menatap kakaknya."
Pagi-pagi buta Jehan sibuk membawakan berbagai keperluan sekolah milik Sei yang dititipkan kepadanya. Sagara hanya memberikan uang untuk Jehan membeli seragam, tas, dan buku paket yang diperlukan Sei di sekolah barunya. "Udah semua?" Tanya Sagara memastikan. "Aku jamin. Semuanya udah ada di sini," Jehan meletakkan semuanya di ruang tamu. Sagara menyuruh kekasihnya yang sudah bekerja keras untuk duduk di sofa. Mengetuk pintu kamar adiknya, Sagara mendapati adiknya sedang merapikan rambut. Sei sudah berpakaian seragam dengan sangat rapi dan cantik. "Dek, ada sesuatu di bawah." Ujar Sagara masuk ke kamar adiknya. Sei berhenti menyisir rambut. Kakaknya ikut berdiri di hadapan cermin dan menatap Sei aneh. "Kak Regan di bawah?" Tanya Sei semangat. Sagara berlagak muntah saat adiknya menyebut nama Regan. "Najis banget," "Ih, apa sih?" "Di bawah ada sesuatu buat kamu. Gih liat aja." Ujar Sagara akhirnya membuat Sei yakin untuk turun dan melihat sesuatu untuknya. "Loh? Kak Jehan pagi-p
Melangkah masuk ke dalam rumah sakit, Sagara mengandeng tangan adiknya yang masih takut-takut untuk bertemu dengan dokter. Berusaha meyakinkan Sei untuk mau ke rumah sakit juga bukan hal yang mudah, ia terus mencari alasan untuk tidak pergi mulai dari kerja kelompok sampai sakit. "Ayo dek, kakak temenin. Sampe ketemu dokter, beneran." Ujar Sagara saat Sei berdiri agak menjauh darinya di meja pendaftaran. Sei tidak mau cek ke dokter lagi sebenarnya. Gadis itu takut nanti hasilnya akan mengecewakan. Terakhir kali ia dibawa rumah sakit bahkan surat hasil lab tidak ia baca. Sejak masih kecil Sei sudah sering keluar masuk rumah sakit. Saat berumur tujuh tahun tanpa Sei tahu, Tante dan kakaknya sering membawanya ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Mengidap penyakit yang sama dengan ibunya, saat masih kecil hanya Sagara dan adik dari mendiang ibunya saja yang pusing memikirkan keadaan Sei. Anak kecil itu masih sangat lugu dan menurut saja saat diberi banyak obat. Setelah tahu penyakit a
Sei meneguk ludah susah saat melihat hasil lab ada di meja tengah. Di depan TV, tempat Sagara sedang tertidur dengan TV menyala. Pasti Sagara sudah membuka file itu. Sei yakin sekali. Malam ini ia membatalkan rencana pergi menonton bersama Regan. Dikarenakan lelah dan susah mendapat ijin dari Sagara, Sei mau tak mau membicarakan hal itu pada kekasihnya. Beruntung Regan langsung mengiyakan tanpa marah sedikitpun. Menimang antara mau membuka file itu atau tidak, Sei masih sibuk berpikir di samping sofa tempat Sagara tertidur. Melihat wajah tampan kakaknya yang sangat tenang membuat keberanian Sei mulai muncul. Dengan sedikit suara, Sei mengambil berkas itu dari meja dan berbalik ke atas. Antara mau membuka atau tidak, apabila ia buka dan hasilnya sangat tidak sesuai harapan maka ia takut akan bagaimana perasaannya. Sei mengunci kamarnya dan duduk di kasur dengan tangan membolak-balik file itu. Akhirnya setelah perdebatan panjang dengan batinnya sendiri Sei membuka berkas itu dengan
Hujan deras sudah menjadi sebab kegelisahan Sagara pagi ini. Ia berniat untuk menggunakan motor untuk berangkat sekolah supaya lebih cepat, nanti pulang sekolah juga ia dikejar waktu untuk mengantar Jehan. Sementara Sei sedang sibuk menyiapkan bekal untuk makan siang, beda lagi Sagara. Lelaki itu sangat malas jika pagi-pagi sudah sibuk di dapur dan membuat bekal. Ia memilih menunggu adiknya di mobil saja. Merasa bosan, Sagara memainkan musik slow di mobilnya. Seleranya sangat mirip dengan Jehan. Lagu-lagu yang mereka dengarkan sering sama. Saat melihat adiknya keluar rumah dengan paper bag di tangannya, lelaki itu segera menarik payung di bangku belakang dan keluar mobil. Ia menghampiri Sei yang sedang mencari payung dan memayungi adiknya sampai ke dalam mobil. Tiap langkah dari Sei begitu diperhatikan Sagara takut adiknya terpeleset dan jatuh. Setelah memastikan Sei sudah masuk ke mobil tanpa kebasahan, Sagara memutari mobil dan masuk ke dalam. Lelaki itu melajukan mobilnya denga