"Ayo yang putra game!" teriak seorang guru olahraga bertubuh tegak itu. Semua cowok kelas XII IPS 2 bergerombol untuk membagi tim. Sementara siswi-siswi hanya duduk manis di pinggir lapangan indoor. Sei mengecek handphonenya siapa tahu ada W******p dari Mawar. Tadi pagi ia ijin ke UKS karena tak kuat menahan nyeri datang bulan hari pertama.
MawarUdah sembuh belum?Mau dibawain apa nanti?Sembari menunggu balasan dari Mawar, Sei ikut duduk bersama temannya yang lain. Gadis itu memang dikenal sedikit lebih pendiam kalau tidak sedang bersama Mawar."Sei, gue denger kemarin lo masuk ke sekolah sebelah ya?" Tanya Alina sang ketua kelas yang kepo. Berita itu sepertinya sudah menyebar kemana-mana. Bahkan tadi pagi saat ia berangkat sekolah ada orang tak dikenal yang menanyakan hal serupa padanya.Sei tersenyum kaku. "I-iya kemarin habis ketemu orang," jawabnya. Alina melirik ketiga sahabatnya. "Emang harus banget ya ke sana? Lo kan tahu gimana hubungan sekolah kita." Heran Alina dengan wajah penasaran.Bahkan kalau Alina dikasih uang untuk masuk ke sekolah itu pasti ia tak akan mau. Selain karena gengsi, juga karena takut akan diserbu."Engga ada apapun kok. Kemarin baik-baik aja." Jawab Sei sedikit canggung.Saat merasa handphone di saku celananya bergetar, gadis berseragam biru muda dan celana putih selutut itu membuka handphone. Melihat jawaban dari Mawar membuat hati Sei sedikit tenang."Oh iya, Mawar dimana? Kok ga keliatan?" Tanya Alina ramah."Dia lagi di UKS. Tadi pagi perutnya sakit." Jawab Sei.Setelah kira-kira lima belas menit, semua kegiatan dihentikan dan semua murid diijinkan masuk ke kelas. Kebetulan saat itu Sei keluar paling belakang, jadi mau tak mau harus bertanggung jawab mengembalikan bola voli ke tempatnya lagi."Sei, satu lagi ada di pojok sana ya. Sorry banget gue kebelet!" Ujar seorang teman Sei sambil memegangi perutnya. "Oke, lo pergi aja."Sei mengambil bola voli di pojok ruangan dan berjalan menuju ruangan penyimpanan. Di tengah lapangan, Sei tiba-tiba bola itu terlepas begitu saja dari genggamannya.Sakit di kepala Sei tak tertahan. Gadis itu memegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Tak biasanya sakit kepalanya tiba-tiba datang seperti ini. Sei menutup matanya tak tahan."Awww,"Kepalanya serasa berputar, Sei menatap sekitar. Buram. Pandangannya memburam. Sei mengambil handphone di sakunya dengan cepat dan hendak menelfon seseorang.Namun sayangnya Mawar tidak mengangkat telfon itu. Sei menunduk saat melihat ada bercak cairan kental di lantai lapangan.Sei melotot kaget, ia mengelap hidungnya dan panik melihat darah berlumuran. Sei meringis takut. Setelah itu tubuhnya turun limbung dan menabrak kerasnya lapangan.Sei menatap handphonenya lemah. Melihat satu nama terpampang sedang menelfonnya, tapi tangan Sei bahkan sudah digerakkan."Kak Regan.."**"Ih, apa-apaan sih kenapa dia ga angkat telfon gue?!" Kesal Regan frustasi. Saka yang ada di sampingnya mendesah malas.Entah sudah berapa kali Sei tak mengangkat telfonnya. Regan menjadi sedikit khawatir. Entah mengapa ia merasa ada yang ganjal."Udah lah, kalo cewek ga ngangkat telfon lo apalagi ga mau bales w******p itu artinya lo ditolak!" Ejek Saka asal ceplos. Regan memincing tajam."Bisa aja dia ga ada pulsa?" Jawab Regan tak mau kalah. Saka tak menjawab lagi. Lelaki itu merogoh saku untuk mengambil handphone yang berdering."Hallo sayangku... Kamu di mana?""He'eh, mau ke kantin?""OTW ya!"Saka menunjukkan layar handphonenya pamer pada Regan. "Nih, cewek kaya gini yang harus lo perjuangin." Ujar Saka bangga."Sei juga pasti bentar lagi klepek-klepek sama gue," sahut Regan makin tak mau mengalah. Lelaki itu selalu kesal setiap kali Saka berbicara tentang kekasihnya. Rasanya Regan ingin memiliki pasangan yang juga mendukungnya."Dih si bagong PD banget.""Ngomong-omong lo jualan pulsa ga?" tanya Regan menimbulkan kerutan halus di kening sahabatnya. "Emang pernah gue bikin status W******p Pulsanya kak, buat sleep call sama crush gitu?""Ya gue kepikiran ini, bisa aja dia emang ga punya pulsa? Ga punya paket data? Sebagai calon pacar yang baik gue harus modalin dia pulsa lah minimal."Saka menggeleng tak habis pikir dengan alur pikiran Regan. Ia tak mau ambil pusing, segera berpamitan dengan Regan dan pergi menuju kantin.Sementara itu Regan terus berkerut kening khawatir. Entah kenapa hatinya terus berpikir pada Sei. Saat sedang sibuk meminta pada sekretaris ayahnya sekaligus asisten pribadinya untuk mengirim pulsa ke nomor Sei, tiba-tiba sesosok perempuan datang kepadanya dengan perasaan senang."Hai Regan!"Regan otomatis memutar kepalanya sembilan puluh derajat ketika namanya dipanggil. Lelaki itu terdiam di tempat tanpa ekspresi. Tanpa meminta ijin dari Regan, sang gadis duduk manis di sebelahnya dan berusaha terlihat ramah."Aku bawain kamu minuman. Pasti capek kan habis latihan?" ujar gadis itu perhatian. Regan setia menatap layar handphonenya. Sama sekali tak berminat pada gadis yang baru saja datang ini."Gue ga haus,""Ya udah, disimpen buat nanti aja kalo gitu." saran gadis berambut sebahu yang masih menyodorkan minuman itu. Regan tetap diam dalam posisinya. "Gue pernah bilang. Kita ini cuma pura-pura. Jangan maksa perhatian sama gue kalo emang sebenernya lo ga suka, Al.""Aku bisa belajar lupain Darren dan suka sama kamu, Regan. Di sini kita harus sama-sama berkorban." jawab Alya dengan lemah. Dalam lubuk hatinya pun ia masih tetap ingin Darren, tapi apa daya. Keadaan membuatnya melakukan ini."Gue ga mau berkorban buat sesuatu yang dipaksa, Al. Please minta ke orang tua lo buat batalin perjodohan ini." pinta Regan menatap lurus ke depan. Alya menunduk mendengar jawaban Regan.Meskipun ini semua hanyalah sebuah rekayasa, diam-diam Alya mulai mencintai Regan. Namun sepertinya Regan tak semudah itu untuk digapai. "Regan, walaupun orang tua aku batalin perjodohan ini...orang tua kamu gimana? Aku paling tahu kamu mau berbakti sama kedua orang tua kamu. Tapi kalau keadaan kaya gini kita bisa apa?"Regan menyenderkan kepalanya, menetralisir dadanya yang tiba-tiba serasa dihimpit. Kenapa jalan hidupnya harus begini?"Gue capek paksa hati buat suka sama lo. Kalau gue cuma anggap lo temen, itu di luar kendali gue." jawab Regan lalu kembali diam. Alya tersenyum getir, gadis itu sudah tahu akan ditolak. Namun kenapa hatinya masih selalu terpaut pada Regan?Tanpa berpamitan, Alya pergi dari hadapan Regan. Tak mungkin ia akan menangis di hadapan Regan. Kini hanya ada Regan dan sebotol minuman.Karena Regan tahu, yang lebih perlu ia beri kasih sayang adalah Sei. Teman masa kecilnya yang lemah dan penuh misteri.Sei terperanjat kaget saat membuka matanya perlahan. Setelah menyadari bahwa dirinya telah tergeletak beberapa jam lalu, Sei berusaha duduk. Gadis itu mengucek matanya.Dalam kepanikan yang ia alami, Sei mengambil handphone yang layarnya retak sebelah karena jatuh. Sambil tertatih ia keluar dari lapangan indoor. Sei menutup hidungnya dengan tangan.Semua orang sudah masuk kelas, Sei semakin takut karena setelah ini ada pelajaran sosiologi. Pasti ia tak akan diijinkan untuk masuk kelas-mengingat betapa disiplinnya guru mapel.Karena tak memperhatikan langkah, tak sengaja Sei menabrak orang. Lelaki yang ditabrak oleh Sei tadi menyelinguk aneh. "Maaf," ujar Sei cepat dan berlalu dari sana.Cowok itu mengerutkan dahinya. Ia melihat bercak kemerahan di tangan perempuan itu. "Berhenti!" Teriaknya membuat Sei berhenti. Ia membalikkan badan bertanya. "Lo mimisan? Ayo ke UKS. Biar gue obatin." Tawarnya peduli. Sei tersenyum kaku dan menggeleng. "Ga usah gapapa kok. Emang suka mimisan kalo lag
Semenjak peristiwa canggung tidak karuan itu, Sei menjadi semakin menaikkan gengsinya. Pesan dari Regan sengaja ia biarkan beberapa menit bahkan beberapa jam sebelum ia balas. Ia semakin kepikiran karena kala itu sakitnya tiba-tiba datang saat bersama Regan, ia jadi semakin tidak karuan.Mengingat bagaimana Regan mengetahui perasaannya yang sebenarnya sungguh tak bisa membuat Sei tidur nyenyak. Ia selalu tiba-tiba teriak dan memukul Mawar karena salah tingkah.Sementara itu Regan tak berbeda sama sekali. Lelaki itu tetap mengejar Sei seperti biasa. Untuk ukuran perempuan gengsian seperti Sei memang sedikit lebih lama mendapatkannya. Setelah mendapat arahan untuk segera menuju ke perpustakaan, Regan segera menuju perpustakaan dengan malas. Pembiasaan literasi di sekolahnya memang ada. Dari lantai dua perpustakaan, Regan mendengar suara berisik. Namun lelaki itu tak acuh dan memilih untuk berkumpul bersama teman satu kelasnya."Anak-anak, sekarang silakan kalian ambil satu cerita teks
Saat tidak ada suaminya di sisinya, Amira hanya bisa puas dengan kedua anaknya yang setia menunggunya. Sagara sedang menemani Sei bermain boneka yang dibelikan nenek mereka. Paling tidak, jika memang Amira harus pergi ia akan sedikit tenang karena Sagara sudah dewasa-walaupun belum waktunya. Seluruh hidupnya akan dihabiskan untuk menjaga adik kesayangannya. Melihat senyuman yang terpancar dari wajah Sei putri bungsunya membuat Amira memiliki semangat hidup. Walaupun tanpa suami di sampingnya, Amira masih memiliki kedua malaikat di dekatnya. Sei kecil-yang saat itu baru berusia enam tahun menatap ibunya dengan tatapan memelas. "Ma.. Sei mau main sama Mama," pinta Sei sedikit terkesan memaksa. Anak itu berjalan menuju brankar dimana ibunya terbaring lemas. Kalau sudah melihat putrinya menghampirinya dan mengerucutkan bibir, tak akan bisa Amira menolak. Dengan susah payah, Amira menegakkan tubuhnya dan sebisa mungkin turun dari brankar. "Sei mau main sama Mama ya, sayang?" Tanya sang i
"Aku takut."Dua kata itu sukses membuat Regan diam. Gadis ini memang susah. "Kalau ada percaya, ga ada yang perlu ditakutkan." Jawab Regan pahit. Namun nyatanya untuk kembali percaya dengan orang itu tidak semudah yang Regan pikir."Hmm? Harus jadi milik aku, supaya aku jagain kamu sepenuhnya. Kamu ga perlu lagi ngemis perhatian orang lain termasuk Sagara." Lanjut Regan meyakinkan Sei yang menunduk.Sei menatap Regan dalam, dari tatapan hangat itu Regan bisa mengartikan satu kata. Iya. Sei menyetujuinya. Lelaki itu membawa Sei ke pelukannya.***Memulai hari dengan wajah kecut, Sagara melangkah malas ke kelasnya. Hari ini hubungannya dengan Jehan kurang baik.Malam ini Sagara mengajak Jehan untuk menonton film. Saat perjalanan pulang, lelaki itu membuat kesalahan lagi. Padahal ia mengajak kekasihnya untuk bertemu karena sedang rindu.Tadi malam tepat di depan rumah Jehan, secara tidak sadar Sagara membentak gadisnya sampai ketakutan. Kalo kamu ngomongin dia sekali lagi di depan aku,
Setelah tidak mendapat celah untuk meminta maaf pada Jehan di sekolah, Sagara mau tak mau pergi ke rumah Jehan. Jaraknya yang tak terlalu jauh membuatnya yakin untuk melajukan mobilnya malam-malam.Sampai di depan rumah, Sagara berdehem kecil dan menekan bel rumah Jehan hati-hati. Tak lama setelah it terdengar derap langkah kaki dari arah dalam. Jehan dengan piyama warna biru dan celana di atas lutut membukakan pintu rumahnya dengan wajah datar nan dingin.Tahu kekasihnya masih marah, Sagara mengambil tangan Jehan dan menggenggamnya. "Aku ganggu kamu ya?" Tanya Sagara lembut. Jehan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Engga, kenapa malem-malem ke sini?" Tanya Jehan ikut basa basi.Sagara menghela nafas lelah, menyesal karena sikap Jehan yang terlewat dingin padanya. Andai saja kala itu ia tidak asal omong dan menyakiti hati gadisnya. Pasti sekarang ia dan Jehan masih telfonan di atas kasur."Keluar yuk, makan." Ajak Sagara mencoba terlihat seolah tidak ada apapun. Jehan melirik jam
Cuaca yang mendung mengharuskan Jehan untuk segera pulang. Namun untuk sekarang ia masih tak mau bicara dengan Sagara. Pasti ia akan bertemu dengan Sagara kalau keluar kelas. Sikapnya masih super dingin walaupun kemarin ia menemani Sagara makan malam. Memikirkan tentang siapa perempuan yang kala itu menghampiri mereka membuat kepala Jehan hampir pecah. Ia terus menangis saat malam hari karena takut akan ditinggal Sagara. Sementara itu, Sagara yang mengetahui Jehan masih di dalam kelas melangkah keluar dari sekolah dan menelfon seseorang. Tanpa menunggu lama, Sagara mendapati telfonnya sudah tersambung. Iya kak? "Dimana?" Tanya Sagara dengan nada dingin. Rahangnya yang kokoh membuat banyak pasang mata melihat dan meliriknya. Memang, sekelas Sagara selalu diperhatikan dari ujung kepala hingga kaki. Aku udah pulang, kenapa kak? "Ke taman kota sekarang. Kita ketemu di sana." Pungkas Sagara langsung mematikan telfon itu. Di seberang sana, Sei kebingungan. Namun ia juga amat senangnya
"SEI?!" Panggil Regan panik dengan menenteng helm di tangannya. Sambil mengatur nafasnya, lelaki itu menyusuri taman mencari keberadaan gadisnya. Dalam pikirannya Sei sudah kesakitan dan tidak karuan, tak ada secercah pikiran positif. "Hikss," Isak tangis itu seolah menjadi pemanggil Regan. Lelaki itu menemuka Sei sedang duduk dan menenggelamkan wajahnya dalam tumpukan tangan. "Asa.." panggil Regan sangat lembut. Lelaki itu menarik wajah Sei perlahan. "Sei kamu kenapa bisa ada di sini?!" Tanya Regan tak sadar setengah teriak pada Sei. Gadis itu menatap Regan dengan mata sembabnya. Regan makin marah dibuatnya. Melihat Sei menangis lagi apalagi saat Sei sudah menjadi miliknya merupakan sebuah belati untuknya. "Kenapa ga bilang ke aku mau ke sini? Kan aku bisa nganterin kamu, Sa! Sekarang bilang siapa yang bikin kamu kaya gini?!" Untuk menjawab pertanyaan itu saja Sei tidak sanggup. Cewek itu masih saja menangis terisak walaupun sudah sangat lelah. "Siapa?" Ulang Regan sekali lagi.
Pukul setengah sembilan malam, Regan berpamitan memasuki kamarnya terlebih dulu karena merasa pusing dan bersin-bersin. Alya hanya bisa mengangguk dan menjaga Regan malam ini. Otaknya lelah memikirkan bagaimana bisa Regan mengetahui soal hubungannya dengan mantan kekasihnya. Memang, Regan tidak bisa dikendalikan.Alya pun sangat penasaran. Gadis seperti apa, sebaik apa, dan secantik apa yang mampu membuat Regan benar-benar bertekuk lutut seperti ini. Sudah menjadi rahasia umum kalau Regan dan Alya sudah menjalin hubungan perjodohan. Buktinya bahkan Sagara juga tahu-walaupun tidak kenal dengan Regan. Namun entah karena cewek yang menjadi pacar Regan itu mau menjadi simpanan atau bagaimana Alya tidak tahu.Membawa semangkuk air dan juga beberapa kain, Alya memasuki kamar Regan dengan hati-hati. Dilihatnya Regan yang terbalut selimut sambil tertidur resah. Alya memesan obat demam lewat ojek online. Sekitar lima menit lagi pasti sampai. Pembantu di rumah itu pun hanya bisa pasrah, Regan t