Sudah dua hari ini Regan tidak bertemu dengan Sei. Ia sudah ke rumah yang ia sangka rumah Sei lalu mencari keberadaannya. Namun hasilnya nihil. Regan hampir menyerah.
Satu dan terakhir jalan yang bisa ia tempuh agar bisa bertemu dengan Sei adalah Mawar. Ya, pasti gadis itu tahu dimana keberadaan sahabatnya.Setelah bel pulang sekolah tanpa basa basi Regan menuju gerbang sekolah SMA Wismabama yang mana hanya berjarak beberapa langkah saja.Latihan karate untuk turnamennya bahkan disampingkan demi mencari Sei. Regan menelisik wajah satu per satu orang yang keluar dari SMA Garuda.Regan merogoh sakunya saat merasa getaran. Lelaki itu menatap layar handphonenya dan ternyata itu adalah telfon dari Surya-teman satu angkatannya. "Gue lagi sibuk!" Jawab Regan cepat. Bahkan saat seperti ini ia masih sempat mencari keberadaan Mawar.Dari sisi gerbang, Mawar datang dengan tangan memegang handphone dan seperti sedang mengetikkan pesan untuk seseorang. "Mawar!" Panggil Regan otomatis saat melihat Mawar keluar. Perempuan yang sedang sibuk mengetik pesan itu terkaget hingga handphone di tangannya hampir terjatuh."Lo?"Regan memutus telfon sepihak dan mematikan data seluler. Ia kembali fokus pada Mawar. "Sei mana? Kok udah dua hari gue tungguin di depan sini dia ga pernah muncul?""Sei? Dia...ada kok. Cuman...""Kenapa?""Dia lagi...sibuk. Soalnya anak OSN!" Jawab Mawar dengan sedikit gugup. Ia hampir saja mengatakan kalau Sei tidak mungkin ada di rumah ayahnya."Minta nomer telfon Sei dong,""Ya gue ga bisa asal kasih nomer ke orang lain kaya gini lah!" Protes Mawar menyembunyikannya layar handphonenya yang menampakkan ada panggilan dari Sei."Kasih tahu gak? Atau mendingan gue paksa?" Ancam Regan menatap Mawar dengan tatapan yang tak biasa. Alisnya mengkerut dengan dagu yang kokoh membuat Regan terkesan sangat menakutkan.Regan menarik tangan Mawar paksa dan mengambil alih handphone milik gadis itu. Menolak panggilan dari Sei tanpa merasa berdosa dan beralih melihat ke nomor telfon Sei.Dengan gelagapan Mawar menarik handphonenya dari tangan Regan. Lelaki itu tersenyum miring, melenggang pergi dengan puas sambil tersenyum licik. Mawar mengejar Regan dengan segenap tenaga dan meluruskan sesuatu."Gan!! Itu bukan Sei yang telfon gue.""Lo mau gue percaya? Ga akan!" Jawab Regan enteng."Serius Regan, itu nomer guru gue!""Masa iya ada guru lo namain Sei tukang lupa pake emot alay kaya gitu?" Jawab Regan meremehkan. Mawar berdecak pelan karena akhirnya terbongkar juga. Perlu latihan beberapa waktu dulu sebelum sukses berbohong pada Regan."Sei pasti marah kalau gue kasih nomernya ke orang lain," keluh Mawar masih mencoba membuat Regan mau mengalah."Gue bukan orang lain asal lo tahu."**Setelah tertidur pulas di sofa, Sei menggeliat bangun. Gadis itu langsung mencari keberadaan Mawar. Saat tadi jam pulang sekolah ternyata Mawar tak menjawab telfonnya. Sei berjalan dengan malas keluar kamar.Di tempat ini ia diberikan kebahagiaan. Serasa keluarga baru yang membendung sakitnya. "Ibu, Mawar udah pulang belum?" Tanya Sei pada ibu asuhnya.Sorot mata keibuan dari Farah menghipnotis Sei. selalu tersirat ketenangan dan keteduhan yang bisa Sei rasakan walaupun bukan sebagai anak kandung. Di usianya yang 30-an Farah memilih untuk membesarkan dan mendidik anak-anak di panti asuhan ini. Tuhan telah mengujinya, terfonis menjadi orang yang susah untuk mendapatkan keturunan membuat Farah memilih jalan ini."Belum pulang, Sei. Mungkin sebentar lagi.""Oh itu dia!" Ujar Sei saat melihat Mawar sudah ada di ambang pintu sambil membawa satu kresek makan siang untuk Sei. Padahal Sei tidak meminta, bahkan ia menolak saat tadi ditawari."Kok lo baru pulang?""Ditahan-tahan sih sama Regan," jawab Mawar sangat lirih. Gadis itu menyodorkan kresek warna hitam pada Sei. "Kan gue udah bilang, ga usah.""Bukan dari gue kok. Tadi ada orang titip itu buat lo." sanggah Mawar dengan malas. Ia menyalami tangan Farah dengan sopan dan berlalu dari hadapan mereka berdua. Sei menerawang makan yang dibawa Mawar. Mengapa ia langsung terpikir Regan?Sei menatap punggung Mawar curiga. Kemudian mengikutinya menuju kamar. Mawar menyibukkan diri dengan beberes meja belajarnya yang sudah rapi. sei mencium hal yang aneh dari sahabatnya. Baru ia mau memaksa Mawar bicara padanya, dering telfon di kasur membuyarkannya. Sei pun beralih duduk di kasur dan mengangkat telfon yang dari nomor tidak dikenal itu."Hallo?"Hai Sei"Siapa?"Eum.. perlu kenalan ulang?"Dasar aneh,"TutSei mematikan panggilan itu sepihak. Kemudian merebahkan dirinya di ranjang. Sei memikirkan sesuatu yang mengusiknya. Suara di telfon tadi sangat mirip dengan suara lelaki yang pertama kali membelikannya bunga walaupun gratis. "Gue keluar dulu ya, tadi dipanggil sama Zana.""Oke,"Setelah Mawar keluar, Sei memastikan bahwa Mawa sudah jauh dari kamar. Gadis itu meraih buket bunga mawar putih yang sudah mulai layu. Meskipun ada bercak merah di mawar itu, Sei harus mengakui bahwa mawar ini sangat bernilai. Untuk pertama kalinya, ada lelaki yang memberikan bunga selain ayahnya. Walaupun kenangan itu terlalu membuat Sei sedih, tapi paling tidak ia merasa sedikit terhibur dengan bunga ini.NdrrttGadis yang sedang menyelami bunga mawar putih itu membuka handphonenya. Ternyata sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal. Nomor yang sama dengan yang menelfonnya beberapa menit lalu.Kamu kemana aja dua hari ini? Aku cariin tau gaOh ya, besok ada acara ga habis sekolah? Temenin latian yukSei jawab kek, berasa ngomong sama tembokSei mengerutkan dahinya. Sudah ia duga berkali-kali. Pasti Regan mendapatkan nomor telfonnya dari Mawar. Tak perlu diragukan lagi. Sei menggigit bibir bawahnya dan memeluk guling kesayangannya dengan gemas. Belakangan ini hatinya bimbang karena lelaki ituHmmPesan singkat dari Sei, sukses membuat orang di seberang senyum-senyum sendiri. "Ada ya cewek kaya Sei?""Iya ada, yang dari tadi nungguin lo latihan juga ada! Lama banget si babi." Dumel Saka-sahabatnya saat kesal melihat Regan tidak fokus latihan. "Jangan gangguin orang lagi PDKT deh, gue ga fokus terus dari tadi.""Gue juga ga fokus kalo ga ketemu cewek gue. Makanya gue bawa cewek gue ke sini," pamer Saka yang bertampang lumayan. Regan melirik pacar dari Saka. "Beda lagi?""Sama aja bego,"Regan mengedikkan bahunya tak peduli. Kemudian menaruh handphonenya ke dalam tas. Ia mengencangkan ikat pinggang putih dengan tangannya dan beralih menuju matras untuk latihan."Ayo cepetan, gue mau ngapel."Di sisi lain Sei dengan bunganya, mengambil handphone miliknya lalu membuka kamera untuk memotret buket di tangannya. Setelah itu ia mengirimkannya lewat W******p pada yang kontaknya selalu ada di nomor satu karena ia sematkan.
Dengan perasaan harap cemas Sei mengetikan deret kata untuk menarik perhatian lelaki di seberang sana yang sangat ia sayangi. Walaupun pesimis dengan pesan yang akan ia kirimkan, gadis itu tetap meng-klik tombol kirim.
Meski jam sudah menunjukkan tengah malam, Sei masih belum bisa tidur. Ia sedang memikirkan sesuatu. Orang yang selama ini menjadi alasannya untuk hidup, selalu menjaga dan merawatnya, bahkan sudah pergi. Kembali ia buka roomchat yang kemarin ia buka. Kemarin ada yang kasih aku bunga. Dulu kan kamu. Pesan Sei masih utuh. Ia masih diperlakukan cuek. Sudah dua tahun ini ia dipisahkan dari kakak kandungnya oleh sang ayah. Sagara Adhitya, seseorang yang selalu Sei rindukan senyumannya. Entah mengapa, setiap Sei mencoba dekat dengan kakaknya sendiri-setelah kejadian yang membuat Sagara sakit hati- menjadi sangat sulit. Walaupun Sei sedikit tidak terima, tapi dalam hal ini ia juga tak bisa menyalahkan kakaknya karena Sagara pasti juga merasakan sakit-mungkin juga lebih besar darinya. Asa. Nama yang diberikan Sagara sendiri pada Sei. Diambil dari singkatan nama Sei, Asa menjadi panggilan sayang. Setiap Sei sakit pasti yang pertama pasang badan untuk menjaganya adalah Sagara. Setiap Agra
Jehan merenung. Gadis itu terpikir seorang perempuan yang kemarin berani ke sekolahnya dan mengemis pada Sagara kekasihnya. Apa dia adalah seseorang dari masa lalunya? Atau keluarga? Sahabat? Jangan-jangan...selingkuhan? Setelah kejadian yang hampir menewaskan mereka berdua, Jehan sedikit mengulur emosinya takut Sagara akan semakin marah dan berujung sesuatu yang buruk. Namun ia pikir akan baik-baik saja jika bertanya pada kekasihnya saat bukan sedang menyetir. Mungkin Sagara akan sedikit menjadi tenang. Pacar Sagara ingin mencari tahu soal dia. Dengan bermodal nama saja, mana bisa ia mengetahui identitas seseorang? Mustahil nama Seinenda akan muncul di mesin pencarian g****e. Ah,Jehan hampir gila rasanya. Di tengah lamunan panjangnya, teman kelasnya-Manda secara mendadak memberikan satu nasi bungkus yang dititipkan padanya. "Nih, dari ayang lo," ujar Manda malas. Jehan tersentak kaget dan langsung menetralkan ekspresinya. "Ketemu di mana?" tanya Jehan. Manda duduk manis di bangkun
"Ayo yang putra game!" teriak seorang guru olahraga bertubuh tegak itu. Semua cowok kelas XII IPS 2 bergerombol untuk membagi tim. Sementara siswi-siswi hanya duduk manis di pinggir lapangan indoor. Sei mengecek handphonenya siapa tahu ada WhatsApp dari Mawar. Tadi pagi ia ijin ke UKS karena tak kuat menahan nyeri datang bulan hari pertama. MawarUdah sembuh belum?Mau dibawain apa nanti?Sembari menunggu balasan dari Mawar, Sei ikut duduk bersama temannya yang lain. Gadis itu memang dikenal sedikit lebih pendiam kalau tidak sedang bersama Mawar. "Sei, gue denger kemarin lo masuk ke sekolah sebelah ya?" Tanya Alina sang ketua kelas yang kepo. Berita itu sepertinya sudah menyebar kemana-mana. Bahkan tadi pagi saat ia berangkat sekolah ada orang tak dikenal yang menanyakan hal serupa padanya. Sei tersenyum kaku. "I-iya kemarin habis ketemu orang," jawabnya. Alina melirik ketiga sahabatnya. "Emang harus banget ya ke sana? Lo kan tahu gimana hubungan sekolah kita." Heran Alina dengan w
Sei terperanjat kaget saat membuka matanya perlahan. Setelah menyadari bahwa dirinya telah tergeletak beberapa jam lalu, Sei berusaha duduk. Gadis itu mengucek matanya.Dalam kepanikan yang ia alami, Sei mengambil handphone yang layarnya retak sebelah karena jatuh. Sambil tertatih ia keluar dari lapangan indoor. Sei menutup hidungnya dengan tangan.Semua orang sudah masuk kelas, Sei semakin takut karena setelah ini ada pelajaran sosiologi. Pasti ia tak akan diijinkan untuk masuk kelas-mengingat betapa disiplinnya guru mapel.Karena tak memperhatikan langkah, tak sengaja Sei menabrak orang. Lelaki yang ditabrak oleh Sei tadi menyelinguk aneh. "Maaf," ujar Sei cepat dan berlalu dari sana.Cowok itu mengerutkan dahinya. Ia melihat bercak kemerahan di tangan perempuan itu. "Berhenti!" Teriaknya membuat Sei berhenti. Ia membalikkan badan bertanya. "Lo mimisan? Ayo ke UKS. Biar gue obatin." Tawarnya peduli. Sei tersenyum kaku dan menggeleng. "Ga usah gapapa kok. Emang suka mimisan kalo lag
Semenjak peristiwa canggung tidak karuan itu, Sei menjadi semakin menaikkan gengsinya. Pesan dari Regan sengaja ia biarkan beberapa menit bahkan beberapa jam sebelum ia balas. Ia semakin kepikiran karena kala itu sakitnya tiba-tiba datang saat bersama Regan, ia jadi semakin tidak karuan.Mengingat bagaimana Regan mengetahui perasaannya yang sebenarnya sungguh tak bisa membuat Sei tidur nyenyak. Ia selalu tiba-tiba teriak dan memukul Mawar karena salah tingkah.Sementara itu Regan tak berbeda sama sekali. Lelaki itu tetap mengejar Sei seperti biasa. Untuk ukuran perempuan gengsian seperti Sei memang sedikit lebih lama mendapatkannya. Setelah mendapat arahan untuk segera menuju ke perpustakaan, Regan segera menuju perpustakaan dengan malas. Pembiasaan literasi di sekolahnya memang ada. Dari lantai dua perpustakaan, Regan mendengar suara berisik. Namun lelaki itu tak acuh dan memilih untuk berkumpul bersama teman satu kelasnya."Anak-anak, sekarang silakan kalian ambil satu cerita teks
Saat tidak ada suaminya di sisinya, Amira hanya bisa puas dengan kedua anaknya yang setia menunggunya. Sagara sedang menemani Sei bermain boneka yang dibelikan nenek mereka. Paling tidak, jika memang Amira harus pergi ia akan sedikit tenang karena Sagara sudah dewasa-walaupun belum waktunya. Seluruh hidupnya akan dihabiskan untuk menjaga adik kesayangannya. Melihat senyuman yang terpancar dari wajah Sei putri bungsunya membuat Amira memiliki semangat hidup. Walaupun tanpa suami di sampingnya, Amira masih memiliki kedua malaikat di dekatnya. Sei kecil-yang saat itu baru berusia enam tahun menatap ibunya dengan tatapan memelas. "Ma.. Sei mau main sama Mama," pinta Sei sedikit terkesan memaksa. Anak itu berjalan menuju brankar dimana ibunya terbaring lemas. Kalau sudah melihat putrinya menghampirinya dan mengerucutkan bibir, tak akan bisa Amira menolak. Dengan susah payah, Amira menegakkan tubuhnya dan sebisa mungkin turun dari brankar. "Sei mau main sama Mama ya, sayang?" Tanya sang i
"Aku takut."Dua kata itu sukses membuat Regan diam. Gadis ini memang susah. "Kalau ada percaya, ga ada yang perlu ditakutkan." Jawab Regan pahit. Namun nyatanya untuk kembali percaya dengan orang itu tidak semudah yang Regan pikir."Hmm? Harus jadi milik aku, supaya aku jagain kamu sepenuhnya. Kamu ga perlu lagi ngemis perhatian orang lain termasuk Sagara." Lanjut Regan meyakinkan Sei yang menunduk.Sei menatap Regan dalam, dari tatapan hangat itu Regan bisa mengartikan satu kata. Iya. Sei menyetujuinya. Lelaki itu membawa Sei ke pelukannya.***Memulai hari dengan wajah kecut, Sagara melangkah malas ke kelasnya. Hari ini hubungannya dengan Jehan kurang baik.Malam ini Sagara mengajak Jehan untuk menonton film. Saat perjalanan pulang, lelaki itu membuat kesalahan lagi. Padahal ia mengajak kekasihnya untuk bertemu karena sedang rindu.Tadi malam tepat di depan rumah Jehan, secara tidak sadar Sagara membentak gadisnya sampai ketakutan. Kalo kamu ngomongin dia sekali lagi di depan aku,
Setelah tidak mendapat celah untuk meminta maaf pada Jehan di sekolah, Sagara mau tak mau pergi ke rumah Jehan. Jaraknya yang tak terlalu jauh membuatnya yakin untuk melajukan mobilnya malam-malam.Sampai di depan rumah, Sagara berdehem kecil dan menekan bel rumah Jehan hati-hati. Tak lama setelah it terdengar derap langkah kaki dari arah dalam. Jehan dengan piyama warna biru dan celana di atas lutut membukakan pintu rumahnya dengan wajah datar nan dingin.Tahu kekasihnya masih marah, Sagara mengambil tangan Jehan dan menggenggamnya. "Aku ganggu kamu ya?" Tanya Sagara lembut. Jehan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Engga, kenapa malem-malem ke sini?" Tanya Jehan ikut basa basi.Sagara menghela nafas lelah, menyesal karena sikap Jehan yang terlewat dingin padanya. Andai saja kala itu ia tidak asal omong dan menyakiti hati gadisnya. Pasti sekarang ia dan Jehan masih telfonan di atas kasur."Keluar yuk, makan." Ajak Sagara mencoba terlihat seolah tidak ada apapun. Jehan melirik jam