"Dia kan..."
Sudah dua hari ini Regan tidak bertemu dengan Sei. Ia sudah ke rumah yang ia sangka rumah Sei lalu mencari keberadaannya. Namun hasilnya nihil. Regan hampir menyerah. Satu dan terakhir jalan yang bisa ia tempuh agar bisa bertemu dengan Sei adalah Mawar. Ya, pasti gadis itu tahu dimana keberadaan sahabatnya. Setelah bel pulang sekolah tanpa basa basi Regan menuju gerbang sekolah SMA Wismabama yang mana hanya berjarak beberapa langkah saja. Latihan karate untuk turnamennya bahkan disampingkan demi mencari Sei. Regan menelisik wajah satu per satu orang yang keluar dari SMA Garuda. Regan merogoh sakunya saat merasa getaran. Lelaki itu menatap layar handphonenya dan ternyata itu adalah telfon dari Surya-teman satu angkatannya. "Gue lagi sibuk!" Jawab Regan cepat. Bahkan saat seperti ini ia masih sempat mencari keberadaan Mawar. Dari sisi gerbang, Mawar datang dengan tangan memegang handphone dan seperti sedang mengetikkan pesan untuk seseorang. "Mawar!" Panggil Regan otomatis saat meli
Meski jam sudah menunjukkan tengah malam, Sei masih belum bisa tidur. Ia sedang memikirkan sesuatu. Orang yang selama ini menjadi alasannya untuk hidup, selalu menjaga dan merawatnya, bahkan sudah pergi. Kembali ia buka roomchat yang kemarin ia buka. Kemarin ada yang kasih aku bunga. Dulu kan kamu. Pesan Sei masih utuh. Ia masih diperlakukan cuek. Sudah dua tahun ini ia dipisahkan dari kakak kandungnya oleh sang ayah. Sagara Adhitya, seseorang yang selalu Sei rindukan senyumannya. Entah mengapa, setiap Sei mencoba dekat dengan kakaknya sendiri-setelah kejadian yang membuat Sagara sakit hati- menjadi sangat sulit. Walaupun Sei sedikit tidak terima, tapi dalam hal ini ia juga tak bisa menyalahkan kakaknya karena Sagara pasti juga merasakan sakit-mungkin juga lebih besar darinya. Asa. Nama yang diberikan Sagara sendiri pada Sei. Diambil dari singkatan nama Sei, Asa menjadi panggilan sayang. Setiap Sei sakit pasti yang pertama pasang badan untuk menjaganya adalah Sagara. Setiap Agra
Jehan merenung. Gadis itu terpikir seorang perempuan yang kemarin berani ke sekolahnya dan mengemis pada Sagara kekasihnya. Apa dia adalah seseorang dari masa lalunya? Atau keluarga? Sahabat? Jangan-jangan...selingkuhan? Setelah kejadian yang hampir menewaskan mereka berdua, Jehan sedikit mengulur emosinya takut Sagara akan semakin marah dan berujung sesuatu yang buruk. Namun ia pikir akan baik-baik saja jika bertanya pada kekasihnya saat bukan sedang menyetir. Mungkin Sagara akan sedikit menjadi tenang. Pacar Sagara ingin mencari tahu soal dia. Dengan bermodal nama saja, mana bisa ia mengetahui identitas seseorang? Mustahil nama Seinenda akan muncul di mesin pencarian g****e. Ah,Jehan hampir gila rasanya. Di tengah lamunan panjangnya, teman kelasnya-Manda secara mendadak memberikan satu nasi bungkus yang dititipkan padanya. "Nih, dari ayang lo," ujar Manda malas. Jehan tersentak kaget dan langsung menetralkan ekspresinya. "Ketemu di mana?" tanya Jehan. Manda duduk manis di bangkun
"Ayo yang putra game!" teriak seorang guru olahraga bertubuh tegak itu. Semua cowok kelas XII IPS 2 bergerombol untuk membagi tim. Sementara siswi-siswi hanya duduk manis di pinggir lapangan indoor. Sei mengecek handphonenya siapa tahu ada WhatsApp dari Mawar. Tadi pagi ia ijin ke UKS karena tak kuat menahan nyeri datang bulan hari pertama. MawarUdah sembuh belum?Mau dibawain apa nanti?Sembari menunggu balasan dari Mawar, Sei ikut duduk bersama temannya yang lain. Gadis itu memang dikenal sedikit lebih pendiam kalau tidak sedang bersama Mawar. "Sei, gue denger kemarin lo masuk ke sekolah sebelah ya?" Tanya Alina sang ketua kelas yang kepo. Berita itu sepertinya sudah menyebar kemana-mana. Bahkan tadi pagi saat ia berangkat sekolah ada orang tak dikenal yang menanyakan hal serupa padanya. Sei tersenyum kaku. "I-iya kemarin habis ketemu orang," jawabnya. Alina melirik ketiga sahabatnya. "Emang harus banget ya ke sana? Lo kan tahu gimana hubungan sekolah kita." Heran Alina dengan w
Sei terperanjat kaget saat membuka matanya perlahan. Setelah menyadari bahwa dirinya telah tergeletak beberapa jam lalu, Sei berusaha duduk. Gadis itu mengucek matanya.Dalam kepanikan yang ia alami, Sei mengambil handphone yang layarnya retak sebelah karena jatuh. Sambil tertatih ia keluar dari lapangan indoor. Sei menutup hidungnya dengan tangan.Semua orang sudah masuk kelas, Sei semakin takut karena setelah ini ada pelajaran sosiologi. Pasti ia tak akan diijinkan untuk masuk kelas-mengingat betapa disiplinnya guru mapel.Karena tak memperhatikan langkah, tak sengaja Sei menabrak orang. Lelaki yang ditabrak oleh Sei tadi menyelinguk aneh. "Maaf," ujar Sei cepat dan berlalu dari sana.Cowok itu mengerutkan dahinya. Ia melihat bercak kemerahan di tangan perempuan itu. "Berhenti!" Teriaknya membuat Sei berhenti. Ia membalikkan badan bertanya. "Lo mimisan? Ayo ke UKS. Biar gue obatin." Tawarnya peduli. Sei tersenyum kaku dan menggeleng. "Ga usah gapapa kok. Emang suka mimisan kalo lag
Semenjak peristiwa canggung tidak karuan itu, Sei menjadi semakin menaikkan gengsinya. Pesan dari Regan sengaja ia biarkan beberapa menit bahkan beberapa jam sebelum ia balas. Ia semakin kepikiran karena kala itu sakitnya tiba-tiba datang saat bersama Regan, ia jadi semakin tidak karuan.Mengingat bagaimana Regan mengetahui perasaannya yang sebenarnya sungguh tak bisa membuat Sei tidur nyenyak. Ia selalu tiba-tiba teriak dan memukul Mawar karena salah tingkah.Sementara itu Regan tak berbeda sama sekali. Lelaki itu tetap mengejar Sei seperti biasa. Untuk ukuran perempuan gengsian seperti Sei memang sedikit lebih lama mendapatkannya. Setelah mendapat arahan untuk segera menuju ke perpustakaan, Regan segera menuju perpustakaan dengan malas. Pembiasaan literasi di sekolahnya memang ada. Dari lantai dua perpustakaan, Regan mendengar suara berisik. Namun lelaki itu tak acuh dan memilih untuk berkumpul bersama teman satu kelasnya."Anak-anak, sekarang silakan kalian ambil satu cerita teks
Saat tidak ada suaminya di sisinya, Amira hanya bisa puas dengan kedua anaknya yang setia menunggunya. Sagara sedang menemani Sei bermain boneka yang dibelikan nenek mereka. Paling tidak, jika memang Amira harus pergi ia akan sedikit tenang karena Sagara sudah dewasa-walaupun belum waktunya. Seluruh hidupnya akan dihabiskan untuk menjaga adik kesayangannya. Melihat senyuman yang terpancar dari wajah Sei putri bungsunya membuat Amira memiliki semangat hidup. Walaupun tanpa suami di sampingnya, Amira masih memiliki kedua malaikat di dekatnya. Sei kecil-yang saat itu baru berusia enam tahun menatap ibunya dengan tatapan memelas. "Ma.. Sei mau main sama Mama," pinta Sei sedikit terkesan memaksa. Anak itu berjalan menuju brankar dimana ibunya terbaring lemas. Kalau sudah melihat putrinya menghampirinya dan mengerucutkan bibir, tak akan bisa Amira menolak. Dengan susah payah, Amira menegakkan tubuhnya dan sebisa mungkin turun dari brankar. "Sei mau main sama Mama ya, sayang?" Tanya sang i
"Aku takut."Dua kata itu sukses membuat Regan diam. Gadis ini memang susah. "Kalau ada percaya, ga ada yang perlu ditakutkan." Jawab Regan pahit. Namun nyatanya untuk kembali percaya dengan orang itu tidak semudah yang Regan pikir."Hmm? Harus jadi milik aku, supaya aku jagain kamu sepenuhnya. Kamu ga perlu lagi ngemis perhatian orang lain termasuk Sagara." Lanjut Regan meyakinkan Sei yang menunduk.Sei menatap Regan dalam, dari tatapan hangat itu Regan bisa mengartikan satu kata. Iya. Sei menyetujuinya. Lelaki itu membawa Sei ke pelukannya.***Memulai hari dengan wajah kecut, Sagara melangkah malas ke kelasnya. Hari ini hubungannya dengan Jehan kurang baik.Malam ini Sagara mengajak Jehan untuk menonton film. Saat perjalanan pulang, lelaki itu membuat kesalahan lagi. Padahal ia mengajak kekasihnya untuk bertemu karena sedang rindu.Tadi malam tepat di depan rumah Jehan, secara tidak sadar Sagara membentak gadisnya sampai ketakutan. Kalo kamu ngomongin dia sekali lagi di depan aku,