"Kamu cape, boleh. Tapi kalau untuk mengakhirinya, Tante mohon jangan yah, Kanza Sayang!" pinta Kanza, kembali memeluk tubuh rapuh Kanza dengan penuh kehangatan dan cinta. Mungkin jika Ziea yang berada di posisi seperti Kanza ini, dia juga akan merasa lelah– putus asa dan ingin menyudahi semuanya. Namun, Ziea tidak bisa membiarkan Kanza mengakhiri semua ini. Katakan Ziea egois! Tetapi dia hanyalah seorang ibu yang ingin melihat anaknya bahagia. Razie sudah lama tertekan dengan keluarga mereka, ini saatnya Razie memiliki cintanya– didampingi oleh perempuan tangguh yang akan mengurus putranya hingga tua. Dulu, Razie sering dikatai homo oleh sepupunya hanya karena tidak pernah menyukai perempuan, tidak pernah dekat dengan perempuan, dan hanya berteman dengan Ebra. Hal paling keji, mereka memfitnah Razie mencintai saudara kembarnya sendiri. Hingga Razie-nya benar-benar jatuh cinta, ingin memiliki perempuan itu dan menjadikannya istri. Namun, keluarga suaminya menjebak Razie– membuat Ra
"Hah?" Kanza mengerutkan kening, menatap ke arah perempuan tersebut dengan bingung. Pertama, siapa Adi? Yang kedua, siapa perempuan ini? "Kamu nggak kenal aku? Serius, kamu lupa?" Perempuan itu melototkan mata, menatap Kanza dengan raut muka serius. Kanza menggelengkan kepala, masih menatap aneh pada perempuan tersebut. Hei, siapa perempuan ini? Tidak asing tetapi Kanza lupa dia siapa. "Ya ampun!!" Tiba-tiba suara pekikan terdengar, membuat Kanza dan perempuan tersebut menoleh ke arah suara pekikan cukup histeris tersebut. "Kenapa bisa begini sih? Kalian nggak apa-apa kan?" tanya Lea panik, langsung memerintahkan maid– lewat isyarat-- untuk membereskan kekacauan yang entah siapa yang melakukannya. Kanza dan perempuan yang seumuran dengannya tersebut langsung berdiri. Perempuan itu menghampiri Lea kemudian memeluk lengannya dengan manja. Sedangkan Kanza hanya terdiam, memperhatikan Lea dan perempuan tersebut. "Mommy, ini Kanza yang sering aku ceritain ke Mommy. Yang aku bilang a
Namun, ketika menyadarinya … Deg deg deg Jantung Kanza terasa akan copot dalam sana, berdebar kuat dan sangat kencang. Matanya melotot, iris-nya melebar, campuran perasaan takut dan tak enak karena lancang duduk di pangkuan pria tersebut. Ada perasaan malu yang membuat saraf-saraf Kanza kaku, punggungnya panas dingin serta raut mukanya yang memucat. Berbeda dengan Kanza, raut muka Razie terlihat santai– memiringkan kepala dengan sebelah alis yang terangkat, menatap intens wajah cantik Kanza-nya. Ah, ekspresi Kanza yang seperti ini terasa sangat menggemaskan. Kanza berniat bangkit, bergegas turun dari pangkuan Razie. Namun, tiba-tiba saja Alana menerjang tubuhnya, membuat Kanza kembali duduk di atas pangkuan Razie. "Pelukan sahabat, Adi tepung Kanji," pekik Alana riang, memeluk Kanza secara erat-erat. "Iiiih, lepasin, Dedemit Alan! Lepas!! Aaaargk … kenapa aku harus ketemu kamu lagi sih?" keluh Kanza, berusaha memberontak– mendorong sembari menjauhkan wajahnya dari Alana. Demi Tu
Hingga tiba-tiba pintu terbuka, Kanza dengan cepat mengayunkan tangannya dan …-Bug'Dengan cepat seseorang tersebut menangkis pukulan Kanza, menangkap patung tersebut kemudian menariknya dari tangan Kanza. "Kau ingin membunuhku?" Razie menaikkan sebelah alis, meletakkan patung tersebut di sebuah meja panjang yang berada di dekatnya lalu melangkah mengikis jarak pada Kanza. "Pak Razie?" Kanza melogo horor, melototkan mata dengan air muka kaget. "Kenapa?" Razie mengunci pergerakan Kanza, menyurutkan perempuan tersebut ke tembok lalu mengungkungnya dalam tubuhnya yang besar. "Kau tidak suka aku di sini, Sweetheart?" tanya Razie bernada serak, mendekatkan wajahnya ke wajah Kanza– di mana tangan kanannya sudah melingkar secara possessive di pinggang Kanza. "Bukan begitu, Pak. Tapi … kenapa lewat dari balkon. Pak Razie seperti pencuri saja," ucap Kanza. Sejujurnya dia gugup setengah mati, pria ini terus mendekatkan wajahnya ke leher Kanza– mengendus-endus leher Kanza dengan sesekali
Kanza memijit kening ketika melihat Alana mencengkeram kerah kemeja Dani, pusing dengan Alana yang sudah ia anggap sejak dulu sebagai Kunti pengganggu. "Kamu nikah nggak ngundang-ngundang aku, Hah? Takut zuppa soup sama rendang di pernikahanmu habis yah makanya nggak ngundang aku?!" tuntut Alana, marah-marah pada Dani tanpa memperhatikan sekitarnya. "Eh." Dani hanya bisa meringis, menatap Alana cukup kaget dan pucat pias. Hais, dedemit ini kenapa muncul? "Bukan takut zuppa soup sama rendang habis, Alan. Tapi takut meja prasmanan-nya kamu makan, makanya Dani nggak ngundang kamu," ucap Kanza pelan, manggaruk tengkuk dengan menatap santai ke arah Alana. "Aaaah … Adi, kamu jahat banget sih!" Alana menyungut, memukul pundak Dani cukup kuat kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Kanza. "Lah, si anying!" Dani mengusap pundak, "siapa yang salah siapa yang dipukul. Dasar Kunti!" ucapnya sebal, menatap berang ke arah Alana yang sudah duduk. "Kunti? Helloww … aku ini model terkenal ya
Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba, hari pernikahan Kanza dan Razie. Setelah menggelar pernikahan privat yang mewah– meskipun hanya dihadiri oleh keluarga Azam serta tamu spesial keluarga Azam, akhirnya Kanza sah menjadi istri dari Razie Dominic Azam. Ada banyak keluarga pria itu yang hadir, keluarga pria tersebut yang dari LA, Paris, Italia, dan tempat lainnya. Mereka semua datang. Kanza benar-benar bingung serta kesulitan untuk menghapal wajah mereka semua. Itu kekurangan Kanza. Dia cukup cerdas dan pintar, mudah tanggap dan mudah menghapal rumus tersulit sekalipun. Tetapi tidak dengan wajah seseorang. Kanza sangat sulit mengingat wajah, dan Kanza menyebutnya sebagai kekurangan untuknya. [Selamat yah, Kanza sayangku. Semoga malam pertamamu dengan Tuan muda kaya raya lancar. Semoga Kendrick cepat dapat adik. Hihihihi ….]Kanza yang sedang membaca note dari Jihan dan Dani tersebut hanya bisa mendengkus kesal. "Abaikan," ucap Kanza, melempar note ditangannya dengan se enak
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan bukan?" ucap Razie pada seseorang, lewat sambungan telpon. 'Tentu saja, Tuan,' jawab seseorang dari seberang sana. "Humm." Razie berdehem singkat, setelah itu matikan sambungan telpon– menoleh ke arah istrinya yang baru selesai mengenakan pakaiannya. Razie tersenyum tipis ke arah Kanza, mendekati perempuan tersebut kemudian langsung membawa Kanza dalam pelukannya. "Kau sangat wangi, Sweetheart," ucap Razie, menghirup rakus aroma tubuh perempuan itu, mengecup leher Kanza beberapa kali lalu menggigitnya karena gemas dengan aroma Kanza. Aroma menenangkan tetapi membuat Razie gemas secara bersaman pada pemilik tubuh tersebut. "Kau merasa lebih baik?" tanya Razie lembut, menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Kanza– menatap intens pada sang istri. "I--iya, Pak," jawab Kanza gagap, gugup karena masih terbayang-bayang dengan kejadian semalam dan canggung karena status barunya. Sekarang dia telah sah menjadi istri dari pria ini, Kanza sudah resmi menjadi
"Pak-- eh, maksudku Mas Razie," panggil Kanza, menoleh lengan suaminya sembari celingak-celinguk ke sana kemari. "Humm?" Razie berdehem pelan, menatap istrinya dengan sebelah alis terangkat. "Aku tidak melihat keluarga Mas Razie di sini. Mereka semua ke mana?" tanya Kanza, kali ini memfokuskan tatapannya pada Razie. "Kendrick mana?" "Mereka semua sudah pulang," jawab Razie santai. Saat ini mereka masih di villa keluarga, tempat mereka melangsungkan pernikahan-- semalam. Namun, Razie memilih berbeda– mengusir semua orang dari villa agar dia bisa berduaan dengan istrinya. Bagi Razie, liburan keluarga sebagai manis setelah pernikahan itu hanyalah kata lain pengganggu kelas elit bagi pasangan yang baru menikah. Bagaimana tidak? Setelah pagi tiba, mereka semua akan meledek Kanza– membuat Kanza semakin canggung lalu pada akhirnya menjaga jarak dengan Razie. Jadi lebih baik Razie mengusir mereka semua, tidak ada pengganggu dan tidak ada Kanza yang akan menghindarinya. "Kenapa?" Kanza