Karena tak tahan digoda oleh keluarga Reigha, di mana mereka terus menjodoh-jodohkan Ziea dan Reigha, Ziea memutuskan untuk pulang lebih dulu– dengan alasan pengunjung cafe miliknya ramai dan Ziea harus membantu para pegawainya.
"Ziea, kau mau pulang?" tanya pamannya--Gabriel–Daddy Reigha, yang kebetulan berpapasan dengan Ziea."Iya, Paman," jawab Ziea dengan menganggukkan kepala pelan, tersenyum tipis ke arah pamannya. Kata orang-orang, pamannya ini sangat menyeramkan. Namun, bagi Ziea pamannya ini adalah paman terbaik.Yah, pendiam dan dingin. Namun, Pamannya ini orang yang sangat peduli serta sangat menyayangi keluarga. "Ega, kemari sebentar," panggil Gabriel tiba-tiba, saat melihat Reigha lewat dan berniat masuk dalam lift.Ziea sendiri seketika panik, sontak menatap ke arah Pamannya memandang– memperhatikan Reigha yang berjalan dengan cool, layaknya king yang ingin naik ke singgasananya.'Zi, kamu sudah punya pacar. Tolong lupakan Kak Reigha. Ingat! Wanita di Paris banyak yang cantik dan smart, dan terakhir kali dia menggandeng perempuan. Tolong jangan jatuh cinta lagi pada orang ini. Ingat juga dong kalau dia pernah menerormu! Jangan jatuh cinta pada devil, Ziea.'Jantung Ziea berdebar kencang, semakin berdetak kuat dan melaju cepat seiring Reigha yang berjalan lebih dekat ke arahnya. Ketika pria itu berhenti tepat di sebelahnya dengan jarak yang sangat dekat, jantung Ziea rasanya hampir meledak dalam sana.Ini terlalu dekat! Bahkan pundaknya menyentuh lengan Reigha. Jantung Ziea tak aman!Sejujurnya, pria ini adalah pria yang Ziea suka, dan dia tak pernah curhat mengenai perasaannya pada siapapun. Dia memendamnya sendiri. Namun, entah bagaimana mereka tahu jika Ziea menyukai Reigha. Dan ada yang menjadi cepu di keluarga ini, tiba-tiba kabar itu tersebar– membuat Ziea selalu dijodoh-jodohkan dengan Reigha.Dulu, Ziea malu-malu saat dijodoh-jodohkan dengan Reigha. Sekarang juga begitu, hanya saja dia memahami sesuatu. Reigha risih dan tak suka!Ziea pernah nekat mengungkapkan perasaannya pada Reigha, lima tahun yang lalu. Dengan konyolnya, dia mengungkap perasaannya pada Reigha. Pria itu mengatakan Ziea harus menyelesaikan pendidikannya dan mengejar cita-citanya lebih dahulu baru Reigha bersedia menjalin hubungan dengan Ziea. Sialnya! Beberapa bulan setelah Ziea mengutarakan perasaannya pada Reigha, pria itu menghindarinya. Tak lama juga, Reigha mendadak memutuskan untuk menetap di Paris– mengurus bisnis keluarga mereka yang ada di sana. Dan Ziea paham jika saat itu Reigha tidak sedang berjanji untuk menunggunya, tetapi pria itu tengah menolak Ziea secara halus.Hal yang menyakitkannya adalah Ziea nekat serta diam-diam menyusul Reigha ke bandara, berniat mengantar pria itu dan sebagai perjumpaan terakhir mereka. Tetapi sampainya di sana, Ziea harus melihat Reigha sedang duduk dengan memangku perempuan dan mereka berciuman. Itu patah hati terberat bagi Ziea.Sejak saat itu Ziea memilih memendam rasa, berusaha move on dan melupakan Reigha–sepupu yang menjadi cinta pertamanya. Disela-sela dia berusaha move on, Reigha tiba-tiba mengancamnya lewat telpon. Itu menjadi cambukan cinta paling menyakitkan bagi Ziea. Sekarang, Ziea sudah punya kekasih. Ziea belum mencintai kekasihnya, tapi dia yakin setelah dia dan kekasihnya menikah, dia akan mencintai sang kekasih."Calon istrimu ingin pulang. Kau bisa mengantarnya, Son?" tanya Gabriel setelah Reigha di dekatnya.'What?! Apa-apaan Paman ini?! Ah ya Tuhan!! Bahkan Paman juga ikut-ikutan. Aduh.'"Baik, Daddy." Reigha menganggukkan kepala."Se--sebenarnya tidak perlu, Paman. Aku sudah memesan taksi--""Kau bisa membatalkannya." Reigha memotong cepat, mencekal pergelangan tangan Ziea kemudian menarik Ziea agar ikut dengannya."Kak, aku tidak perlu diantar oleh Kak Reigha. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula pacarku …-""Putuskan pacarmu!" potong Reigha dengan cepat, nadanya terkesan marah dan raut mukanya semakin terlihat dingin."Maaf, Kak. Itu bukan urusan Kakak dan tak ada sangkut pautnya juga dengan Kakak.""Siapa yang mengizinkanmu punya kekasih?!" desis Reigha dengan menatap tajam ke arah Ziea."Aku sudah dewasa, jadi aku sudah bisa menentukan pilihanku sendiri tanpa harus izin pada siapapun," ucap Ziea dengan nada pelan dan hati-hati, dia sangat gugup dan canggung secara bersamaan. Tatapan Reigha begitu menusuk dan mengintimidasi.Jujur saja, Ziea takut dan merinding!"Dewasa? Apa buktinya kau sudah dewasa, Zi?" Reigha menaikkan sebelah alis, bersedekap di dada dengan raut muka yang terlihat dingin sembari memperhatikan ekspresi wajah muram dan kecut Ziea."Usiaku sudah dua puluh lima tahun.""Usia tidak bisa menjamin seseorang dewasa atau tidak.""Dadaku sudah tumbuh besar," kesal Ziea mengaco, membusungkan dada ke arah Reigha– menunjukkan jika ukuran dadanya sudah jauh lebih besar dibandingkan lima tahun terakhir.Namun, saat menyadari apa yang dia lakukan, dan sadar jika Reigha menatap ke arah dadanya, Ziea sontak menyilangkan tangan di depan dada. Bergerak mundur juga karena merasa malu dengan Reigha.'Aaaah, apa yang aku lakukan? Astaga astaga! Aku sangat malu!' batin Ziea, meringis dalam hati. Pipinya memerah padam dan terasa panas dari dalam, dia malu hingga ke akar-akar."Cih, palsu," komentar Reigha berkacak pinggang dan masih menatap ke arah dada Ziea,"busa," lanjutnya, semakin mencekik dan membuat Ziea reflek menganga dan membulatkan mata.Sakit sekali! Dadanya dituduh palsu? Busa? Yang benar saja?!"Ini asli!" kesal Ziea."Aku sudah melihat," ucap pria itu, berhasil membuat tubuh Ziea membeku dan menegang kaku, "tidak lebih besar dari telapak tanganku," tambahnya dengan nada pelan, sudah berada tepat di depan Ziea dengan jarak yang sangat dekat– Ziea bisa merasakan hembusan napas pria ini yang menerpa wajah Ziea, beraroma mint dan menyegarkan.Namun membuat jantung Ziea serasa turun ke lambung dan membuat lututnya gemetaran."A--aku tidak paham dengan apa yang Kak Reigha katakan. Maaf, aku harus pergi." Buru-buru Ziea mendorong dada bidang Reigha, kemudian segera beranjak dari sana dengan air muka panik dan pucat pias.Hah, tidak lebih besar dari telapak tangannya? Ke--kenapa rasanya si kulkas ini menjadi mesum? Dan-- shit, jangan-jangan Reigha sadar dengan malam itu.***"Nanti kita ber-telponan lagi. Matikan saja sambungannya, pasien menunggumu dan menyelamatkan nyawa seseorang itu lebih berharga dibandingkan ber-telponan," ucap Ziea lembut, tengah ber-telponan dengan kekasihnya yang bernama Dion Sanjaya– seorang dokter bedah di salah satu rumah sakit kota ini.Mereka sudah berpacaran enam bulan yang lalu, dan menurut Ziea itu sudah cukup untuk saling mengenal. Namun, entah kenapa Ziea menolak untuk menikah di waktu yang dekat dengan Dion. Entahlah! Mungkin karena Ziea masih ingin memuaskan diri di masa mudanya ini."Hais." Ziea menghela napas, memijit kening setelah kekasihnya memutuskan sambungan telpon. Lagi-lagi Dion menanyakan kesiapan Ziea untuk dinikahi. "Apa aku mau saja yah? Tapi kan aku sudah tidak perawan lagi. Cik, bagaimana ini?" gumam Ziea, dalam ruangan kerja di cafe miliknya.Ceklek'Pintu ruangannya terbuka, Ziea spontan menoleh ke arah sana. "Siap--" Perkataan Ziea spontan berhenti saat melihat siapa yang membuka pintu. Reigha Abbas Azam!Deg'Jantung Ziea sontak berdebar kencang. Matanya membelalak dan air mukanya berubah pucat. "Kenapa Kak Rei kemari?"Jangan bilang Reigha mengikutinya kemari?"Putuskan Kekasihmu!" dingin pria itu, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Ziea. Dia mengunci pintu kemudian melangkah mendekati Ziea yang sudah mematung dan membeku."Sudah kukatakan, aku dan kekasihku tidak ada sangkut pautnya dengan Kak Reigha!" kesal Ziea, sengaja untuk menutupi kegugupan yang melandanya saat Reigha sudah ada di dekatnya."Kau akan menikah denganku," jawab Reigha santai."Apa? Siapa yang ingin menikah dengan Kak Reigha?!" kaget Ziea dengan air muka gugup dan dia semakin panik. "Aku tidak mau, aku akan menikah dengan kekasihku. Bukan dengan Kak Reigha.""Kau yakin menolak menikah denganku?" Reigha menaikkan sebelah alis."Tentu. Aku sangat yakin seratus persen." Ziea menganggukkan kepala dengan mantap."By the way, malam itu aku sama sekali tidak menggunakan pengaman dan aku mengeluarkannya di dalammu," ucap Reigha dengan nada dingin dan menusuk, sudah berada tepat di depan Ziea– memeluk pinggang perempuan itu sembari menatap tajam dan penuh peringatan.Jantung Ziea rasanya akan copot dan wajahnya bukan hanya kaku, tetapi juga memerah padam– marah namun jua malu mendengar perkataan Reigha. Ditambah posisinya yang sangat intim seperti ini dengan Reigha, rasanya Ziea ingin pingsan.'Aku kembali untukmu, tetapi kau memilih dengan orang lain. Cih, jangan harap kau bisa lepas dariku, Little girl!'Ucapan Reigha terus mengiyang di kepala Ziea– di mana pria itu mengungkit one night stand antara keduanya. Reigha mengakuinya tetapi juga menjadikan itu sebagai ancaman untuk menikahi Ziea. "Tapi kenapa Kak Reigha mendadak ingin menikah denganku? Pasti ada sesuatu. Tak mungkin kan karena dia menyukaiku. Hai, melihatku saja dia risih dan … harus ada Kak Haiden atau sepupunya yang lain, baru dia mau berbicara denganku," gumam Ziea pelan, bermonolog sendiri dalam kamarnya. Memalukan! Ziea benar-benar pingsan, Coi! Yah, karena terlalu dekat dan terlalu intim dengan Reigha, dia menahan napas lalu kepalanya tiba-tiba ringan. Mendadak semua gelap, dan dia berakhir pingsan. Lalu ketika dia bangun, dia sudah di dalam kamar dan langsung dimarahi oleh Haiden karena Ziea dianggap merepotkan Reigha. Untung Daddy dan Mommynya sudah pulang, jadi Ziea bisa berlindung dari amukan Kakaknya. Ceklek' Tiba-tiba pintu kamar Ziea dibuka, memperlihatkan Kakaknya dengan air muka malas dan ditekuk. Mungk
Seperti yang Ziea katakan pada Mommynya, hari ini Ziea memberanikan diri untuk menemui Reigha di Mansion keluarga Azam. Agar tidak terlalu menonjol, Ziea beralasan menemani Kakaknya– seperti semalam. Padahal sekarang, murni Ziea yang ingin ikut-- tanpa dipaksa atau ditipu oleh Kakaknya lagi. Setelah melihat-lihat kondisi, Ziea memberanikan diri untuk menghampiri Reigha dan berbisik pada pria itu. "Aku ingin bicara dengan Kak Rei," bisik Ziea sembari berjinjit– berusaha menggapai telinga Reigha.Pria ini sangat tinggi, dan tingginya tidak normal bagi Ziea. Bagi Ziea dia sudah tinggi– 163 cm itu sudah termasuk tinggi yang ideal untuk wanita di tanah air. Laki-laki di negri ini pada umumnya, rata-rata punya tinggi kurang lebih 175 cm. Tetapi tidak dengan Reigha dan para sepupu pria ini. Reigha punya tinggi 193 cm, lebih tinggi satu centi meter dari Kakaknya, Rafael. Jadi, Ziea begitu pendek jika di sebelah Reigha. Sedangkan tinggi Kakaknya, Haiden, hanya 185 cm. Itu saja sudah memb
Setelah menemui Reigha, Ziea memutuskan untuk menemui pacarnya, Dion, ke rumah sakit. Harusnya Dion yang datang ke cafe milik Ziea, tetapi Ziea melarang karena entah kenapa Reigha, Kakaknya dan para sepupu mereka yang lain main ke sana. Cik, padahal Ziea belum 100 persen menyetujui pernikahannya dengan Reigha, tetapi mereka semua sudah menganggap jika Ziea menerima, dan fun fact-nya, mereka akan menikah tiga hari dari sekarang. Gila! Namun itu kenyataannya. Keadaan memang mendesak, Reigha tidak bisa berlama-lama di tanah air. Perusahaan membutuhkannya, jadi semua serba didesak. "Dion?" ucap Ziea, menatap kaget ke arah Dion yang sudah di cafenya– bersama seorang perempuan muda berperut buncit. 'Astaga, kenapa Dion kemari sih? Kan aku sudah mengatakan padanya jika aku yang akan menemuinya ke rumah sakit. Cik, Kakak di sini dan Kak Rei juga. Habislah aku!' batin Ziea. "Ziea," panggil pria itu dengan suara lembut dan pelan. Dia berjalan ke arah Ziea sembari menggandeng tangan perempu
"Daddy meminta maaf, tetapi …- besok kau harus menikah dengan Rei, Nak." Ziea yang akan masuk dalam kamarnya, sontak menoleh kaget ke arah Daddynya. "Hah? Kenapa dimajukan dan men--mendadak begini?" "Perusahaan mereka terancam, Reigha harus secepatnya kembali ke Paris, Nak," jelas Kenzie, menatap iba namun memohon jua agar putrinya ini tidak membantah seperti kemarin. Dia berharap Ziea mengerti kondisi! Namun, semisal Ziea tidak menerima situasi sekarang, Kenzie tak akan menyalahkan Ziea. Mungkin putrinya dan Reigha tidak berjodoh. "Ya … Yaudah." Ziea menganggukkan kepala. "Ziea ikut saja jika itu yang terbaik."Kenzie seketika itu juga memeluk putrinya. "Terimakasih, Nak, dan maafkan Daddy …." Ziea menganggukkan kepala. Memangnya dia bisa apa? Menolak? Tidak, Reigha sudah mengancamnya!***Sekarang Ziea dan Reigha telah resmi menjadi suami istri, ijab kabul sudah selesai– pesta pernikahan mereka telah selesai berlangsung dan hanya dihadiri oleh keluarga Azam serta keluarga Mahe
Reigha benar-benar membawa Ziea ke Paris, dan mereka sudah berada di mansion keluarga Azam yang ada di negara ini– di mana mansion tersebut akan menjadi tempat tinggal Reigha serta Ziea. Ziea tak perlu khawatir tak bisa menyesuaikan diri di sini, karena para maid di mansion suaminya ini hampir seluruhnya bisa menggunakan bahasa tanah air. Tentu saja! Banyak dari mereka juga yang berasal dari tanah air. Keadaan mansion juga dibuat mirip dengan suasana di mansion kediaman Azam yang ada di tanah air. Mama mertuanya– Satiya– sempat bercerita pada Ziea jika mansion ini sengaja direnovasi dan dibuat se mirip mungkin dengan mansion di tanah air karena permintaan Reigha sendiri.Menjadi Reigha memang sulit, bukan anak pertama tetapi punya tanggung jawab besar untuk keluarga Azam– mengurus perusahaan raksasa keluarga Azam yang ada di negara ini. Dia terpaksa tinggal di negara ini, harus berjauhan dengan keluarganya dan menjadi sosok yang lebih dingin. Mungkin itu alasan kenapa Reigha ingin n
Bug'Reigha mendorong tubuh Ziea ke atas ranjang, membuat Ziea terjatuh; berakhir berbaring terlentang, menatap nanar dan takut ke arah Reigha yang terlihat sangat marah. "Kau memikirkan pria lain di saat kau sudah menjadi milikku!" geram Reigha dengan menatap tajam serta marah ke arah Ziea, dia melonggarkan dasi yang dikenakan. Kemudian dia melepas dasi tersebut lalu melemparnya sembarangan. Ziea telah menjadi miliknya, tetapi perempuan ini masih berbalas pesan dengan mantannya dan bahkan … hanya masalah undangan, Ziea harus menangisinya. Ziea benar-benar mencintai pria itu, heh, sampai dia harus mengisi pria bastard itu?! 'Aku saja tak pernah kau tangisi!' Reigha membuka kancing kemeja, naik ke atas ranjang dan perlahan mendekati Ziea yang terlihat sangat gugup dan ketakutan. "Ka--Kak Reigha mau apa?!" cicit Ziea, meringsut di ranjang dengan menyilangkan tangan di depan dada. Tubuhnya sudah bergetar hebat dan jantungnya berpacu dengan cepat. Dia sangat takut saat ini. Ziea bena
"Hah, da--darah?!" panik Ziea, reflek memekik kaget. Dia tak mungkin datang bulan kan? Ah, tidak mungkin. Ini bukan bukannya. Ta-tapi itu darah apa? "Kenapa?" gumam Reigha pelan dan rendah, setelah sampai di kamar mandi. Dia melepas selimut yang menutupi tubuh Ziea, lalu mendudukkan Ziea dengan hati-hati ke dalam bath up. "Kenapa ada darah di--di …-" Ziea tak melanjutkan perkataannya. Sungguh, dia malu untuk mengatakannya. Terlebih, Reigha ikut masuk dalam bath up– di mana pria itu memilih duduk tepat di depan Ziea. 'Aku dan jantungku belum terbiasa dekat-dekat dengan Kak Rei. Aku gemetaran!'"Itu wajar," jawab Reigha, tiba-tiba dan secara mencurigakan menyunggingkan devil smirk ke arah Ziea. "Namanya juga pertama kali," lanjutnya dengan enteng. Ziea mengerutkan kening. Apa maksud pria ini? Pertama kali? Hei, Reigha dan dia pernah melakukan ini sebelum mereka menikah. Ini yang kedua dan bukan yang pertama. "Jangan bilang Kak--Mas Rei lupa dengan kejadian di hotel?" singgung Ziea
Seorang gadis tengah mondar mandir di dalam kamarnya sendiri, wajahnya gelisah dan matanya berkaca-kaca. "Tidak mungkin Kak Ega sudah menikah. Kak Ega ti--tidak mengatakan apa-apa padaku," monolog Cassandra, matanya panas dan dadanya perih. Dia menunggu, berharap jika kisahnya dengan Reigha akan sama dengan kisah Kakak Reigha. Yah, kisah Rafael dengan Serena, di mana Rafael menikahi gadis yang merupakan putri dari kepercayaan Daddynya sendiri. Cassandra memimpikan jika kisahnya dan Reihan juga akan seperti itu. Reigha yang notabe-nya merupakan seorang pewaris utama perusahaan ElitQuality'Electronikc, bisa berdampingan dengannya yang hanya sebatas putri seorang kepercayaan dari keluarga De Felix. "Aku mungkin salah paham. Mas bukan panggilan untuk suami saja. Untuk saudara laki-laki yang lebih tua juga bisa," celutuk Cassandra, panik sendiri– merasa terancam dengan keberadaan Ziea di rumah ini, "Kak Ega memberikan banana milk pada Ziea, minuman favorit Kak Ega sendiri. Aku-- aku t
"Aku mencintaimu, Haiden. Aku ma--mau dijadikan istri kedua atau selingkuhanmu. Plis!" Seseorang yang diam-diam mengintip dari tempatnya, mengepalkan tangan. Lea termenung, berjongkok di balik sebuah tembok. Sejak kemarin dia dan Haiden sudah di penginapan, tempat mereka akan melakukan resepsi pernikahan dengan pasangan Matheo dan Aesya. Malam ini adalah pesta pernikahannya dengan Haiden. Setelah di penginapan ini, Lea dan Haiden memang jarang berinteraksi. Haiden seperti menjaga jarak. Keharusan! Haiden dan dia tidak tidur satu kamar sebab tradisi keluarga suaminya, di mana sebelum acara benar-benar selesai, mereka tidak diperbolehkan satu kamar dan interaksi dibatasi. Tadi malam, Lea tidur dengan sepupu perempuan suaminya–dia benar-benar dijaga. Tradisi aneh, tetapi Lea cukup menyukainya. Kembali ke sekarang. Karena acara akan dimulai dan Lea ingin hadir bersamaan dengan Haiden ke tempat pesta, dia berniat menyusul Haiden. Namun, di tengah jalan dia mendapati suaminya sedang b
"Akhirnya kau menjadi milikku, Azalea," bisik Haiden, setelah memasang cincin di jemari manis istrinya. Setelah itu, dia menarik kecil Lea kemudian mencium kening perempuan yang telah sah menjadi istrinya tersebut. Lea terdiam dengan perasaan aneh yang menyelusup dalam hati, dia hanya merenung–membiarkan Haiden mencium keningnya. Haiden melepas kecupan hangat tersebut, tetapi masih terus menatap wajah cantik Lea. Sayang, perempuan ini sangat pelit–memilih menunduk dibandingkan memperlihatkan kecantikannya pada Haiden. Haiden menangkup pipi Lea secara lembut, mengangkatnya sedikit memaksa–sekarang Lea telah mendongak ke arahnya, menatapnya dengan mata hangat bertabur sparkling. "Hello, Wife," sapa Haiden dengan rendah, tersenyum lembut ke arah Lea. Tak dapat menahan kegembiraan dalam hati, Lea seketika mengibarkan senyuman yang sangat indah. Ada perasaan berdebar ketika Haiden mengatakan hal tadi. Namun, debaran kali ini terasa gembira dan menakjubkan. "Hai, Mas suami," jawab Le
"Kau mau kemana?"Haiden berdecak pelan lalu mendengus. Dia berniat putar balik, tetapi suara dingin itu menghentikan niatannya. Dengan raut muka dingin, Haiden memutar tubuh menghadap Reigha. Melihat wajah datar sahabat sekaligus adik iparnya tersebut, Haiden menggaruk telinga. Dia mendengus lalu berjalan ke arah Reigha. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Haiden, menatap curiga pada Reigha. "Ziea," jawab Reigha datar dan singkat, duduk tenang di tempatnya–tak terganggu oleh kehadiran Haiden yang saat ini telah berdiri di sebelahnya. "Kau tidak bertanya kenapa aku di sini?" Haiden menaikkan sebelah alis, bersedekah dingin. Sejujurnya dia menunggu Reigha bertanya hal tersebut padanya. Saat dia berjalan dari mobil hingga ke tempat ini– tepat di sebelah Reigha berdiri, dia sudah memikirkan alasan apa yang akan dia katakan pada Reigha semisal Reigha menginterogasinya. Reigha menoleh malas ke arah Haiden. "Persetan!" jawabnya cukup santai, tetapi menyebalkan secara saksama. Haiden
"Lea sayang, kamu kenapa?""Papa dengar ada keributan di kamarmu, apa terjadi sesua …- Tuan Haiden?!" Mata Denis membelalak, kaget ketika melihat calon menantunya ada di dalam kamar putrinya. "Pria ini menelusup masuk dalam kamar Azalea. Untung aku lebih dulu menelusup ke kamar putrimu, Ayah mertua," ucap Haiden santai, sengaja mengatakan 'putrimu dan Ayah mertua, trik agar om yang merangkap menjadi ayah kekasihnya tersebut tersanjung. 'Anjay, jujur sekali orang ini. Bikin empeduku ketar ketir ajah,' batin Lea, menatap horor dan melongo syok ke arah Haiden. Mulutnya bahkan terbuka lebar, saking tak percayanya dia dengan Haiden. "Oh iya, Nak Haiden. Untung kamu menelusup lebih dulu," jawab Denis cukup riang, mengganti panggilan Tuan pada Haiden menjadi Nak. Hanya menyebut Lea sebagai putrinya dan dipanggil Ayah mertua oleh Haiden, hatinya meluluh–luar biasa senang. "Azalea bilang dia teman ayah," ucap Haiden, melirik sekilas pada tubuh tua yang sudah tak berdaya di lantai. Kemudian
Benni yang telah berhasil mencongkel jendela kamar Lea seketika menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Akhirnya, Lea ku yang cantik dan manis-- malam ini aku mendapatkanmu!" ucap Benni, merasa senang serta tak sabar untuk melaksanakan aksinya. Perlahan dia membuka jendela kamar lalu masuk secara hati-hati serta mengendap-endap. Beruntung kamar Lea minim pencahayaan, jadi dia bisa menyelinap dengan gampang. ***Krek'Mendengar bunyi jendela terbuka secara perlahan, mata Haiden yang sempat terpejam seketika kembali terbuka. Dia menoleh ke arah jendela dalam kamar, matanya bisa dikatakan tajam dalam kegelapan sehingga dia bisa melihat siluet seseorang yang tengah menyelinap masuk ke kamar calon istrinya ini. Alis Haiden menekuk tajam, seketika terpancing amarah–jelas itu siluet seorang laki-laki! Tak mungkin Lea mengundang pria dalam kamar, meskipun sedikit genit tetapi dia kenal betul dengan pribadi calon istrinya. Lea hanya genit diluar, aslinya Lea sangat menjaga diri dsn b
Klik'Lampu menyala, bersamaan dengan mata Lea yang membelalak–menatap kaget pada sosok pria yang sekarang telah berada di pinggir ranjangnya. Menyadari pakaiannya yang kurang sopan, Lea buru-buru meraih bantal lalu menutupi bagian dada. Piyama yang Lea kenalan cukup seksi pada bagian atas, lengan berbentuk tali–membuat pundak Lea telanjang. "Pak Haiden ngapain ke sini?!" pekik Lea, setengah berbisik dan menggeram. Dia kesal pada pria ini karena kemunculannya membuat Lea merasa takut. Lea pikir siapa?! Tapi-- … hei, Lea sekarang jauh lebih takut. Haiden ada di kamarnya dan … ba--bagaimana bisa? "Kau tidak berbicara denganku ketika kuantar pulang," ucap Haiden santai, duduk lalu berakhir membaringkan diri di ranjang Lea. Lea kembali melototkan mata, kali ini tak menduga jika Haiden menjadikan itu alasan untuk bisa kemari. "Kita sudah bicara dan Pak Haiden sekarang juga pulang.""Aku datang dengan niat baik, Azalea. Kenapa kau mengusirku? Kau tidak suka bertemu denganku?" "Pak, ma
Brak' Haiden membuka pintu mobil secara kuat, kemudian menarik kasar seseorang dari dalam mobil. "KELUAR!" marah Haiden, membentak perempuan tersebut secara kasar–tak peduli jika yang ia kasari tersebut adalah perempuan. Namanya Haiden Mahendra! Tempramental dan bisa meluapkan kemarahannya pada siapapun–kecuali pada adiknya! Sekarang, Haiden sangat marah karena Lea memilih pulang tanpa diantar olehnya, dan sekarang dia memanfaatkan kemarahannya tersebut pada Melodi–alasan calon istrinya memilih pergi. "Ha--Haiden … argk! Perutku sakit!" pekik Melodi yang sudah tergeletak jatuh di halaman, satu tangan menyangga tubuh dan satu lagi memegangi perut yang terasa kram dan sakit. Bukan penyakit parah, hanya alergi susu dan dia memang sengaja meminum susu supaya bisa cari perhatian pada Haiden. "Persetan!" maki Haiden, segera masuk dalam mobil kemudian buru-buru mengendari mobil–ngebut untuk menyusul Lea. "Haiden!!" teriak Melodi sekencang mungkin, akan tetapi sayang karena Haiden ta
Lea akhirnya selamat dari kesalah pahaman Ziea padanya dan Haiden. Reigha menemukan mereka dengan mudah, sedikit marah sebab menganggap Haiden tidak sopan pada Ziea. Yah, sebab Haiden bertelanjang dada! Keduanya mengobrol lalu tiba-tiba Reigha mendadak satu jalur dengan Haiden, melarang Ziea untuk tak mengatakan apa-apa pada siapapun mengenai kejadian di toilet sebab itu bukan urusan Ziea dan dia. Untungnya Ziea sangat patuh pada suaminya, jadi Lea dan Haiden selamat dari bocah kematian bernama Ziea tersebut. "Ini pakaian Ziea, masih baru dan tak pernah dipakai olehnya. Gunakan ini supaya tak ada yang salah paham lagi," ucap Haiden pada Lea, menyerahkan sebuah pakaian baru untuk sang kekasih. Mereka berada di kamar Haiden, terpaksa sebab tempat inilah yang paling aman dari intaian siapapun. Lagipula kamarnya bersebelahan dengan kamar Ziea dan Reigha, sahabat sekaligus sepupu serta iparnya tersebut telah ia suruh berjaga di depan. "Iya, Pak." Lea meraih pakaian tersebut kemudian
"Aaa--" Lea berteriak namun buru-buru membekap mulut. Dia langsung meringsut ke sudut toilet, merapatkan kemeja pada tubuh sembari menatap pucat pias ke arah Haiden. "Bilang kalau Pak Haiden tidak melihat apapun!" paniknya, lalu buru-buru mengancing kemeja tersebut. Lebih cepat dia membungkus tubuhnya, lebih aman dia dari pria mesum ini. Ternyata oh ternyata! "Jika aku mencopot bramu, aku melihat semuanya," jawab Haiden santai, bersedekap sembari menyunggingkan smirk tipis ke arah Lea. Kini dia telah menghadap ke arah perempuan itu, memperhatikan Lea yang sedang mengancing kemeja secara terburu-buru dengan tatapan yang begitu intens. Pipi Lea memerah–sudah seperti tomat busuk. Dia mengerjab beberapa kali. Kalau dipikir-pikir Haiden tak mungkin se mesun itu. Namun, jika dipertimbangkan secara matang Haiden bahkan pernah hampir kelepasan–hampir merenggut kesuciannya sebab berkunjung dan kebetulan hujan tengah turun. "A--aku tidak peduli, yang penting serangan, Pak Haiden tolong ming