Reigha benar-benar membawa Ziea ke Paris, dan mereka sudah berada di mansion keluarga Azam yang ada di negara ini– di mana mansion tersebut akan menjadi tempat tinggal Reigha serta Ziea. Ziea tak perlu khawatir tak bisa menyesuaikan diri di sini, karena para maid di mansion suaminya ini hampir seluruhnya bisa menggunakan bahasa tanah air. Tentu saja! Banyak dari mereka juga yang berasal dari tanah air. Keadaan mansion juga dibuat mirip dengan suasana di mansion kediaman Azam yang ada di tanah air. Mama mertuanya– Satiya– sempat bercerita pada Ziea jika mansion ini sengaja direnovasi dan dibuat se mirip mungkin dengan mansion di tanah air karena permintaan Reigha sendiri.Menjadi Reigha memang sulit, bukan anak pertama tetapi punya tanggung jawab besar untuk keluarga Azam– mengurus perusahaan raksasa keluarga Azam yang ada di negara ini. Dia terpaksa tinggal di negara ini, harus berjauhan dengan keluarganya dan menjadi sosok yang lebih dingin. Mungkin itu alasan kenapa Reigha ingin n
Bug'Reigha mendorong tubuh Ziea ke atas ranjang, membuat Ziea terjatuh; berakhir berbaring terlentang, menatap nanar dan takut ke arah Reigha yang terlihat sangat marah. "Kau memikirkan pria lain di saat kau sudah menjadi milikku!" geram Reigha dengan menatap tajam serta marah ke arah Ziea, dia melonggarkan dasi yang dikenakan. Kemudian dia melepas dasi tersebut lalu melemparnya sembarangan. Ziea telah menjadi miliknya, tetapi perempuan ini masih berbalas pesan dengan mantannya dan bahkan … hanya masalah undangan, Ziea harus menangisinya. Ziea benar-benar mencintai pria itu, heh, sampai dia harus mengisi pria bastard itu?! 'Aku saja tak pernah kau tangisi!' Reigha membuka kancing kemeja, naik ke atas ranjang dan perlahan mendekati Ziea yang terlihat sangat gugup dan ketakutan. "Ka--Kak Reigha mau apa?!" cicit Ziea, meringsut di ranjang dengan menyilangkan tangan di depan dada. Tubuhnya sudah bergetar hebat dan jantungnya berpacu dengan cepat. Dia sangat takut saat ini. Ziea bena
"Hah, da--darah?!" panik Ziea, reflek memekik kaget. Dia tak mungkin datang bulan kan? Ah, tidak mungkin. Ini bukan bukannya. Ta-tapi itu darah apa? "Kenapa?" gumam Reigha pelan dan rendah, setelah sampai di kamar mandi. Dia melepas selimut yang menutupi tubuh Ziea, lalu mendudukkan Ziea dengan hati-hati ke dalam bath up. "Kenapa ada darah di--di …-" Ziea tak melanjutkan perkataannya. Sungguh, dia malu untuk mengatakannya. Terlebih, Reigha ikut masuk dalam bath up– di mana pria itu memilih duduk tepat di depan Ziea. 'Aku dan jantungku belum terbiasa dekat-dekat dengan Kak Rei. Aku gemetaran!'"Itu wajar," jawab Reigha, tiba-tiba dan secara mencurigakan menyunggingkan devil smirk ke arah Ziea. "Namanya juga pertama kali," lanjutnya dengan enteng. Ziea mengerutkan kening. Apa maksud pria ini? Pertama kali? Hei, Reigha dan dia pernah melakukan ini sebelum mereka menikah. Ini yang kedua dan bukan yang pertama. "Jangan bilang Kak--Mas Rei lupa dengan kejadian di hotel?" singgung Ziea
Seorang gadis tengah mondar mandir di dalam kamarnya sendiri, wajahnya gelisah dan matanya berkaca-kaca. "Tidak mungkin Kak Ega sudah menikah. Kak Ega ti--tidak mengatakan apa-apa padaku," monolog Cassandra, matanya panas dan dadanya perih. Dia menunggu, berharap jika kisahnya dengan Reigha akan sama dengan kisah Kakak Reigha. Yah, kisah Rafael dengan Serena, di mana Rafael menikahi gadis yang merupakan putri dari kepercayaan Daddynya sendiri. Cassandra memimpikan jika kisahnya dan Reihan juga akan seperti itu. Reigha yang notabe-nya merupakan seorang pewaris utama perusahaan ElitQuality'Electronikc, bisa berdampingan dengannya yang hanya sebatas putri seorang kepercayaan dari keluarga De Felix. "Aku mungkin salah paham. Mas bukan panggilan untuk suami saja. Untuk saudara laki-laki yang lebih tua juga bisa," celutuk Cassandra, panik sendiri– merasa terancam dengan keberadaan Ziea di rumah ini, "Kak Ega memberikan banana milk pada Ziea, minuman favorit Kak Ega sendiri. Aku-- aku t
Reigha yang tertoleh dengan cepat menatap tajam ke arah Ziea, rahangnya mengatup kuat dengan raut wajah mengerikan serta aura pekat yang menundukkan. Matanya menyorot dingin serta penuh ancaman, memancarkan kemarahan yang kentara di sana. TesNamun, saat melihat sebuah bulir kristal jatuh dari pelupuk mata Ziea, kemarahan itu seketika lenyap dan berganti perasaan bersalah. Entah, dia bingung kenapa Ziea menangis tetapi dia merasa bersalah melihat air mata itu. "Sebenci itu Kak Rei padaku yah sampai harus menyewa gigolo untuk melecehkanku?!" serak Ziea rendah dan bergetar, mendongak untuk menatap Reigha dengan manik berkaca-kaca yang penuh kesedihan."Apa yang kau katakan, Zie?" ucap Reigha pelan dan rendah, dia langsung membawa Ziea dalam pelukannya– mendekapnya dengan hangat dan erat, berusaha memberikan rasa aman pada istrinya tersebut. Shit! Dia bisa melihat ketakutan yang sangat besar memancar di mata Ziea. Dan … menyewa gigolo untuk melecehkan …- fucking jerk! Tidak mungkin Re
"Punya pemikiran darimana sehingga kau bisa meyakini jika aku berniat buruk padamu?" tanya Reigha dingin, mengabaikan perkataan Ziea sebelumnya dan tiba-tiba mendongak– menatap intens pada sang istri. Jantung Ziea berdebar dengan sangat kencang. Oh, Tuhan! Bisakah Reigha tidak menatapnya seperti ini? Jujur saja jantung Ziea sudah tidak sanggup. Rasanya … sulit dijelaskan. Intinya dia gugup. 'Dia masih bisa bertanya begitu? Setelah semua yang dia lakukan padaku?' batin Ziea, masih gugup karena tatapan Reigha yang terlalu dalam dan menghipnotis. Tetapi di sisi lain, dia sangat kesal! Pertanyaan Reigha sangat menjengkelkan. "Kak-- Mas Rei masih nanya? Jelas-jelas perbuatan Mas Rei lah.""Perbuatan apa? Coba katakan," ucap Reigha dingin, merapikan kotak obat lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian dia beralih duduk di sebelah Ziea. 'Serius, dia masih nanya?' batin Ziea yang semakin kesal dengan suaminya ini. "Mas lupa yah jika Mas pernah mengancamku, dan hanya orang berniat jahat ya
Akibat kejadian memalukan tadi, Ziea semakin canggung dan gugup setiap kali bertemu dengan Reigha. Tadi-- otaknya memang sudah tidak ada karena itu Ziea bisa berpikir seperti itu.Hah! Memalukan!Sejujurnya Ziea masih duduk di sofa yang sama dengan tadi, di kamar mereka. Ziea sedang bermain game di handphone, sudah tiga puluh kali bermain dan hanya satu kali menang. Reigha duduk di sebelahnya, itu penyebab kenapa Ziea kalah melulu. Tentunya dia gagal fokus. Cik, dari luasnya kamar ini, kenapa Reigha memilih duduk di sebelahnya? Padahal di kamar ini ada meja kerja yang lebih nyaman digunakan sebagai tempat bekerja dibandingkan duduk di sofa seperti sekarang ini. Gilanya lagi, mereka duduk bersebelahan tetapi tidak saling berbicara. Bibir Ziea gatal ingin mencerocos, tetapi mau bagaimana lagi? Yang berada di sebelahnya ini Reigha, di mana berbicara dengan pria ini sama saja seperti berbicara dengan batu atau tembok. Jadi percuma! 'Aku juga tidak tahu fungsiku dinikahi oleh pria ini. M
Saat itu juga roh dalam tubuh Ziea terasa ingin minggat ke alam lain. Jantungnya sudah ingin pecah dalam sana, dan keringat dingin bermunculan di tengkuk, leher dan kening. "Bagus, Ziea." Suara Reigha yang begitu dingin dan mengalun rendah, menusuk indera pendengaran Ziea. Entah sudah yang ke berapa kalinya, Ziea meneguk saliva secara kasar. Dia dengan cepat-cepat menghapus postingannya tersebut, sebelum Reigha melakukan sesuatu pada ponselnya. Setelah itu, dia turun dari kursi bar– berniat kabur tetapi malah berakhir terperangkap dalam kungkungan Reigha. Tubuh Reigha merapat padanya dan tangan pria itu menahan di antara sisi meja bar– membuat Ziea tak bisa kabur dan keluar. "Aku sudah menghapusnya, Kak Reigha. Aku-- tolong maafkan aku," cicit Ziea dengan air muka yang sudah ingin menangis dan pucat pias. Sial! Padahal Reigha belum melakukan apa-apa padanya, bisa-bisanya dia sudah ingin menangis. Tiba-tiba saja Reigha menempelkan bibirnya di atas bibir Ziea, kemudian secara meng