"Punya pemikiran darimana sehingga kau bisa meyakini jika aku berniat buruk padamu?" tanya Reigha dingin, mengabaikan perkataan Ziea sebelumnya dan tiba-tiba mendongak– menatap intens pada sang istri. Jantung Ziea berdebar dengan sangat kencang. Oh, Tuhan! Bisakah Reigha tidak menatapnya seperti ini? Jujur saja jantung Ziea sudah tidak sanggup. Rasanya … sulit dijelaskan. Intinya dia gugup. 'Dia masih bisa bertanya begitu? Setelah semua yang dia lakukan padaku?' batin Ziea, masih gugup karena tatapan Reigha yang terlalu dalam dan menghipnotis. Tetapi di sisi lain, dia sangat kesal! Pertanyaan Reigha sangat menjengkelkan. "Kak-- Mas Rei masih nanya? Jelas-jelas perbuatan Mas Rei lah.""Perbuatan apa? Coba katakan," ucap Reigha dingin, merapikan kotak obat lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian dia beralih duduk di sebelah Ziea. 'Serius, dia masih nanya?' batin Ziea yang semakin kesal dengan suaminya ini. "Mas lupa yah jika Mas pernah mengancamku, dan hanya orang berniat jahat ya
Akibat kejadian memalukan tadi, Ziea semakin canggung dan gugup setiap kali bertemu dengan Reigha. Tadi-- otaknya memang sudah tidak ada karena itu Ziea bisa berpikir seperti itu.Hah! Memalukan!Sejujurnya Ziea masih duduk di sofa yang sama dengan tadi, di kamar mereka. Ziea sedang bermain game di handphone, sudah tiga puluh kali bermain dan hanya satu kali menang. Reigha duduk di sebelahnya, itu penyebab kenapa Ziea kalah melulu. Tentunya dia gagal fokus. Cik, dari luasnya kamar ini, kenapa Reigha memilih duduk di sebelahnya? Padahal di kamar ini ada meja kerja yang lebih nyaman digunakan sebagai tempat bekerja dibandingkan duduk di sofa seperti sekarang ini. Gilanya lagi, mereka duduk bersebelahan tetapi tidak saling berbicara. Bibir Ziea gatal ingin mencerocos, tetapi mau bagaimana lagi? Yang berada di sebelahnya ini Reigha, di mana berbicara dengan pria ini sama saja seperti berbicara dengan batu atau tembok. Jadi percuma! 'Aku juga tidak tahu fungsiku dinikahi oleh pria ini. M
Saat itu juga roh dalam tubuh Ziea terasa ingin minggat ke alam lain. Jantungnya sudah ingin pecah dalam sana, dan keringat dingin bermunculan di tengkuk, leher dan kening. "Bagus, Ziea." Suara Reigha yang begitu dingin dan mengalun rendah, menusuk indera pendengaran Ziea. Entah sudah yang ke berapa kalinya, Ziea meneguk saliva secara kasar. Dia dengan cepat-cepat menghapus postingannya tersebut, sebelum Reigha melakukan sesuatu pada ponselnya. Setelah itu, dia turun dari kursi bar– berniat kabur tetapi malah berakhir terperangkap dalam kungkungan Reigha. Tubuh Reigha merapat padanya dan tangan pria itu menahan di antara sisi meja bar– membuat Ziea tak bisa kabur dan keluar. "Aku sudah menghapusnya, Kak Reigha. Aku-- tolong maafkan aku," cicit Ziea dengan air muka yang sudah ingin menangis dan pucat pias. Sial! Padahal Reigha belum melakukan apa-apa padanya, bisa-bisanya dia sudah ingin menangis. Tiba-tiba saja Reigha menempelkan bibirnya di atas bibir Ziea, kemudian secara meng
"Paman Fauzan, tolong suruh maid untuk membereskan ruanganku," titah Reigha dengan nada datar, air muka flat seperti biasa."Baik, Tuan." Fauzan menganggukkan kepala. Reigha berdehem pelan, beranjak dari sana sembari menggendong istrinya. Cih, perempuan menggemaskan ini tertidur– sebelum dia menyelesaikan hukuman yang Reigha berikan padanya. Sampainya dalam kamar, Reigha membaringkan Ziea di ranjang– sejenak dia menatap wajah cantik wanita yang telah berhasil ia miliki tersebut. Setelah puas, barulah Reigha beranjak, membersihkan diri dan mengganti pakaian tidur. Dia kembali ke ranjang, membaringkan tubuhnya dengan menarik Ziea dalam dekapannya. Ah, Reigha masih tak percaya jika Ziea telah menjadi istrinya. Dulu, perempuan ini sangat cerewet, tetapi sekarang dia lebih banyak diam. Aneh! Bukankah Ziea dulu sangat ingin menikah dengannya? Kenapa setelah keinginan tersebut terwujud Ziea seperti tidak senang? Apa benar jika istrinya ini sudah pindah ke lain hati? Sial! Sampai kapanpun
Namun, Reigha melenggang begitu saja– tanpa menyapa balik atau sekedar melirik ke arah Ziea. Deg deg degBaru saja tadi Lea menceritakan hal seperti ini, dan sekarang Ziea merasakannya. Benar! Lea benar sekali. Sakitnya menembus jantung! ***Sejak saat itu, Reigha tidak pernah berbicara lagi pada Ziea. Pria itu bukan hanya mendiami Ziea, tetapi juga mengabaikan keberadaan Ziea. Sedangkan Ziea, dia sama sekali tak berani mengajak Reigha berbicara. Dia pernah mencoba, sekali, untuk meminta maaf pada Reigha. Namun, ujung-ujungnya pria itu meninggalkannya. Lebih parahnya, Reigha mendadak pergi ke negara Aunty-nya tanpa mengatakan apapun pada Ziea. Dia ke sana sendiri dengan menyuruh Fauzan untuk mengantarkan Ziea pulang ke tanah air. Kesannya, pria itu seperti mengembalikan Ziea secara halus. Hah, itu hanya perasaan Ziea saja sepertinya. Sekarang Ziea sudah sampai ke rumahnya, di mana kepulangannya disambut hangat oleh orang tua dan Kakaknya. "Harusnya Ziea pulang ke rumah mertuamu
Brak'Ucapan Haiden seketika berhenti, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka secara kasar– memperlihatkan adiknya yang berada di ambang pintu, menyengir lebar sembari menaik turunkan alis. "Cik, yang dibicarakan datang," bisik Haiden ke ponselnya. 'Jangan matikan. Aku ingin mendengar suaranya.' Haiden mendengkus, menatap Ziea yang saat ini berjalan ke arahnya dengan langkah terburu-buru. "Kak Dan yang tampan, boleh bantu Ziea?" tanya Ziea dengan nada lemah lembut dan sangat sopan, tak seperti biasanya! Tentu saja, dia membutuhkan bantuan Kakaknya, jadi Ziea harus super manis dan imut dihadapan sang Kakak. 'Perasaanku tidak enak.' batin Haiden, menatap malas ke arah adiknya. "Bantu apa?" "Tolong berpura-pura jadi suami Ziea," ucap Ziea dengan cengengesan– Haiden membulatkan mata dan spontan menutup mikrofon HP, takut seseorang di seberang sana mendengarnya. "Bodoh!" ketus Haiden. "Cik. Apasih?! Ini-- mantan aku, Dion, terus menelponku. Kakak cuma angkat trus bilang 'tolong jangan h
"Dia yang akan menikah denganku. Tolong rias dan ganti pakaiannya dengan gaun pernikahan," titah Dion pada orang-orang dalam kamar tersebut. Setelah itu, dia beranjak dari sana– membiarkan orang-orangnya untuk menghias Ziea. "Mari, Kak. Biar cepat," ucap salah satu MUA, mempersilahkan Ziea untuk duduk supaya make-up bisa dimulai. "Cepat apa?!" Ziea menepis kasar tangan MUA tersebut, "aku sudah menikah. Waras kalian semua! Dasar gila," ucap Ziea setengah berteriak pada para orang-orang di sana. Para MUA terlihat kaget, mengerutkan kening dan terdiam karena tak tahu harus melakukan apa-apa. Sedangkan kerabat Dion yang berjaga di sana, mereka sama kagetnya tetapi tetap mendekati Ziea untuk memaksa perempuan cantik tersebut dirias. Ziea memberontak, buru-buru mengeluarkan Handphone– kebetulan Reigha menghubunginya. Pertama kalinya dan di dalam kondisi yang mendesak begini. Rasanya Ziea sangat lega! Dengan buru-buru dia mengangkat telpon tersebut, tanpa ba bi bu dia langsung mengatak
Saat ini Ziea berada di kamar Reigha– di kediaman Azam. Sepupunya masih di mansion ini, tetapi Ziea kurang suka bergabung. Dia sudah menikah dengan Reigha, akan tetapi mereka masih sering mencie-ciekan Reigha dengannya. Contohnya tadi, ketika Reigha tiba-tiba datang lalu duduk di depan Ziea– saat Ziea, Mama mertuanya, Lea dan Mommynya tengah mengobrol– hampir semua orang yang tak jauh dari sana mengatakan 'Cie pada mereka. Padahal Reigha hanya duduk dan itupun bukan di sebelahnya Ziea! Karena itu Ziea malas bergabung dengan sepupunya. Ziea saat ini sedang membaca sebuah komik sembari mendengarkan musik, duduk di atas ranjang dengan santai. "So what …," senandung Ziea pelan, kadang kala otaknya fokus mendengar lagu yang memutar melalu earpods yang menyumbat di telinga. Kadang kala dia hanyut dalam bacaannya, membuat wajahnya terlihat sangat serius. "Cik, malas!" cebik Ziea kesal karena si perempuan dalam komik yang dia baca masih memaafkan si laki-laki. Masalahnya si laki-laki it