"Dia yang akan menikah denganku. Tolong rias dan ganti pakaiannya dengan gaun pernikahan," titah Dion pada orang-orang dalam kamar tersebut. Setelah itu, dia beranjak dari sana– membiarkan orang-orangnya untuk menghias Ziea. "Mari, Kak. Biar cepat," ucap salah satu MUA, mempersilahkan Ziea untuk duduk supaya make-up bisa dimulai. "Cepat apa?!" Ziea menepis kasar tangan MUA tersebut, "aku sudah menikah. Waras kalian semua! Dasar gila," ucap Ziea setengah berteriak pada para orang-orang di sana. Para MUA terlihat kaget, mengerutkan kening dan terdiam karena tak tahu harus melakukan apa-apa. Sedangkan kerabat Dion yang berjaga di sana, mereka sama kagetnya tetapi tetap mendekati Ziea untuk memaksa perempuan cantik tersebut dirias. Ziea memberontak, buru-buru mengeluarkan Handphone– kebetulan Reigha menghubunginya. Pertama kalinya dan di dalam kondisi yang mendesak begini. Rasanya Ziea sangat lega! Dengan buru-buru dia mengangkat telpon tersebut, tanpa ba bi bu dia langsung mengatak
Saat ini Ziea berada di kamar Reigha– di kediaman Azam. Sepupunya masih di mansion ini, tetapi Ziea kurang suka bergabung. Dia sudah menikah dengan Reigha, akan tetapi mereka masih sering mencie-ciekan Reigha dengannya. Contohnya tadi, ketika Reigha tiba-tiba datang lalu duduk di depan Ziea– saat Ziea, Mama mertuanya, Lea dan Mommynya tengah mengobrol– hampir semua orang yang tak jauh dari sana mengatakan 'Cie pada mereka. Padahal Reigha hanya duduk dan itupun bukan di sebelahnya Ziea! Karena itu Ziea malas bergabung dengan sepupunya. Ziea saat ini sedang membaca sebuah komik sembari mendengarkan musik, duduk di atas ranjang dengan santai. "So what …," senandung Ziea pelan, kadang kala otaknya fokus mendengar lagu yang memutar melalu earpods yang menyumbat di telinga. Kadang kala dia hanyut dalam bacaannya, membuat wajahnya terlihat sangat serius. "Cik, malas!" cebik Ziea kesal karena si perempuan dalam komik yang dia baca masih memaafkan si laki-laki. Masalahnya si laki-laki it
"Komiknya udah dapat kan?" Ziea mengagumkan kepala, "sekarang aku mau cari novel. Sekalian, mumpung lagi di sini," ucap Ziea, berjalan ke rak sebelah untuk mencari komik yang dia mau. Lea mengikuti dari belakang. "Kamu mau cari novel apa? Judulnya? Biar aku bantu cariin. Udah petang ini, kasihan kalau kamu pulang kemalaman." "Uuu … perhatian banget sih? Ehehe … mau cari novel yang judulnya Menjadi Istri kedua Billionaire," jawab Ziea sembari cengengesan, menyengir lebar ke arah Lea. "Emang ada?" Ziea menganggukkan kepala. "Ada. Karya CacaCici. Rekomendasi anak-anak Cafe kita. Katanya ceritanya bagus, kata mereka cocok buat perempuan strong yang sedang berjuang mendapatkan cintanya. Macam kita-kita ini. Ehehehe …."Lea mendengkus pelan. "Judulnya saja bikin ngilu. Yakin mau baca, Ziea?!" "Yakin lah." Ziea menganggukkan kepala dengan semangat, "cepat bantu aku cari tuh buku.""Ngelunjak banget yah anda. Kalau bukan teman sudah kujual ginjal kamu, Ziea," dengkus Lea, namun tetap me
"Memalukan!" kesal Haiden, menatap sinis ke arah adiknya yang duduk di depan– di sebelah Reigha yang tengah menyetir. Sekarang mereka sudah di mobil dan berniat untuk pulang. "Aku?!" ucap Ziea dengan nada menyolot, menoleh tajam dan marah ke arah Kakaknya. Haiden tak menjawab, hanya mendengkus sembari memutar bola mata dengan jengah, "Kak Den yang malu-maluin, tahu nggak?! Ngapain tadi ribut di sana? Pake acara nyingkap baju segala. Biar apa begitu?! Biar ABS-nya kelihatan, tebar pesona atau mau apa?! Narsis banget sih! Malu banget banget banget banget!" kesal Ziea. Dia tak berniat memarahi Kakaknya sebenarnya, tetapi dia sedang patah hati karena Reigha. Sudahlah, biarkan kali ini Haiden jadi pelampiasan sakit hatinya. "Hei …- yang naikin baju bukan aku, Zebra! Stupid, dia yang melakukannya! Teman genitmu ini," kesal Haiden, "menjauh!" ketusnya kemudian, menoleh ke arah Lea sembari melayangkan tatapan tajam ke arah perempuan itu. Heran! Perempuan ini seperti dedemit yang menempeli
"Memang!" Singkat, padat dan menembus jantung hingga ke tulang punggung! Ziea yang tertawa hambar seketika terdiam, menatap kaget dan tak percaya ke arah suaminya. "Aku tidak suka milikku memikirkan pria lain. Aku tidak suka istriku dekat dengan pria selain aku. Aku tidak suka apapun tentangmu yang berbaur dengan pria selain aku. Harus aku! Semua harus aku, Zie," ucap Reigha dengan rendah, mendekatkan wajahnya ke wajah Ziea– kening keduanya saling menempel dan deruh napas keduanya saling mengadu, "bahkan helaan napasmu harus mengikut sertakan ku, Mon Amour. Because you're mine. Only Reigha's!" bisik Reigha dengan nada semakin berat, serak dan rendah. Cup'Reigha menempelkan bibirnya dengan bibir Ziea, melumatnya dengan lembut namun memberikan kesan yang panas dan bergairah. Jantung Ziea semakin berdebar kencang, ucapan Reigha menghipnotis dirinya. Lalu sekarang, belaian lembut bibir pria ini berhasil membuatnya kehilangan akal dan kesadaran. Tiba-tiba saja, Reigha melepas ciuman
"Obati!" titah Reigha, sudah dalam kamar mereka. Dia duduk di pinggir ranjang– sengaja mengenakan celana pendek dan menyingkap sedikit untuk memperlihatkan paha kirinya yang lebam akibat cubitan maut istrinya ini. Shit! Itu lebih sakit daripada tertembak peluruh. The real cubitan mematikan. Untungnya Reigha sang ahli wajah datar, tetap bisa mempertahankan raut muka flatnya meskipun dia tengah menahan sakit cubitan sang istri. See? Ada bekas cubitan yang kentara jelas dan pahanya benar-benar lebam parah. "Obati pakai apa, Mas Rei? Odol, salep atau apa?" ucap Ziea dengan air muka murung dan merasa bersalah. Dia tak bermaksud, tetapi dia sangat kesal ketika sepupunya terus menjahilinya. Terlebih di sana ada tiga perempuan yang pernah membicarakan hal-hal buruk tentangnya."Tiup," titah Reigha dengan nada rendah tetapi tak terbantahkan sama sekali. "Iya." Ziea menganggukkan kepala, mendekatkan wajahnya ke paha suaminya tersebut lalu meniupnya dengan perlahan. Reigha meraih buku di a
Ceklek' Reigha kembali ke kamar, di mana mata elang pria itu langsung menghunus tajam ke arahnya. Tangan Ziea spontan ke belakang, menyembunyikan surat yang ia temukan dalam dompet suaminya tersebut. "Apa yang kau sembunyikan?" tanya Reigha datar, menaikkan sebelah alis sembari menatap dingin pada istrinya tersebut. Dia meletakkan segelas banana milk di atas nakas, memilih memperhatikan serta membaca gerak-gerik mencurigakan Ziea. Ziea meneguk saliva secara kasar. "Aku … tidak ada, Mas Rei. Ehehehe … apa kabar, Mas? Mau tidur yah? Oh, silahkan, silahkan," ucap Ziea kikuk, buru-buru turun dari ranjang, merapikan kasur lalu mempersilahkan agar Reigha tidur. "Humm." Reigha berdehem pelan, "minum susumu dan segera tidur," titah Reigha kemudian, berjalan mendekati ranjang dan …-Sret' Tiba-tiba dan dengan gerakan tak terbaca dia meraih tangan Ziea– mengambil surat di tangan istrinya secara santai sembari melayangkan tatapan yang dingin serta mematikan. Ziea seketika itu juga membela
"Ma--Maaf, aku lupa, Mas," cicit Ziea takut-takut. Reigha menatap marah ke arah Ziea. "Bersihkan dan jangan tidur sebelum aku datang," titah Reigha dengan dingin lalu beranjak dari kamar tersebut. Dengan tubuh gemetar dan jantung yang berdebar kencang, Ziea buru-buru turun dari ranjang. Dia langsung membersihkan pecahan gelas serta tumpahan susu di lantai. Seperti perkataan Reigha, Ziea tidak kembali tidur. Dia memilih menunggu suaminya, lagipula Ziea sudah tak mengantuk lagi. Akibat amarah mengerikan Reigha tadi– di mana pria itu memecahkan gelas susu dan membuat Ziea yang tengah tertidur pulas sontak terbangun dengan kaget luar biasa. 'Mas Reigha itu aslinya pemarah yah? Cik, aku mendadak tidak tahu apapun tentangnya. Semuanya berubah, tak seperti ketika sebelum menikah dengannya. Yang aku tahu … mungkin semua orang juga tahu, Mas Reigha itu paling pendiam, tenang dan lebih penyendiri dibandingkan siapapun di mansion ini. Tapi faktanya cuma gara-gara aku tidak meminum susu buatan