Ceklek' Reigha kembali ke kamar, di mana mata elang pria itu langsung menghunus tajam ke arahnya. Tangan Ziea spontan ke belakang, menyembunyikan surat yang ia temukan dalam dompet suaminya tersebut. "Apa yang kau sembunyikan?" tanya Reigha datar, menaikkan sebelah alis sembari menatap dingin pada istrinya tersebut. Dia meletakkan segelas banana milk di atas nakas, memilih memperhatikan serta membaca gerak-gerik mencurigakan Ziea. Ziea meneguk saliva secara kasar. "Aku … tidak ada, Mas Rei. Ehehehe … apa kabar, Mas? Mau tidur yah? Oh, silahkan, silahkan," ucap Ziea kikuk, buru-buru turun dari ranjang, merapikan kasur lalu mempersilahkan agar Reigha tidur. "Humm." Reigha berdehem pelan, "minum susumu dan segera tidur," titah Reigha kemudian, berjalan mendekati ranjang dan …-Sret' Tiba-tiba dan dengan gerakan tak terbaca dia meraih tangan Ziea– mengambil surat di tangan istrinya secara santai sembari melayangkan tatapan yang dingin serta mematikan. Ziea seketika itu juga membela
"Ma--Maaf, aku lupa, Mas," cicit Ziea takut-takut. Reigha menatap marah ke arah Ziea. "Bersihkan dan jangan tidur sebelum aku datang," titah Reigha dengan dingin lalu beranjak dari kamar tersebut. Dengan tubuh gemetar dan jantung yang berdebar kencang, Ziea buru-buru turun dari ranjang. Dia langsung membersihkan pecahan gelas serta tumpahan susu di lantai. Seperti perkataan Reigha, Ziea tidak kembali tidur. Dia memilih menunggu suaminya, lagipula Ziea sudah tak mengantuk lagi. Akibat amarah mengerikan Reigha tadi– di mana pria itu memecahkan gelas susu dan membuat Ziea yang tengah tertidur pulas sontak terbangun dengan kaget luar biasa. 'Mas Reigha itu aslinya pemarah yah? Cik, aku mendadak tidak tahu apapun tentangnya. Semuanya berubah, tak seperti ketika sebelum menikah dengannya. Yang aku tahu … mungkin semua orang juga tahu, Mas Reigha itu paling pendiam, tenang dan lebih penyendiri dibandingkan siapapun di mansion ini. Tapi faktanya cuma gara-gara aku tidak meminum susu buatan
"Reigha, tunggu." Reigha seketika menghentikan langkahnya, spontan menoleh ke arah seorang yang memanggilnya. Tak lain orang tersebut adalah Serena, kakak iparnya yang sekarang tengah hamil muda. "Butuh bantuan, Kak?" tawar Reigha, suaranya rendah dan pelan– terkesan manis dan juga perhatian. Serena mengganggukkan kepala. "Kakak, Aayara dan Jenny ingin jalan-jalan ke mall. Kamu bisa temani tidak? Itu-- Abang El-mu tidak akan mengizinkan Kakak kalau tidak ada yang menjaga." "Humm. Baik." Reigha dengan mudah menganggukkan kepala, setuju dan mengiyakan jika dia akan menemani para iparnya tersebut berbelanja. "Ouh, iya. Aesya juga ikut sebenarnya. Tetapi dia lebih dulu ke cafe. Nanti dia menyusul," tambah Serena, mendapatkan tatapan penuh tanda tanya dari Reigha. "Cafe?" Serena menganggukkan kepala. "Iya, mengantar Ziea. Oh, atau kita ke cafe Ziea dulu, Ega?" tanya Serena seketika, mendadak tak enak dengan situasi sekarang. Astaga! Bisa-bisanya dia lupa juga Ega sudah menikah denga
"Mas--Mas ingin kdrt yah?" panik Ziea saat melihat Reigha melepas gesper– dia meringsut ke kepala ranjang karena takut akan dicambuk oleh pria ini. Mereka sudah kembali ke mansion dan saat Ziea tengah berusaha melawan ketakutan. Sebentar lagi dia akan dihukum oleh pria dingin plus tembok ini. Sepertinya hukuman kali ini sangat menyakitkan!"Siapa?" Reigha menaikkan sebelah alis, melepas gesper lalu menjatuhkannya begitu saja."Mas, kamu mau apa?" Ziea merangkak ke pinggir ranjang, khusus untuk melihat gesper yang telah terjatuh ke lantai. Entahlah, dia takut benda itu akan dijadikan cambuk, dia panik dan gugup. Ketika dia mendongak, tiba-tiba saja Reigha sudah berada tepat di depannya. Di mana pria itu telah melepas kemeja yang membungkus tubuhnya, memperlihatkan ABS pria itu– menggoda dan menggiurkan secara bersamaan. Ziea spontan mundur, kembali meringsut ke kepala ranjang dengan meneguk saliva secara kasar. A--apa yang akan Reigha perbuat padanya?"Silahkan cuci matamu," ucap Re
"Mas Rei sebenarnya dis--dispenser yah?"Reigha berhenti sejenak dari aktivitasnya, menatap sayup bercampur penuh peringatan pada wanita cantik yang sedang ia bawa melambung tinggi tersebut. "Sepertinya kau suka tambahan durasi, ZieMour." Mata Ziea membelalak kaget, menggelengkan kepala dengan cepat, "a--aku hanya nanya, Mas Rei. I--iya, habis ini aku diam."Reigha tak mengatakan sepatah kata apapun, hanya menatap dingin ke arah istrinya dengan wajah flat dan aura yang membuat Ziea menggigil karena takut. 'Kan kan kan! Dah jadi dingin lagi. Gimana coba nggak dikira dispenser?!' batin Ziea, menyengir lebar karena terus ditatap dingin oleh sang suami. ***"Ini di mana?" tanya Ziea entah siapa, berdiri di balkon kamar dan menghadap ke arah hamparan laut di bawah sana. Sangat cantik dan mempesona. Reigha ada dalam kamar, masih mengenakan pakaian setelah mereka sebelumnya mandi bersama. Pemandangan di sini sepertinya sangat cantik. Tetapi … seperti tak ada kehidupan di sini. Dari balk
Reigha mendatangi Ziea ke bawah, menghampirinya kemudian menggendongnya dan membawanya masuk dalam villa. "Nggak ada apapun," dengkus Ziea ketika melihat tak ada apapun di sana. Jangan bilang Reigha sedang mengerjainya. Bug'Kesal karena tahu ia ditipu, Ziea memukul kuat pundak Reigha. "Kenapa?" tanya Reigha, menoleh ke arah Ziea dengan air muka tanpa merasa bersalah sedikit pun– flat! "Mas Rei penipu. Tidak ada apa-apa di sana. Turunkan aku!" kesal Ziea, "cepat!""Baik." Reigha menurunkan tubuh Ziea– membuat Ziea buru-buru kembali ke sana, berniat mencari Ponselnya. Namun, baru beberapa langkah, Ziea langsung menghentikan kakinya, "aku bisa melihat roh, bagaimana denganmu?" Deg deg deg Jantung Ziea seketika berdebar kencang, buru-buru mendekati Reigha dan langsung mengalungkan tangannya di lengan pria itu. "Ma--Maksud Mas Reigha, Mas indigo yah? Mereka a--ada di mana saja sekarang? A--aku takut!" cicit Ziea, menoleh ke sana kemari dengan tubuh yang ia rapatkan pada Reigha. Rei
Sudah empat hari mereka di pulau ini, dan Ziea sangat tersiksa serta tertekan. Ziea sudah tahu jika sekarang mereka tengah di pulau milik keluarga Azam, dia tahu niatan Reigha membawanya kemari untuk berlibur sekaligus bulan madu. Hanya saja karena Reigha terus-terusan menakut-nakuti Ziea, rasanya Ziea sudah tidak sanggup di pulau ini. Setiap malam Ziea sekali parnoan dan takut, apa-apa dia harus meminta tolong pada Reigha dan harus selalu di dekat Reigha. Sebab dia takut! Namun, meminta tolong pada suaminya tersebut tidak gratis. Yah, selain menakut-nakuti Ziea, Reigha juga memanfaatkan ketakutan perempuan pemilik senyum manis dan menggemaskan tersebut. Setiap Ziea meminta tolong maka Ziea harus membayarnya dengan ciuman, kecupan serta lebih dari itu. Ziea menyerah, dia tidak sanggup dan dia kewalahan. Bulan madu sih bulan madu, tetapi tidak setiap saat juga mereka harus begitu. Dan sekarang, karena Ziea sudah menyerah dengan kejahatan Reigha yang memanfaatkan ketakutannya, Ziea m
"Apanya yang jangan?" Reigha menaikkan sebelah alis, mencengkeram pergelangan tangan Ziea kemudian menariknya untuk pergi dari sana. "Maksudku tidak ada. Ahck! Lepaskan tangan aku, Mas. Aku masih ingin di sini, aku masih mau bermain," ucap Ziea, berusaha melepaskan tangan Reigha dari pergelangan tangannya. "Mas Reigha, dengar nggak sih?!" kesalnya karena Reigha seolah-oleh menutup telinga, tuli. Reigha tiba-tiba berhenti berjalan, memilih menggendong Ziea– mengangkut Ziea layaknya karung beras kemudian melanjutkan langkahnya untuk pergi dari sana. "Argkkk! Mas Reigha, aku masih mau di sini. Tolong turunkan aku! Cik, aku bosan di villa," teriak Ziea memukul-mukul kuat pundak Reigha agar pria itu mau menurunkannya. ***Tuk'Reigha menurunkan Ziea dari pundaknya, setelah mereka sampai di villa dan sekarang berada di kamar mandi. "Mas niat nggak sih ajak aku liburan?" kesal Ziea, mendongak dan menatap marah ke arah Reigha. "Ini tuh rasanya seperti di rumah. Nggak ada bedanya sama sek