"Maaf, Tuan Reigha, istri anda menolak untuk bertemu dengan anda."Reigha menoleh sekilas pada Camille, dia berdehem singkat kemudian beranjak dari sana dengan melangkah panjang. "Tuan," panggil Camille, berhasil menghentikan langkah Reigha yang sudah di ambang pintu. "Sebelumnya saya meminta maaf karena sempat bersikap sedikit berlebihan pada istri anda. Dia menolak berbicara dengan saya, mengabaikan saya ketika saya ingin memberitahu jika ada memanggilnya. Maaf, saya lancang mematikan sambungan telponnya. Sebab istri anda tak mengacuhkan saya," ucap Camille, menundukkan kepala ketika Reigha menoleh ke arahnya. "Humm." Reigha berdehem pelan, kembali melanjutkan langkahnya untuk menemui Ziea. Sedangkan Camille, seperginya Reigha dia langsung duduk dengan leluasa di sofa ruangan tuannya tersebut. "Aku sangat berharga dan berarti bagi Tuan Reigha. Aku sekretarisnya dan aku lebih berkuasa dibandingkan istri Tuan. Aku lebih tahu tentang Tuan dan aku … sangat disegani di sini. Cih, Zi
"Kemari!" titah Reigha secara dingin. Ziea melangkah dengan gugup ke arah suaminya tersebut, dia mengigit bibir bawah sembari menatap Reigha murung dan sayup. "Aku salah apa, Mas Rei," cicitnya pelan setelah dia tiba di sebelah sang suami, dia melirik takut pada Reigha kemudian lebih memilih menundukkan kepala. "Hapus!" titah Reigha, bersedekap dingin sembari menyender ke kursi. Ziea memanyunkan bibir, memutar bola mata jengah kemudian menuruti perkataan suaminya. Dia mengambil tissue lalu menghapus coretan-coretan yang ada di meja kerja sang suami. Namun …-'Kok nggak bisa dihapus?' batin Ziea, mengerjab beberapa kali sembari menatap panik pada coretan tersebut. "Mas Rei, itu-- tidak bisa dihapus. Gi--gimana dong?" cicitnya seperti anak itik hilang, mengerjab beberapa kali dengan menatap takut-takut pada suaminya. Mana wajah tampan suaminya tersebut hanya menampilkan ekspresi flat, jadi Ziea sangat kesulitan untuk menebak apakah Reigha marah atau tidak. "Bersihkan sekarang juga
Ziea terbangun dari tidur nyenyaknya, di mana suaminya sudah tak ada di sebelah atau dalam kamar. Dia hanya sendirian. "Seperti biasa, Mas Rei tidak peduli padaku," gumam Ziea pelan sembari bangun dari ranjang. Dia menghela nafas pelan, berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. Setalah mandi dan berpakaian rapi, Ziea langsung keluar kamar untuk mengisi perut. "Tadi malam aku nggak sempat makan malam. Dan itu gara-gara si kambing tembok itu," gumam Ziea sembari berjalan ke arah dapur. Namun … "Ziea sayang!" Ziea spontan menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya tersebut. Mata Ziea seketika membelalak saat melihat siapa orang yang memanggilnya. Buru-buru dia berlari ke arah perempuan cantik itu dan berpelukan dengannya. "Aaaaa … Babyku!" pekik Aesya setelah berpelukan dengan Ziea. Begitu juga dengan Ziea yang menyeru senang serta bahagia. "Kakakku!" Keduanya masih berpelukan, melompat-lompat girang sembari melontarkan kata-kata manis dan pujian. "Ekhmm." Tiba-tiba
"Oh iya, kuperhatikan kau lebih kaku pada Reigha dibandingkan lima tahun lalu. Ada masalah, Ziea? Atau … kau sudah tidak menyukai kembaranku lagi? Jujur saja, Ziea, jangan memendamnya. Aku akan mendengarmu dan jika ada yang bisa kubantu, aku akan membantu," ucap Aesya sembari menatap serius pada Ziea. Mungkin orang-orang di keluarga mereka tidak merasakannya, tetapi Aesya bisa melihat serta merasakan bagaimana Ziea selalu menghindari Reigha. Dulu, Ziea selalu malu-malu kucing ketika bertemu Reigha. Dia menghindar tetapi dia ingin berdekatan dengan Reigha. Berbeda dengan yang terakhir, di mana Ziea memang benar-benar ingin menghindari Reigha. Ditambah Ziea berpacaran– membuat Aesya semakin yakin jika Ziea sudah pindah hati. Ada yang salah dengan Ziea dan Reigha. Atau telah terjadi sesuatu antara keduanya? Karena pernikahan diantara keduanya, Aesya sama sekali tak melihat kebahagiaan serta perasaan gembira di wajah Ziea saat itu. Dia hanya melihat kesedihan serta ketakutan. Bagaimana
"Mas harumnya kelewatan, nggak kuat! Soalnya, takut aku gigit," jawab Ziea, mengedipkan sebelah mata ke arah Reigha sembari tersenyum penuh makna ke arah suaminya tersebut. "Rawrrrr …," tambah Ziea dengan menirukan suara harimau mengaum. Tak lupa kedua tangannya terangkat di sebelah wajah, di mana jari-jarinya seperti mencengkeram atau mencakar sesuatu. Wajah Reigha masih terlihat datar, tatapannya dingin dan menghunus tajam ke arah Ziea– memperhatikan dengan lamat dan intens ke arah istrinya tersebut. Hingga tiba-tiba saja sebuah senyuman geli mengulas dibibir pria tampan tersebut, terkesima sekaligus merasa lucu dengan tingkah Ziea. Shit! Biasanya Reigha bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi apapun saat perempuan ini berulah. Namun kali ini, Ziea terlalu lucu dan menggemaskan. Hell yeah! Tingkah menggemaskan Ziea berhasil merusak pertahan Reigha yang sekuat baja ini. Setelah muncul senyuman geli namun tampan Reigha, tak lama muncul kekehan indah yang keluar dari bib
"Hai, Mas Ganteng," sapa Ziea cengar-cengir, masih memasang air muka pucat pias dan dengan debaran jantung yang menggila dalam sana. 'Mampus aku. Rasanya tuh kayak ketemu malaikat maut! Jantungku jedag jedug dalam sana. Udah keringat dingin aku. Kalau kepala Mas kupukul dengan spatula, bisa nggak yah mengakibatkan amnesia. Soalnya mendadak pengen doi amnesia.' "Coba ulangi kalimatmu," ucap Reigha santai, bersedekap di dada dan berdiri dengan cool– tepat di sebelah Ziea yang sudah mati kutu. "O--oh. Mas Rei lapar yah? Tunggu bentar, masakannya bentar lagi jadi," jawab Ziea tak nyambung, sengaja untuk mengalihkan pembicaraan, "kasihan Mas kalau berdiri di situ, mending Mas pindah ke ruang makan a--atau ke ruang kerja Mas juga nggak apa-apa. Senyaman Mas saja," tambahnya, berniat mengusir Reigha secara halus. "Mengalihkan pembicaraan?" Reigha menaikkan sebelah alis, terus menatap intens dan lamat ke arah istrinya. Sejujurnya Ziea sangat cantik jika sedang sibuk begini. Rambutnya diik
"Kau kenapa?" tanya Reigha dingin, setelah mereka di dalam kamar. Di mana dia duduk di sofa dan Ziea tengah berjongkok di depannya, tengah membuka sepatu pantofel Reigha. "Hah?" Ziea mendongak sekilas, kemudian kembali fokus melepas sepatu Reigha. Setelahnya dia menyimpan sepatu suaminya tersebut lalu kembali dengan membawa segelas air putih. "Ini, Mas," ucap Ziea sembari memberikan gelas berisi air tersebut pada Reigha. "Humm." Reigha meraih gelas tersebut, meminum setengah air dalam gelas lalu meletakkannya di atas meja. Dia kemudian menatap lamat ke arah Ziea, memperhatikan secara detail istrinya tersebut. Ada yang aneh dengan Ziea– dari penampilan dan sikapnya, Ziea terasa berbeda. "Zie, kau kenapa?" tanya Reigha kembali, entah yang sudah ke berapa kalinya. "Aku tidak kenapa-napa, Mas Rei. Oh, itu … aku memasak brokoli untuk Mas Rei. Umm, Mas Rei suka kan brokoli?" antusias Ziea, menatap berbinar-binar pada suaminya tersebut– tak lupa senyuman manis yang mengukir indah untuk Re
Sudah tiga hari Ziea berada di tanah air, lebih tepatnya di rumah orang tuanya. Seharunya Ziea tinggal dengan mertuanya, tetapi karena Ziea kurang nyaman karena tak ada Reigha di sana dia memilih tinggal dengan orang tuanya. Daddy dan Mommy mertuanya sangat paham dan mengerti, mereka mengizinkan Ziea untuk tinggal bersama orang tuanya. Lagipula Satiya dan Gabriel (mertua Ziea) sedang pergi ke luar negeri– mengunjungi Zayyan. Ziea tidak tahu kenapa Zayyan harus dikunjungi, selama ini yang mengurus Zayyan di sana adalah Reigha. Namun, mendadak sekarang mertuanya ingin mengunjungi Zayyan di sana. Mungkin memang ada hal yang penting."Cik, lagi rame-ramenya lagi," dumel Ziea ketika sebuah telpon masuk ke ponselnya. Sekarang dia sedang di cafe, membantu para stafnya yang kewalahan karena banyak pengunjung yang berdatangan– mulai dari yang pelajar maupun pekerja. "Le, aku angkat telpon. Bentar," pamit Ziea pada Lea, buru-buru ke ruangannya untuk mengangkat telpon yang tak lain dari suamin