"Mas Rei sebenarnya dis--dispenser yah?"Reigha berhenti sejenak dari aktivitasnya, menatap sayup bercampur penuh peringatan pada wanita cantik yang sedang ia bawa melambung tinggi tersebut. "Sepertinya kau suka tambahan durasi, ZieMour." Mata Ziea membelalak kaget, menggelengkan kepala dengan cepat, "a--aku hanya nanya, Mas Rei. I--iya, habis ini aku diam."Reigha tak mengatakan sepatah kata apapun, hanya menatap dingin ke arah istrinya dengan wajah flat dan aura yang membuat Ziea menggigil karena takut. 'Kan kan kan! Dah jadi dingin lagi. Gimana coba nggak dikira dispenser?!' batin Ziea, menyengir lebar karena terus ditatap dingin oleh sang suami. ***"Ini di mana?" tanya Ziea entah siapa, berdiri di balkon kamar dan menghadap ke arah hamparan laut di bawah sana. Sangat cantik dan mempesona. Reigha ada dalam kamar, masih mengenakan pakaian setelah mereka sebelumnya mandi bersama. Pemandangan di sini sepertinya sangat cantik. Tetapi … seperti tak ada kehidupan di sini. Dari balk
Reigha mendatangi Ziea ke bawah, menghampirinya kemudian menggendongnya dan membawanya masuk dalam villa. "Nggak ada apapun," dengkus Ziea ketika melihat tak ada apapun di sana. Jangan bilang Reigha sedang mengerjainya. Bug'Kesal karena tahu ia ditipu, Ziea memukul kuat pundak Reigha. "Kenapa?" tanya Reigha, menoleh ke arah Ziea dengan air muka tanpa merasa bersalah sedikit pun– flat! "Mas Rei penipu. Tidak ada apa-apa di sana. Turunkan aku!" kesal Ziea, "cepat!""Baik." Reigha menurunkan tubuh Ziea– membuat Ziea buru-buru kembali ke sana, berniat mencari Ponselnya. Namun, baru beberapa langkah, Ziea langsung menghentikan kakinya, "aku bisa melihat roh, bagaimana denganmu?" Deg deg deg Jantung Ziea seketika berdebar kencang, buru-buru mendekati Reigha dan langsung mengalungkan tangannya di lengan pria itu. "Ma--Maksud Mas Reigha, Mas indigo yah? Mereka a--ada di mana saja sekarang? A--aku takut!" cicit Ziea, menoleh ke sana kemari dengan tubuh yang ia rapatkan pada Reigha. Rei
Sudah empat hari mereka di pulau ini, dan Ziea sangat tersiksa serta tertekan. Ziea sudah tahu jika sekarang mereka tengah di pulau milik keluarga Azam, dia tahu niatan Reigha membawanya kemari untuk berlibur sekaligus bulan madu. Hanya saja karena Reigha terus-terusan menakut-nakuti Ziea, rasanya Ziea sudah tidak sanggup di pulau ini. Setiap malam Ziea sekali parnoan dan takut, apa-apa dia harus meminta tolong pada Reigha dan harus selalu di dekat Reigha. Sebab dia takut! Namun, meminta tolong pada suaminya tersebut tidak gratis. Yah, selain menakut-nakuti Ziea, Reigha juga memanfaatkan ketakutan perempuan pemilik senyum manis dan menggemaskan tersebut. Setiap Ziea meminta tolong maka Ziea harus membayarnya dengan ciuman, kecupan serta lebih dari itu. Ziea menyerah, dia tidak sanggup dan dia kewalahan. Bulan madu sih bulan madu, tetapi tidak setiap saat juga mereka harus begitu. Dan sekarang, karena Ziea sudah menyerah dengan kejahatan Reigha yang memanfaatkan ketakutannya, Ziea m
"Apanya yang jangan?" Reigha menaikkan sebelah alis, mencengkeram pergelangan tangan Ziea kemudian menariknya untuk pergi dari sana. "Maksudku tidak ada. Ahck! Lepaskan tangan aku, Mas. Aku masih ingin di sini, aku masih mau bermain," ucap Ziea, berusaha melepaskan tangan Reigha dari pergelangan tangannya. "Mas Reigha, dengar nggak sih?!" kesalnya karena Reigha seolah-oleh menutup telinga, tuli. Reigha tiba-tiba berhenti berjalan, memilih menggendong Ziea– mengangkut Ziea layaknya karung beras kemudian melanjutkan langkahnya untuk pergi dari sana. "Argkkk! Mas Reigha, aku masih mau di sini. Tolong turunkan aku! Cik, aku bosan di villa," teriak Ziea memukul-mukul kuat pundak Reigha agar pria itu mau menurunkannya. ***Tuk'Reigha menurunkan Ziea dari pundaknya, setelah mereka sampai di villa dan sekarang berada di kamar mandi. "Mas niat nggak sih ajak aku liburan?" kesal Ziea, mendongak dan menatap marah ke arah Reigha. "Ini tuh rasanya seperti di rumah. Nggak ada bedanya sama sek
"Maaf, Tuan Reigha, istri anda menolak untuk bertemu dengan anda."Reigha menoleh sekilas pada Camille, dia berdehem singkat kemudian beranjak dari sana dengan melangkah panjang. "Tuan," panggil Camille, berhasil menghentikan langkah Reigha yang sudah di ambang pintu. "Sebelumnya saya meminta maaf karena sempat bersikap sedikit berlebihan pada istri anda. Dia menolak berbicara dengan saya, mengabaikan saya ketika saya ingin memberitahu jika ada memanggilnya. Maaf, saya lancang mematikan sambungan telponnya. Sebab istri anda tak mengacuhkan saya," ucap Camille, menundukkan kepala ketika Reigha menoleh ke arahnya. "Humm." Reigha berdehem pelan, kembali melanjutkan langkahnya untuk menemui Ziea. Sedangkan Camille, seperginya Reigha dia langsung duduk dengan leluasa di sofa ruangan tuannya tersebut. "Aku sangat berharga dan berarti bagi Tuan Reigha. Aku sekretarisnya dan aku lebih berkuasa dibandingkan istri Tuan. Aku lebih tahu tentang Tuan dan aku … sangat disegani di sini. Cih, Zi
"Kemari!" titah Reigha secara dingin. Ziea melangkah dengan gugup ke arah suaminya tersebut, dia mengigit bibir bawah sembari menatap Reigha murung dan sayup. "Aku salah apa, Mas Rei," cicitnya pelan setelah dia tiba di sebelah sang suami, dia melirik takut pada Reigha kemudian lebih memilih menundukkan kepala. "Hapus!" titah Reigha, bersedekap dingin sembari menyender ke kursi. Ziea memanyunkan bibir, memutar bola mata jengah kemudian menuruti perkataan suaminya. Dia mengambil tissue lalu menghapus coretan-coretan yang ada di meja kerja sang suami. Namun …-'Kok nggak bisa dihapus?' batin Ziea, mengerjab beberapa kali sembari menatap panik pada coretan tersebut. "Mas Rei, itu-- tidak bisa dihapus. Gi--gimana dong?" cicitnya seperti anak itik hilang, mengerjab beberapa kali dengan menatap takut-takut pada suaminya. Mana wajah tampan suaminya tersebut hanya menampilkan ekspresi flat, jadi Ziea sangat kesulitan untuk menebak apakah Reigha marah atau tidak. "Bersihkan sekarang juga
Ziea terbangun dari tidur nyenyaknya, di mana suaminya sudah tak ada di sebelah atau dalam kamar. Dia hanya sendirian. "Seperti biasa, Mas Rei tidak peduli padaku," gumam Ziea pelan sembari bangun dari ranjang. Dia menghela nafas pelan, berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. Setalah mandi dan berpakaian rapi, Ziea langsung keluar kamar untuk mengisi perut. "Tadi malam aku nggak sempat makan malam. Dan itu gara-gara si kambing tembok itu," gumam Ziea sembari berjalan ke arah dapur. Namun … "Ziea sayang!" Ziea spontan menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya tersebut. Mata Ziea seketika membelalak saat melihat siapa orang yang memanggilnya. Buru-buru dia berlari ke arah perempuan cantik itu dan berpelukan dengannya. "Aaaaa … Babyku!" pekik Aesya setelah berpelukan dengan Ziea. Begitu juga dengan Ziea yang menyeru senang serta bahagia. "Kakakku!" Keduanya masih berpelukan, melompat-lompat girang sembari melontarkan kata-kata manis dan pujian. "Ekhmm." Tiba-tiba
"Oh iya, kuperhatikan kau lebih kaku pada Reigha dibandingkan lima tahun lalu. Ada masalah, Ziea? Atau … kau sudah tidak menyukai kembaranku lagi? Jujur saja, Ziea, jangan memendamnya. Aku akan mendengarmu dan jika ada yang bisa kubantu, aku akan membantu," ucap Aesya sembari menatap serius pada Ziea. Mungkin orang-orang di keluarga mereka tidak merasakannya, tetapi Aesya bisa melihat serta merasakan bagaimana Ziea selalu menghindari Reigha. Dulu, Ziea selalu malu-malu kucing ketika bertemu Reigha. Dia menghindar tetapi dia ingin berdekatan dengan Reigha. Berbeda dengan yang terakhir, di mana Ziea memang benar-benar ingin menghindari Reigha. Ditambah Ziea berpacaran– membuat Aesya semakin yakin jika Ziea sudah pindah hati. Ada yang salah dengan Ziea dan Reigha. Atau telah terjadi sesuatu antara keduanya? Karena pernikahan diantara keduanya, Aesya sama sekali tak melihat kebahagiaan serta perasaan gembira di wajah Ziea saat itu. Dia hanya melihat kesedihan serta ketakutan. Bagaimana