Ekskul pramuka yang masih menjadi ekskul wajib bagi murid-murid kelas 1, mengharuskan mereka untuk join di acara perkemahan bersama yang diadakan hari Jumat, Sabtu dan Minggu sekitar 2 minggu lagi. Para pembina dan kakak-kakak senior sudah memberikan list barang-barang yang harus dibawa. Tentu saja, hal ini membuat Sandra antusias. Tapi, tentu tidak bagi Matari. Dia cuma ingin, setiap weekend, dia bisa melewatinya dengan menonton kartun atau membaca komik.
“Kenapa sih lo, seru tahu?!” kata Sandra saat membaca ulang papan pengumuman mengenai Perjusami (Perkemahan Jumat, Sabtu dan Minggu) yang ditempel sejak hampir satu minggu yang lalu.
“Elo kan yang ngerasa seru. Gue biasa aja,” sahut Matari pendek.
“Yaelaaah, kitaaa ini udah nggak pakai ngediriin tenda kali ini lho! Kita tidur di dalem baraknya orang TNI. Kurang enak apa coba? Bayangin aja kalo lo harus ngediriin tenda dari 0. Waktu SMP aja lo pingsan kan?”
“Gue
Dinda menggebrak meja satu kali agar teman-teman satu kelasnya mau mendengarkan dia memberikan pengumuman. Kelas 1-3 langsung kompak terdiam dan mendengarkan Dinda bicara. Banyak hal yang Dinda beritahukan. Namun yang menjadi topik utama adalah pementasan kelas di acara Perjusami nanti.Beberapa anak memberi ide agar menyanyi sambil diiringi gitar saja sudah cukup. Dance tentu saja tidak mungkin, mengingat mereka semua akan memakai baju pramuka dan baju olahraga secara bergantian selama 3 hari.Baju olahraga tidak boleh dipakai saat malam tiba, yang mana saat itu adalah waktu pementasan diadakan. Tentu saja jika mau menampilkan dance, mereka harus membawa baju cadangan, tentu saja itu tidak mudah. Mengingat barang bawaan yang sudah diwajibkan untuk dibawa secara personal dan tim, sudah cukup banyak.Sayangnya, beberapa anak ekskul dancer di kelas mereka sudah sangat antusias untuk perform. Mereka adalah 6 orang cewek-cewek di kelas 1-3 yang duduk jauh dari Matar
“Eh, gue denger-denger tiap kelas diminta ngajuin performance buat malam api unggun ya?” tanya Pito pada Edo.“Emang harus ya?” tanya Edo bingung. “Sorry, pramuka kemarin gue kan nggak masuk.”“Oh iya. Lupa gue. Ketua kelas kita, si Zacky, belum ngasih pengumuman apa-apa tuh. Tapi anak-anak kelas lain banyak yang udah mulai latihan tuh,” jawab Pito.“Tumben pada peduli?” celetuk Kiwil heran.“Ya siapa tahu kita bisa nampilin akustikan bareng. Seru lagi, kaya kelasnya si Matari,” jawab Pito.“Eeh, serius?” tanya Kiwil.“Iya, tapi gue nggak tahu kelas dia nampilin apa. Cuma tadi lewat kelasnya, ada beberapa anak-anak perempuan yang lagi latihan dance gitu waktu istirahat. Terus pas gue ketemu sama salah satu temen gue di sana, dia bilang, kalo kelas 1-3 bakalan nampilin dua performance. Ambisius sih katanya. Cuma emang sengaja jaga-jaga kalo ngedance dito
Matari tampak ternganga melihat truk-truk berukuran sedang terparkir rapi di depan sekolahnya. Sandra tertawa ngakak. Tampaknya Matari benar-benar tak percaya jika mereka semua harus naik truk menuju ke barak pelatihan TNI.“Kenapa lo?” tanya Sandra penasaran.“Kita semua naek itu beneran, San?” tanya Matari.“Emang lo kaga baca pengumuman baek-baek apa? Kan emang naik truk! Bahkan guru juga naik truk kok!” sahut Sandra kesal.“Bukannya gitu, kalau hujan gimana?” tanya Matari.Sandra mengangkat bahu. “Malah asyik tahu!”“Asyik palalu! Kalo belum-belum kita malah udah sakit duluan, gimana bisa bertahan selama 2 hari kemah?” timpal Matari.“Heeeei, kembar! Lagi ngobrolin apa sih?” tanya Dinda yang tiba-tiba muncul.“Kembar gimana? Badan dia aja bongsor begini?” keluh Sandra tak terima sambil menunjuk Matari.“Hahahaha. Ngg
Barak yang dijadikan tempat berkemah tanpa kemah kali ini, bekerjasama dengan para TNI yang memiliki tempat itu. Meskipun sudah tua dan peninggalan bekas zaman Belanda, deretan barak-barak itu tampak berdiri kokoh dan bersih tanpa cela dari luar.Hamparan lapangan yang luas untuk berbagai jenis kegiatan tersebar di berbagai sudut. Ada lapangan basket, ada lapangan voli, lapangan tenis dan juga lapangan dengan bulatan kecil di tengahnya untuk menyalakan api unggun.Para ketua regu mendapatkan selebaran berisi peraturan dan peta lokasi selama di sana. Termasuk larangan-larangan untuk menjelajah daerah yang dilarang. Daerah yang dilarang sudah ditandai dengan selotip kuning berbentuk huruf X.Menurut info, daerah tersebut banyak yang kondisi bangunannya sudah lapuk dan tidak aman untuk dipakai siapapun. Selain itu, ada beberapa daerah yang masih diapakai untuk kegiatan TNI, sehingga para siswa tidak boleh menganggu kegiatan mereka sama sekali dengan masuk ke daerah
“Mandi nggak?” tanya Dinda pada Ayla di sore harinya setelah mereka acara pembekalan pramuka selama 2 jam dari jam 2 siang.Saat itu sudah pukul 4 lewat. Barak mulai perlahan ditinggalkan para siswi untuk menjalani ishoma yang kedua hari ini. Banyak yang mengambil alat mandi dan handuk kemudian langsung pergi bersama-sama menuju toilet dan kamar mandi. Hari sebentar lagi gelap.Ayla menggeleng. “Gue mau cuci tangan, cuci muka, kaki aja. Dingin banget.”“Sama sih. Lo gimana, Ri?” tanya Dinda.“Kayanya gue juga. Tapi gue nungguin Sandra. Dia mau barengan. Kalian kalau mau duluan, duluan aja, nanti gue nyusul,” jawab Matari.“Inget ya, Saaay, jangan bengong dan pergi sendiri. Kalau Sandra nggak dateng-dateng, nanti tunggu gue balik, nanti gue anterin lagi. Oke?” timpal Dinda tegas.Matari mengangguk. Sepeninggal Ayla dan Dinda, dia baru menyadari, Barak 2, tempatnya tinggal, hanya ters
“Oke adik-adik. Pembekalan sudah selesai malam ini. Sekarang pukul 8 lewat 20 menit. Sampai jam 10 malam, akan jadi jam bebas kalian. Ingat ya, nggak boleh keluar area ini. Selain itu, tidak boleh melakukan kegiatan terlarang yang sudah disebutkan oleh kami semua berulang-ulang. Jika ada yang ketahuan, sangsinya akan berat dan akan langsung dipulangkan saat itu juga,” kata Kak Husain, selaku ketua panitia. “Dan khusus untuk yang akan pentas besok malam, boleh tinggal untuk berdiskusi, latihan atau sekedar mematangkan pementasan. Mohon dicek lagi, berapa lama penampilannya, karena lebih dari 15 menit akan langsung di cut. Mengerti?”“Mengerti Kaaaak!”“Oke. Boleh bubar. Harap tidak menimbulkan suara gaduh ya. Hati-hati dan selamat malam. Wassalamualaikum!”Seluruh peserta langsung berdiri dan beranjak meninggalkan ruang serba guna barak yang malam itu dijadikan tempat pembekalan. Matari dan Ayla secara otomatis tak
Sesuai prediksi Sandra, kakak senior perempuan mulai membangunkan barak-barak murid perempuan dengan suara lantang. Matari yang agak merasa kecewa karena tidak bisa melanjutkan tidur nyenyaknya sambil melirik jam tangan yang melingkar di tangannya.Saat itu pukul 2 dini hari. Tidak ada satupun peserta yang boleh membawa handphone sejak awal, sehingga hampir semuanya tak bisa memasang alarm sesuai dengan isu jurit malam yang telah beredar.Matari menyadari, hampir seluruh teman-temannya masih dalam keadaan setengah sadar. Udara malam begitu menusuk, para kakak senior membolehkan peserta memakai jaket sebagai luaran dan tidak lupa mengingatkan untuk tetap memakai atribut secara lengkap karena akan diperiksa satu per satu.“Senternya, Ri,” kata Ayla menyerahkan senter Matari yang berada di dekatnya.“Oh, iya, thank you, hampir lupa!” sahut Matari dengan suara parau.Ayla segera merapikan seluruh atributnya, mengecek satu per sa
Matari memasuki pos ke 5 ketika dilihatnya regu Davi masih tertahan di situ. Padahal regu Davi termasuk awal mendapat giliran karena mereka ada di kelas 1-10. Dia melempar senyum pada Pito yang masih menyelesaikan semacam puzzle atau entah apa. Davi tampak serius membantu menyelesaikan tugas. Dia bahkan tak menyadari bahwa regu Matari yang berbarengan di pos yang sama. “Mau nunggu atau gimana, Far?” tanya Ayla, suaranya membuat Davi menoleh. “Eh, elo, La. Bentar ya, regu gue masih kesusahan,” jawab Davi pada Ayla. Matari sedikit merasa kesal karena Davi bahkan tak menyadari kehadirannya. Dia hanya peduli pada Ayla. Matari hanya bisa diam sambil menunggu instruksi Farah yang sedang mendekati kakak senior penjaga pos 5. Farah kembali dengan muka sumringah. “Kita bisa langsung ngerjain tugas, nggak usah nunggu atau skip, kelamaan nanti kata mereka. Ini aja udah jam setengah empat,” kata Farah sambil menyerahkan 4 potongan puzzle ke regunya. “Oke,