“Oke adik-adik. Pembekalan sudah selesai malam ini. Sekarang pukul 8 lewat 20 menit. Sampai jam 10 malam, akan jadi jam bebas kalian. Ingat ya, nggak boleh keluar area ini. Selain itu, tidak boleh melakukan kegiatan terlarang yang sudah disebutkan oleh kami semua berulang-ulang. Jika ada yang ketahuan, sangsinya akan berat dan akan langsung dipulangkan saat itu juga,” kata Kak Husain, selaku ketua panitia. “Dan khusus untuk yang akan pentas besok malam, boleh tinggal untuk berdiskusi, latihan atau sekedar mematangkan pementasan. Mohon dicek lagi, berapa lama penampilannya, karena lebih dari 15 menit akan langsung di cut. Mengerti?”
“Mengerti Kaaaak!”
“Oke. Boleh bubar. Harap tidak menimbulkan suara gaduh ya. Hati-hati dan selamat malam. Wassalamualaikum!”
Seluruh peserta langsung berdiri dan beranjak meninggalkan ruang serba guna barak yang malam itu dijadikan tempat pembekalan. Matari dan Ayla secara otomatis tak
Sesuai prediksi Sandra, kakak senior perempuan mulai membangunkan barak-barak murid perempuan dengan suara lantang. Matari yang agak merasa kecewa karena tidak bisa melanjutkan tidur nyenyaknya sambil melirik jam tangan yang melingkar di tangannya.Saat itu pukul 2 dini hari. Tidak ada satupun peserta yang boleh membawa handphone sejak awal, sehingga hampir semuanya tak bisa memasang alarm sesuai dengan isu jurit malam yang telah beredar.Matari menyadari, hampir seluruh teman-temannya masih dalam keadaan setengah sadar. Udara malam begitu menusuk, para kakak senior membolehkan peserta memakai jaket sebagai luaran dan tidak lupa mengingatkan untuk tetap memakai atribut secara lengkap karena akan diperiksa satu per satu.“Senternya, Ri,” kata Ayla menyerahkan senter Matari yang berada di dekatnya.“Oh, iya, thank you, hampir lupa!” sahut Matari dengan suara parau.Ayla segera merapikan seluruh atributnya, mengecek satu per sa
Matari memasuki pos ke 5 ketika dilihatnya regu Davi masih tertahan di situ. Padahal regu Davi termasuk awal mendapat giliran karena mereka ada di kelas 1-10. Dia melempar senyum pada Pito yang masih menyelesaikan semacam puzzle atau entah apa. Davi tampak serius membantu menyelesaikan tugas. Dia bahkan tak menyadari bahwa regu Matari yang berbarengan di pos yang sama. “Mau nunggu atau gimana, Far?” tanya Ayla, suaranya membuat Davi menoleh. “Eh, elo, La. Bentar ya, regu gue masih kesusahan,” jawab Davi pada Ayla. Matari sedikit merasa kesal karena Davi bahkan tak menyadari kehadirannya. Dia hanya peduli pada Ayla. Matari hanya bisa diam sambil menunggu instruksi Farah yang sedang mendekati kakak senior penjaga pos 5. Farah kembali dengan muka sumringah. “Kita bisa langsung ngerjain tugas, nggak usah nunggu atau skip, kelamaan nanti kata mereka. Ini aja udah jam setengah empat,” kata Farah sambil menyerahkan 4 potongan puzzle ke regunya. “Oke,
“Gimana, mau ikut nggak? Gue bawa obat maag dia, biskuit, selimut, nih!” kata Dinda mengajak Matari untuk ke barak Kesehatan menyerahkan keperluan Ayla sesuai dengan catatan kecil yang dititipkan kakak senior mereka ke Farah. “Boleh deh, yuk!” kata Matari. “Din, udah ditemenin Matari kan? Gue nggak ikut ya, perut gue mules banget, mau pup. Mumpung ada barengannya nih si Santi!” kata Farah. “Oke, nggak papa, Far. Kita ke barak Kesehatan dulu ya. Jam bebas sampai jam 8 pagi kan ya?” timpal Dinda sambil memperhatikan jam di tangannya yang menunjukkan pukul 5 kurang seperempat. “Iya. Kalian buruan balik aja, terus bersih-bersih, siap-siap pakai baju olahraga, jam 8 nanti olahraga pagi dulu trus sarapan sama-sama di lapangan,” ujar Farah kemudian menghilang dari balik pintu barak. Matari dan Dinda bergegas menuju barak Kesehatan. Barak Kesehatan sebenarnya bagian dari ruang serbaguna, namun tersekat oleh dinding tebal yang membuatnya dijadikan seba
Desa pinggiran Kabupaten Bogor yang ditunjuk bekerja sama dengan pihak sekolah tampak ramah kepada seluruh peserta pramuka. Peserta telah dibagi-bagi di setiap sudut tempat untuk membersihkan selokan, tempat sampah hingga memilah-milih barang bekas.Beberapa regu bahkan semangat membawa kayu-kayu dan benda-benda bekas lainnya ke tempat yang sudah disediakan oleh lurah setempat.“Permen?” tanya Arai yang tiba-tiba muncul di dekat Matari.“Eh elo, Rai. Boleh deh, thank you ya!” sahut Matari sambil mengambil permen mint Arai yang tampaknya selalu penuh dan tak habis-habis itu. “Sendirian aja?”“Enggak, lagi nemenin Choki ke toilet balai desa situ,” sahut Arai.“Ciyeee Arai, semangat banget kayaknya?” ledek Ayla yang ikut datang mendekat.“Eh, berisik lo! Udah sembuh?” tanya Arai.“Udah lumayan kok. Justru gue sengaja ikut biar kena sinar matahari dan keringetan
Setelah jam makan malam, jadwal ibadah dan jam bebas lainnya, seluruh peserta diharuskan berkumpul di lapangan. Barak-barak dikunci dan kayu-kayu telah siap ditumpuk dalam bentuk yang sistematis di tengah-tengah lapangan.Saat itu pukul 7 malam. Seluruh peserta melingkar menyanyikan lagu himne pramuka, menyebutkan janji pramuka hingga dasa dharma pramuka. Setelah itu, pertunjukkan penyalaan api unggun dilakukan oleh kakak senior kelas 2 yang ditunjuk.Matari baru menyadari bahwa penyalaan api unggun saja semenarik itu. Sandra pernah memberitahunya dulu, meski dia tak terlalu mendengarkannya. Namun ternyata, pertunjukkan itu memang benar-benar menarik. Para kakak senior berlari kecil mengelilingi lapangan sambil membawa obor kecil, menyebutkan dasa dharma pramuka satu per satu dan meletakkannya di dalam tumpukkan kayu di tengah-tengah.Setelah semuanya meletakkan obor mereka, api unggun serta merta membesar. Cahaya menyala-nyala indah dan menimbulkan hawa hangat
Dari tempatnya duduk, Arai bisa melihat Matari berjalan perlahan mengikuti Praja, Beno dan Hafis menuju tempat perform. Tempat perform itu tak lebih dari panggung mini yang dibuat dari palet-palet kayu yang ditata sedemikian rupa membentuk persegi panjang dan ditutupi kain terpal di atasnya.Seluruh peserta yang menampilkan performance harus tampil di sana, terkecuali untuk penampilan dancer kelas Matari yang diperbolehkan menari di dekat api unggun, karena tidak mungkin berjingkrak-jingkrak di atas palet kayu bekas.Arai bertatapan dengan Ayla, yang memberikan isyarat pada dirinya untuk mendengarkan dengan baik-baik. Setahu Arai, Ayla tak punya suara yang bagus. Tapi entah kenapa dia ikut menampilkan sesuatu di sana.Mungkin, Ayla ingin mendapatkan perhatian Anton kembali. Mungkin juga sebagai bentuk menunjukkan eksistensinya sendiri. Arai dengar dari Bang Ali, Ayla cukup narsis dan percaya diri jika itu menyangkut tentang dirinya. Mungkin pengaruh dari d
Tepuk tangan yang menyambut lagu pertama Matari yang selesai dinyanyikan tak pernah membuat takjub Davi lagi. Dia tahu, suara Matari memang bisa membius siapapun yang mendengarnya. Dulu, dia pernah jatuh cinta pada suara itu. Namun, dia lebih tertarik pada si penyanyi latar. Yang meskipun sumbang, namun pesonanya bukan main baginya.“Masih cakep aja suaranya. Untung dia yang jadi penyanyi utama, bukan si saudagar supermarket itu ya, Dav?” celetuk Pito.“Namanya Ayla, Pito, bukan saudagar supermarket!” tegas Davi kesal.“Yeee jangan sewot dong! Lihat tuh si Kiwil, sampai maju deket ke panggung. Lo nggak ikutan Dav? Masih ada satu lagu lagi kan?” timpal Pito.“Nggaklah, dari sini juga jelas kok,” kata Davi.“Lo beneran naksir si anak supermarket itu, Dav? Siap ngadepin abang-abangnya lo?” tanya Pito lagi.Davi belum sempat menjawab ketika Matari berbicara dari atas panggung.&l
Setelah penampilan terakhir, Kak Husain, ketua panitia Perjusami, memberikan wejangan dan ucapan terimakasih karena seluruh peserta telah tertib mengikuti acara hingga malam kedua. Dan dia meminta ketertiban seluruh peserta sekali lagi untuk besok pagi. Setelah olahraga bersama, mereka diharuskan membersihkan seluruh area yang digunakan sebelum meninggalkan tempat ini.Setelah ini, mereka bisa kembali ke barak masing-masing. Tanpa terkecuali. Karena sudah mendekati pukul 10 malam, tak ada jam bebas. Kegiatan yang diperbolehkan hanya pergi bebersih diri ke toilet, sholat atau beribadah malam bagi yang non-muslim. Sisanya, harus berada di barak, beristirahat karena olahraga akan dimulai pukul 5 pagi.Matari merasakan dirinya ingin ke toilet. Saat itu, hampir seluruh peserta di baraknya sudah bersiap tidur di matras masing-masing. Ayla bahkan sudah terkantuk-kantuk mendengarkan Dinda yang mengoceh tentang acara hari itu.“Kenapa, Ri?” tanya Dinda dan Ay