TIKET BEIJING!
"Aruna, bawalah ini!" perintah Dion."Oh, terima kasih," jawab Aruna lagi sambil membawa paper bag berisi roti itu. Aruna segera membawa bekalnya dan berada di ruang tamu. Dia mengeluarkan sepatu yang biasa di pakainya. Dion mendekatinya sambil mengulurkan kotak sepatu. Dion mendekati Aruna saat wanita itu masih memakai sepatu yang biasanya dia pakai."Pakailah ini," perintah Dion."Apa ini, Pak Dion?" tanya Aruna menerima box itu,"Temanku memberikan ini sebagai kado untukku karena aku telah membantunya sebagai ucapan dan bentuk terima kasihnya," jelas Dion."Ternyata dia memberikan ku sepasang sepatu wanita. Jadi anggaplah ini sebagai sebuah keberuntungan untukmu," sambunya."Hah? Teman? Memang Pak Dion memiliki teman di Madiun? Bukankah Pak Dion baru sbeulan lebih sedikit di sini? Kan Pak Dion selalu bekerja, kapan Bapak memiliki waktu untuk berteman?" tanya Aruna dengan polosnya."Tak usah cerewet! Kau pikir aku tak bisaBIMA SI KECIL YANG SOK DEWASA!"Itu benar juga. Namun sebenarnya aku menggaris bawahi satu hal penting, ketua dewan sepertinya lebih ingin kau mengalihkan fokusnya ke rumah sakit teknologi screening kanker milik PT Gold yang pernah di tawarkan oleh Elbara. Karena dia tertarik dengan prospek pengembangan dalam negeri. Ya, tentu saja mereka tak akan pernah paham dan membaca peluang sepertimu, Pak Dion. Tapi Pak Dion harus ingat bahwa sebagian besar pemegang saham PT Hadinata Wijaya itu masih tergolong banyak yang baru, kalau saja mereka tidak setuju atau khawatir investasi skala besar ini, maka akan sulit berjalan dengan lancar," terang Hendi."Baiklah kalau begitu! Tolong bantu aku memesan tiket pesawat ke Beijing besok!" perintah Dion."Mendadak?" tanya Hendi. Dion hanya menganggukkan kepalanya. Mau tidak mau, bisa tak bisa memang Dion harus tetap mempertahankan proyek rumah sakit ini. Bukan tentang Aruna saja, dia sangat tahu bagaimana menderitanya orang- orang yang menderita penya
APAKAH AKU JATUH CINTA?"Ayah Baik! Dia cemburu dengan Ayah Rendi," kata Bima."Hey, kau tahu apa? Jangan asal bicara begitu. Ibu tak suka," tegur Aruna."Anak kecil seperti mau berlagak seperti orang dewasa. Itu tidak baik," tegur Aruna lagi."Kenapa kau begitu tahu tentang Ayah baik?" tanya Aruna. "Bahkan rasa yang kau lebih mengerti dia daripada aku sekarang," gumamnya lagi."Ibu Bima!" teriak seseorang memanggilnya. Aruna menoleh ke belakang. Dia melihat seorang ibu- ibu datang menghampirinya. Ibu itu tak lain adalah orang tua dari Helena. Teman Bima yang sering kali Bima ceritakan padanya. Jantung Aruna berdetak kencang, dia takut jika Bima berbuat konyol pada Helena dan anak itu mengadukannya."Hai Ibu Helena, ada apa ya?" tanya Aruna sedikit panik."Apa Bima melakukan kesalahan pada Helena?" sambungnya."Tidak, Bu. Tidak, tapi begini, kelas kami akan mengadakan kegiatan orang tua dan anak pekan ini. Apakah Ibu Aruna ada waktu untuk ikut? Selama ini kan Ibu Aruna tak pernah a
SANDIWARA CINTA[Pak Dion pulang jam berapa?] Send. Pesan itu sudah di kirimnya.'Ceklek' pintu ruang tamu di buka. Ternyata Dion pun baru pulang kerja. Dia masih mengeakan jas lengkap, mendengar HP nya berbunyi dia mengambilnya. satu pesan dari Aruna. Dion membacanya sambil tersenyum sendiri. Saat dia melangkah masuk ke dalam rumah, dia tanpa sengaja melihat sepatu itu sudah tertata rapi. Sepatu yang di berikan pada Aruna nampak berjejer di sana. Dion tersenyum penuh arti."Apakah aku jatuh cinta?" batin Dion dalam hati sambil menggelengkan kepalanya lemah."Kau belum tidur, Aruna?" tanya Dion melihat Aruna masih melamun sambil menonton TV."Eh Pak Dion," kata Aruna memegang Hpnya."Pak Dion, sudah pulang?" sambungnya."Ada apa, Aruna? Mengapa kau sampai mengirimiku pesan?" tanya Dion."Eh, em anu, tidak ada apa- apa, Pak. Cuma tadi Bima bilang, kalau dia ingin tidur kau temani. Dia sepertinya mau mendengarkan mu mendongeng," jawabnya."Apa dia belum tidur?""Baru saja dia bisa tidur
ROTI GOSONG BUATAN ARUNA! Steven datang sambil membawa dua gelas air mineral dalam botol. Dia sangat terkejut melihat apa yang sedang terjadi dalam kolam. Dia tidak menyangka Arumi bisa berenang sepanjang itu. Apalagi Arumi menolong anak yang tenggelam. Arumi membawa bocah yang tenggelam itu sampai pinggir kolam. Saat sudah sampai pinggir dia melihat Steven."Apa maksud semua ini, Kak?" tanya Steven. Arumi menatap Steven cukup kaget dan menelan ludahnya kasar. Steven sampai di buat tertegun dengan tingkah Arumi. Dia nampak seperti perenang yang mumpuni. Bukan seperti orang- orang yang baru belajar berenang."Apakah ini artinya aku di bohongi?" batin Steven dalam hati sambil menatap Arumi."Aduh terimakasih ya, Mbak," ucap seorang Ibu muda yang ternyata Ibu dari anak yang tenggelam itu."Oh tidak apa -apa, Bu. Tapi lain kali kalian harus mengawasinya dengan baik! Apalagi anak kecil berada di kolam dewasa, kolam ini terlalu dalam untuk adeknya," jelas A
PENGORBANAN DION VS RENDI!"Bagaimana bisa begitu? Kau tidak boleh membohongi orang kan, itu tak bermoral. Selain itu Ini pertama kalinya kita ikut kegiatan orang tua dan anak. Jadi kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk membuat makanan itu sendiri," tegur Aruna."Gagal itu biasa, Bima. Tapi tidak masalah kita harus berani mencoba. Benarkan? Kau tenang saja ini hanya gagal, mungkin karena Ibu tadi salah memanggangnya. Harusnya dengan suhu 150 derajat lebih dari 20 menit, kita akan mencoba dan Ibu nanti akan menurunkan suhunya," kata Aruna masih berusaha."Bu...""Sudah serahkan saja semua pada Ibu! Ibu akan mengurusnya," ucap Aruna. 'Tring' Tring' satu panggilan masuk di HP Aruna. Panggilan itu ternyata dari Hendi. Aruna segera menganggkatnya. Ternyata Hendi mengajak Bima untuk jalan- jalan. Aruna pun mengizinkannya. Apalagi dengan Hendi, dia sangat percaya padanya. Bima pun untungnya bukan tipikal anak yang rewel. Saat dia jelaskan bahwa Hendi adala
BAGAIMANA TENTANG PERASAANMU, ARUNA?"Apakah itu sebabnya Ibumu belajar membuat kue?" tanya Dion."Benat Ayah Baik! Ibu itu mempelajarinya dengan sangat serius, meskipun aku yakin hasilnya akan gagal. Awalnya aku ingin Ayah Baik juga ikut, sayangnya Ibu bilang Ayah tidak punya waktu," keluh Bima."Benarkah Ibumu bilang begitu?" tanya Dion. Bima menganggukkan kepala."Ya, dia bilang begitu. Aku tidak boleh banyak berharap pada Ayah Baik karena Ayah Baik tentu memiliki kesibukan lain. Jadi aku sebagai anak harus baik dan mengerti. Ayah Baik kan bekerja untuk Bima juga," jelas Bima."Siapa bilang aku tidak punya waktu untuk anak tunggalku ini? Memang benar Ayah sangat sibuk dua hari ini. Tapi Ayah janji, bahwa Ayah akan menemanimu setelah pulang nanti," ucap Dion."Ya sudah aku maafkan! Tapi Ayah janji ya," ujar Bima."Pasti! Kalau begitu Ayah matikan ya video call nya. Bye bye bye," pamit Dion."Bye! Bye Ayah Baik! Aku cinta Ayah," sahut Bima memat
BIMA SI ANAK BROKEN HOME!"Apakah aku harus berkata jujur padamu, Mas?" tanya Aruna."Kalau boleh aku ingin kau menjawabnya dengan jujur, Aruna," jawab Rendi."Sejujurnya aku memang berharap bahwa dia bisa ikut dengan kami. Mas Rendi, akhir- akhir ini aku juga baru tahu dan menyadarinya belakangan ini, sepertinya aku memang membutuhkan sosok seorang Ayah untuk Bima," ucap Aruna."Ada apa? Apakah Dion mengatakan sesuatu padamu sehingga kau berkata seperti ini, Aruna?" tanya Rendi."Tidak, Mas Rendi. Aku hanya memikirkan dampak anak broken home pada Bima. Aku takut, Bima akan merasakan dampak psikologisnya. Dia akan malu dan merasa tidak percaya diri. Sulit untuk mengembalikan percaya diri mereka meskipun sudah menggunakan berbagai cara, Mas. Aku sadar, Bima sering menyendiri dari pergaulan karena merasa rendah diri saat melihat temannya bersama Ayahnya. Aplagi aku menyadari bahwa kurangnya perhatian, waktu untuk dihabiskan dengan Bima karena bekerja, sampai d
SATU TAMBAH SATU SAMA DENGAN DUA! AKU DAN KAMU ITU ADALAH CINTA!"Kalau aku benar -benar begini?" tanya Steven sambil mendekat pada Arumi dan tersenyum."Jawablah pertanyaanku, Arumi!" perintah Steven."Bagaimana kalau aku tidak memberitahumu? Tebak lah," ujar Arumi. Steven semakin mendekatkan wajahnya pada Arumi. Bibirnya semakin mendekat hal ini membuat Arumi cukup terkejut dengan keberaniannya. Tanpa di sangka, Steven mencium bibir Arumi dengan kecupan manja. Sesaat setelah itu Steven melepaskan ciumannya kemudian tersenyum kemudian dan dia muntah. Arumi terkejut dengan apa yang di lakukan Steven bercampur malu."Steven! Steven! Kau kenapa?" tanya Arumi. "Arumi satu tambah satu sama dengan dua," ujar Steven tiba- tiba bangun dan ambruk lagi."Aihhh! Anak ini, kalau sudah mabuk mengapa tak mengaku saja sih? Membuat ribet dan memalukan," gumam Arumi."Biar aku nanti cepat mengantarkanmu ke rumahku dulu!" gerutu Arumi."sttt! Kenapa kau ce