BAGAIMANA TENTANG PERASAANMU, ARUNA?
"Apakah itu sebabnya Ibumu belajar membuat kue?" tanya Dion."Benat Ayah Baik! Ibu itu mempelajarinya dengan sangat serius, meskipun aku yakin hasilnya akan gagal. Awalnya aku ingin Ayah Baik juga ikut, sayangnya Ibu bilang Ayah tidak punya waktu," keluh Bima."Benarkah Ibumu bilang begitu?" tanya Dion. Bima menganggukkan kepala."Ya, dia bilang begitu. Aku tidak boleh banyak berharap pada Ayah Baik karena Ayah Baik tentu memiliki kesibukan lain. Jadi aku sebagai anak harus baik dan mengerti. Ayah Baik kan bekerja untuk Bima juga," jelas Bima."Siapa bilang aku tidak punya waktu untuk anak tunggalku ini? Memang benar Ayah sangat sibuk dua hari ini. Tapi Ayah janji, bahwa Ayah akan menemanimu setelah pulang nanti," ucap Dion."Ya sudah aku maafkan! Tapi Ayah janji ya," ujar Bima."Pasti! Kalau begitu Ayah matikan ya video call nya. Bye bye bye," pamit Dion."Bye! Bye Ayah Baik! Aku cinta Ayah," sahut Bima mematBIMA SI ANAK BROKEN HOME!"Apakah aku harus berkata jujur padamu, Mas?" tanya Aruna."Kalau boleh aku ingin kau menjawabnya dengan jujur, Aruna," jawab Rendi."Sejujurnya aku memang berharap bahwa dia bisa ikut dengan kami. Mas Rendi, akhir- akhir ini aku juga baru tahu dan menyadarinya belakangan ini, sepertinya aku memang membutuhkan sosok seorang Ayah untuk Bima," ucap Aruna."Ada apa? Apakah Dion mengatakan sesuatu padamu sehingga kau berkata seperti ini, Aruna?" tanya Rendi."Tidak, Mas Rendi. Aku hanya memikirkan dampak anak broken home pada Bima. Aku takut, Bima akan merasakan dampak psikologisnya. Dia akan malu dan merasa tidak percaya diri. Sulit untuk mengembalikan percaya diri mereka meskipun sudah menggunakan berbagai cara, Mas. Aku sadar, Bima sering menyendiri dari pergaulan karena merasa rendah diri saat melihat temannya bersama Ayahnya. Aplagi aku menyadari bahwa kurangnya perhatian, waktu untuk dihabiskan dengan Bima karena bekerja, sampai d
SATU TAMBAH SATU SAMA DENGAN DUA! AKU DAN KAMU ITU ADALAH CINTA!"Kalau aku benar -benar begini?" tanya Steven sambil mendekat pada Arumi dan tersenyum."Jawablah pertanyaanku, Arumi!" perintah Steven."Bagaimana kalau aku tidak memberitahumu? Tebak lah," ujar Arumi. Steven semakin mendekatkan wajahnya pada Arumi. Bibirnya semakin mendekat hal ini membuat Arumi cukup terkejut dengan keberaniannya. Tanpa di sangka, Steven mencium bibir Arumi dengan kecupan manja. Sesaat setelah itu Steven melepaskan ciumannya kemudian tersenyum kemudian dan dia muntah. Arumi terkejut dengan apa yang di lakukan Steven bercampur malu."Steven! Steven! Kau kenapa?" tanya Arumi. "Arumi satu tambah satu sama dengan dua," ujar Steven tiba- tiba bangun dan ambruk lagi."Aihhh! Anak ini, kalau sudah mabuk mengapa tak mengaku saja sih? Membuat ribet dan memalukan," gumam Arumi."Biar aku nanti cepat mengantarkanmu ke rumahku dulu!" gerutu Arumi."sttt! Kenapa kau ce
KEJUTAN UNTUK BIMA! Hari ini adalah acara di sekolah Bima, pertemuan kedekatan orang tua dan anak. Acara itu ternyata cukup meriah sekali. Mereka masing -masing saling membawa makanan dari rumah lalu makanan itu di jejer dan di taat dalam meja. Ada banyak jenis makanan, seperti rice bowl, burger, cake, buah, sop buah, salad buah, tart, puding, dan sebagainya yang di hias dengan amat cantik kesukaan anak- anak. Aruna dan Bima pun menata brownies coklat hasil tangan Aruna di meja."Ibu, apakah kue ini enak?" tanya Bima. "Tenang saja Bima, Ibu membuatnya dengan sangat hati -hati pasti tidak ada masalah. Ibu belajar dari Ayah Rendi. Ibu juga sudah menyiapkan camilan sebagaai antisipasi, tapi mengapa mereka tidak ada yang mengeluarkan camilan ya?" sahut Aruna."Tenang saja, Bima. Ibu sudah membawa semua camilan kesukaan anak- anak," jelasnya lagi. Bahkan Aruna sudah bangun sedari jam tiga pagi tadi untuk menyiapkan brownies kukus itu. Namun Aruna baru menyadari sa
ARTI KELUARGA DI USIA KEPALA EMPAT!"Ayo anak- anak Ayah dan Ibu Bima sudah merepotkan diri mereka, sekarang sudah seharusnya kalian ucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu Bima," perintah Ibu guru Ling- Ling."Terima kasih!" kata anak- anak serempak. Aruna pun menjauhi kerumunan anak- anak itu dan berbisik pada Dion."Pak Dion, siapa yang akan membuat kue ini?" tanya Aruna."Aku," jawab Dion santai."Sudah tenang saja. Berikan padaku!" perintah Dion."Memang kau bisa buat?" tanya Aruna. Dion memandang Aruna sambil mengedipkan satu matanya."Helena! Kalau Helena mau membuat kue tart seperti apa? Aku akan meminta Ayah Baik untuk membuatkannya hanya untukmu, kue ini spesial untukmu saja," ujar Bima menggandeng lengan Helena mendekati stand nya."Aku ingin kue dengan gambar muka Elsa," jawabnya."Baik tidak masalah! Kami akan membuatnya sekarang, kalian mau kue tart seperti apa?" tanya Bima pada anak-anak lain."Aku ingin kelinci!" sahutnya
SEMANGKOK MIE NYEMEK KEDIRI BUKTI CINTA TULUS DARI HATI"Aku sungguh tidak mahir memasak, Pak Dion. Pasti tidak enak," sambung Aruna frustasi."Tenang saja, aku akan bantu Ibu memegang alatnya!" ujar Bima Bima. Dion pun menarik tangan Aruna. Mau tak mau Aruna bangkit ke meja, akhirnya mereka pun bertiga membuat kue seadanya. Bima dengan tangan kecilnya membantu memegang mixer mengocok krim yang habis. Sedangkan Aruna menuang krim dan dia meratakannya. Dion benar-benar menemukan arti kebahagiaan dan sebuah keluarga di usianya yang sudah tidak muda lagi. Tapi, dia merasa bersyukur masih bisa menikmati momen ini. Dion melukis potret mereka bertiga dalam kue, meski hasilnya pun pas- pasan. Saat tengah asik membuat kue, tiba- tiba Rendi datang ke sekolahan Bima. Rendi datang dan melihat bagaimana keceriaan Dion dan Aruna serta Bima. Rendi meletakkan kue itu di meja kecil dan pergi berlalu. Mungkin benar bagaimanapun juga Aruna dan Dion memiliki satu ikatan ya
MULAI MENYADARI ADA HATI!"Pak Dion, usiamu sudah tidak muda lagi. Kepala empat, kau harus lebih banyak menjaga kesehatanmu. Jujur saja saya ingin Pak Dion melihat Bima tumbuh besar nantinya. Kita akan merawat Bima bersama," ucap Aruna."Kenapa kau membawa umur? Aku masih cukup sehat untuk lelaki usia itu. Toh sekarang aku sudah pulang. Aruna, selama aku masih sanggup membahagiakan Bima maka aku akan memberikan yang terbaik untuknya," kata Dion."Kau tahu karena apa?" tanya Dion. Aruna menggelengkan kepalanya lemah."Karena aku pernah berada di posisi Bima, Aruna. Aku pernah mengalami bagaimana rasanya tak pernah di hadiri semua acara sekolahnya oleh orang tua. Dan itu rasanya sakit sekali. bahkan kalau boleh jujur itu membuatku trauma tersendiri untuk memiliki anak. Aruna, menjadi kini aku menyadari bahwa arti sosok Ayah bagi anak itu apa, semua yang ku alami saat kecil tak akan pernah di alami oleh anakku! Itu janjiku. Tidak penting karena alasan pekerjaan, se
BERDAMAI DENGAN MASA LALU! PERJUANGKAN CINTAMU!"Pak Dion tidak hanya kembali pada Bima. Dia sekarang sudah saling berkenalan dengan Bima," bisik Aruna."Apa?" pekik Arumi tertahan."Stttt! Berjanjia lah padaku untuk tidak terlalu histeris! Tenanglah!" perintah Aruna."Kami tinggal bersama," kata Aruna sambil berbisik."Apa! Gila kau," teriak Arumi. Aruna langsung menutup mulut Arumi dengan tangannya. Dia pun melihat ekspresi Arumi yang nampak murka. Aruna hanya bisa menyengir saja. Aruna pun langsung berusaha meminta maaf, dia berinisiatif untuk mengajak Arumi membeli kopi di depan. Setidaknya itu akan aman dari pada Arumi murka di kantor dan semua orang mendengarnya."Arumi, kau sedang marah ya? Aku minta maaf ya, sungguh aku tidak pernah berniat untuk memberitahumu sebelumnya. Aku sebenarnya ingin jujur, namun di sisi lain aku juga tidak ingin makin memperumit masalah," ucap Aruna lagi."Aku bahkan sebelumnya tidak berencana memberitahu dia
IMPIAN ARUMI!"Nah sekarang kau pikir lagi, mengapa Pak Dion mau tinggal bersamamu? Apakah kau yakin alasannya hanya Bima? Atau ada alasan lain terkait denganmu? Coba kau pikir sendiri sekarang, kebaikan apa yang telah di lakukan Pak Dion padamu selama sepuluh tahun lalu? Coba pikir lagi, cintamu yang bertepuk sebelah tangan atau gengsi kalian yang sama- sama tinggi dan tak mau saling mengungkapkan?" tanya Arumi dengan menatap Aruna tajam. 'Glek' Aruna menelan ludahnya dengan kasar. Aruna terdiam mengingat semua tentang Dion dan dirinya dulu. Memang jika di pikir lagi selama sepuluh tahun bekerja padanya, Dion memperlakukan Aruna dengan sangat baik. Bahkan cenderung menuruti semua permintaan dan perkataan Aruna. "Aku mengerti Arumi. Terima kasih sudah mengatakan semua padaku dan menyadarkan diriku akan hal penting ini. Arumi, jika suatu hari nanti aku sudah merasa yakin dengan perasaanku sendiri, aku pasti tidak akan menghindar lagi," ujar Aruna. Arumi tersenyum s