DI BALIK CERITA PERMEN KAPAS BERWARNA PELANGI!"Apakah kau mau makan permen gulali, Pak Dion?" tanya Aruna."Bukankah gulali itu tanda cinta?" sahut Dion."Katanya seperti itu. Apa kau mau? Aku akan membelikannya untuk Bapak," tawar Aruna."Apakah artinya kau cinta padaku, Aruna?" tanya Dion. Aruna terkejut dengan ucapan Dion. Namun wajahnya langsung memerah."Mengapa Pak Dion ini narsis sekali? Saya menawari permen kapas, karena taman bermain dengan permen kapas adalah dua kesatuan yang tak dapat di pisahkan," ledek Aruna. Dion hanya terkekeh geli.Saat ini permen kapas tidak hanya ditemukan di stadion baseball, festival, pameran, tetapi juga dapat dibuat di rumah dengan mesin pembuat permen kapas portabel. Bahan utama permen kapas adalah gula dan, pada dasarnya, gula memerlukan pemanasan menjadi sirup dan kemudian diputar dengan cepat untuk mengubah sirup menjadi tekstur ringan dan halus yang dikenal sebagai permen kapas, suguhan manis tetap menjadi m
PAPER BAG DARI RENDI!"Bima, apakah Ibumu sehari -hari akan berdebat masalah pengetahuan tanpa mengetahui situasi dan konsisi hati?" tanya Dion."Benar, Ibu selalu seperti ini," keluh Bima."Kenapa? Kenapa kalian sekarang memprotesku! Beri lagi padaku Pak Dion, sini! Kembalikan padaku gulalinya," kata Aruna cemberut. Dion dan Bima tertawa terbahak- bahak melihat tingkah Aruna."Ibu ayok kita main bola dan beli coklat sebelum pulang!" ajak Bima."Ayok!" teriak Dion bersemangat. Sekarang mereka bergantian memainkan lempar bola. Bima tampak senang sekali, hal yang tak pernah di mainkannya dengan sang Ibu karena takut membahayakannya sekarang bisa di jelajahinya. Apalagi Ayah baiknya selalu memanjakannya. Semua mainan yang di inginkan selalu di izinkannya. Dan lagi, Ibunya hanya dapat cemberut namun tetap menurutinya. Mereka pun berlarian setelah puas bermain di taman bunga. Setelah puas, Bima pun mengajak pulang. Mereka pun pulang bersama, setelah tu
PERKARA SEPATU TEPAK TEPOK!Rendi hanya dapat tersenyum kecut melihat kepergian Aruna. Dari jauh Rendi bisa lihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedekatan keluarga itu. Mereka bertiga nampak sepeti keluarga kecil yang bahagia."Ibu datang! Ayo!" ajak Aruna masuk dalam rumah. Mereka bertiga pun berjalan memasuki rumah. Dion menutup pintu sambil menjulurkan lidah ke arah Rendi. Rendi pun menghela nafasnya panjang dan meninggalkan rumah Aruna."Ayok kita mandi dulu!" ajak Dion pada Bima. Dia pun memandikan Bima. Aruna duduk istirahat di sofa. Dia memijat kakinya yang cukup lelah karena terlalu banyak berjalan hari ini. Dia melihat paper bag itu. Lalu membukanya. Dion melirik Aruna saat wanita itu membuka paperbag nya."Bima, kau tahu tidak mengapa setelah mandi dan keramas harus di keringkan rambutnya sampai bear- benar kering?" tanya Dion."Agar tak pusing," jawab Bima asal."Salah! Itu agar kau nanti tidak mudah terkena penyakit," ujar Dion
ANTARA BAJU RENANG DAN SEPATU! Aruna mecoba mencari keseimbangannya. Dia pun mulai berjalan perlahan dengan sengaja lewat di depan Bima dan Dion. Nampak langkah kaki Aruna sedikit kaku. Karena memang dia tak terbiasa memakai sepatu itu."Sstt! Geserlah sedikit! Tolong jangan menghalangi jalanku," perintah Aruna. Aruna pun melangkahkan kakinya dengan bunyi tepak tepok karena jalannya yang seperti robot. Bima dan Dion hanya saling berpandangan dan cekikikan."Ahhh! Suaranya juga begitu merdu," kata Aruna menutupi rasa malunya."Bima, apakah Ibumu selalu bersikap seperti itu?" tanya Dion. Bima pun menganggukkan kepalanya. Dion dan Bima saling memandang dan tertawa bersama. Di sisi lain Steven sedang menunggu Arumi untuk belajar latihan berenang bersama. Arumi sampai rela membeli set make up yang waterproof. Makeup waterproof adalah makeup yang bisa bertahan meski digunakan untuk aktivitas di air dan sama sekali tidak akan luntur. Sedangkan untuk makeup yang m
MASIH PERKARA SEPATU!"Mbakkk!" panggil Dion."Ambilkan sepatu terlaris di sini untukku," perintah Dion lagi."Baik! Tunggu ya, Pak," jawab pelayan toko itu saja."Terima kasih," sahut Dion."Pak Dion sebenarnya kau mau memberikan ini untuk siapa?" tanya Hendi. Di sisi lain, saat di rumah sakit jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hari ini Rendi cukup sibuk karena ada bebarapa pasien yang harus segera di tanganinya. Dia menyapa salah satu temannya yang masih berada dalam orang ruangan."Loh kau kok belum pulang perawat, Elina?" tanya Rendi saat melihat perawat ini masih lembur."Ini sebentar lagi mau pulang. Tadi masih ada beberapa berkas yang harus aku selesaikan, Dok. Kenapa kau jam segini belum pulang?" tanya Elina."Aku baru menyelesaikan operasi mendadak," jawab Rendi."Apakah ada masalah dengan operasinya?" tanya Elina."Tidak ada sebenarnya. Hanya saja operasinya mendadak. Untung saja ini sudah selesai," jawab Rendi.
TIKET BEIJING!"Aruna, bawalah ini!" perintah Dion."Oh, terima kasih," jawab Aruna lagi sambil membawa paper bag berisi roti itu.Aruna segera membawa bekalnya dan berada di ruang tamu. Dia mengeluarkan sepatu yang biasa di pakainya. Dion mendekatinya sambil mengulurkan kotak sepatu. Dion mendekati Aruna saat wanita itu masih memakai sepatu yang biasanya dia pakai."Pakailah ini," perintah Dion."Apa ini, Pak Dion?" tanya Aruna menerima box itu,"Temanku memberikan ini sebagai kado untukku karena aku telah membantunya sebagai ucapan dan bentuk terima kasihnya," jelas Dion."Ternyata dia memberikan ku sepasang sepatu wanita. Jadi anggaplah ini sebagai sebuah keberuntungan untukmu," sambunya."Hah? Teman? Memang Pak Dion memiliki teman di Madiun? Bukankah Pak Dion baru sbeulan lebih sedikit di sini? Kan Pak Dion selalu bekerja, kapan Bapak memiliki waktu untuk berteman?" tanya Aruna dengan polosnya."Tak usah cerewet! Kau pikir aku tak bisa
BIMA SI KECIL YANG SOK DEWASA!"Itu benar juga. Namun sebenarnya aku menggaris bawahi satu hal penting, ketua dewan sepertinya lebih ingin kau mengalihkan fokusnya ke rumah sakit teknologi screening kanker milik PT Gold yang pernah di tawarkan oleh Elbara. Karena dia tertarik dengan prospek pengembangan dalam negeri. Ya, tentu saja mereka tak akan pernah paham dan membaca peluang sepertimu, Pak Dion. Tapi Pak Dion harus ingat bahwa sebagian besar pemegang saham PT Hadinata Wijaya itu masih tergolong banyak yang baru, kalau saja mereka tidak setuju atau khawatir investasi skala besar ini, maka akan sulit berjalan dengan lancar," terang Hendi."Baiklah kalau begitu! Tolong bantu aku memesan tiket pesawat ke Beijing besok!" perintah Dion."Mendadak?" tanya Hendi. Dion hanya menganggukkan kepalanya. Mau tidak mau, bisa tak bisa memang Dion harus tetap mempertahankan proyek rumah sakit ini. Bukan tentang Aruna saja, dia sangat tahu bagaimana menderitanya orang- orang yang menderita penya
APAKAH AKU JATUH CINTA?"Ayah Baik! Dia cemburu dengan Ayah Rendi," kata Bima."Hey, kau tahu apa? Jangan asal bicara begitu. Ibu tak suka," tegur Aruna."Anak kecil seperti mau berlagak seperti orang dewasa. Itu tidak baik," tegur Aruna lagi."Kenapa kau begitu tahu tentang Ayah baik?" tanya Aruna. "Bahkan rasa yang kau lebih mengerti dia daripada aku sekarang," gumamnya lagi."Ibu Bima!" teriak seseorang memanggilnya. Aruna menoleh ke belakang. Dia melihat seorang ibu- ibu datang menghampirinya. Ibu itu tak lain adalah orang tua dari Helena. Teman Bima yang sering kali Bima ceritakan padanya. Jantung Aruna berdetak kencang, dia takut jika Bima berbuat konyol pada Helena dan anak itu mengadukannya."Hai Ibu Helena, ada apa ya?" tanya Aruna sedikit panik."Apa Bima melakukan kesalahan pada Helena?" sambungnya."Tidak, Bu. Tidak, tapi begini, kelas kami akan mengadakan kegiatan orang tua dan anak pekan ini. Apakah Ibu Aruna ada waktu untuk ikut? Selama ini kan Ibu Aruna tak pernah a
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu