GULALI TANDA CINTA?"Hhaha, sekarang kau bisa lihat kan Bima? Masih ada yang lebih hebat dari Ibumu," ucap Dion meledek Arunan. Bima pun menganggukkan kepalanya. "Aruna, kemarilah!" perintah Dion."Tampaknya pahlawan wanita ada saatnya berada di luar kemampuannya! Bukankah kau sekarang mengakui masih butuh aku untuk mengsuh Bima bersama?" tanya Dion."Apa maksud Pak Dion? Mengasuh Bima bersama?" tanya Aruna dengan kening mengernyit heran."Memang benar mengasuh bersama menyenangkan karena Pak Dion hanya lebih tinggi dariku saja. Tapi tak berarti itu hebat," gerutu Aruna. Dion hanyatersenyum."Ayah Baik! Mari kita main tembak- tembakan, aku selalu ingin melakukannya namun Ibu tak mengizinkannya," ucap Bima."Benarkah? Mari kita ke sana, di mana tempatnya?" tanya Dion."Di sana! Di tempat itu ada permainan menembak yang berhadiah boneka dan mainan," jawab Bima."Baiklah mari kita lihat di mana kita bisa menembak balon itu!" ujar Dion menggendong Bima.Mau tak mau Aruna pun mengikuti l
DI BALIK CERITA PERMEN KAPAS BERWARNA PELANGI!"Apakah kau mau makan permen gulali, Pak Dion?" tanya Aruna."Bukankah gulali itu tanda cinta?" sahut Dion."Katanya seperti itu. Apa kau mau? Aku akan membelikannya untuk Bapak," tawar Aruna."Apakah artinya kau cinta padaku, Aruna?" tanya Dion. Aruna terkejut dengan ucapan Dion. Namun wajahnya langsung memerah."Mengapa Pak Dion ini narsis sekali? Saya menawari permen kapas, karena taman bermain dengan permen kapas adalah dua kesatuan yang tak dapat di pisahkan," ledek Aruna. Dion hanya terkekeh geli.Saat ini permen kapas tidak hanya ditemukan di stadion baseball, festival, pameran, tetapi juga dapat dibuat di rumah dengan mesin pembuat permen kapas portabel. Bahan utama permen kapas adalah gula dan, pada dasarnya, gula memerlukan pemanasan menjadi sirup dan kemudian diputar dengan cepat untuk mengubah sirup menjadi tekstur ringan dan halus yang dikenal sebagai permen kapas, suguhan manis tetap menjadi m
PAPER BAG DARI RENDI!"Bima, apakah Ibumu sehari -hari akan berdebat masalah pengetahuan tanpa mengetahui situasi dan konsisi hati?" tanya Dion."Benar, Ibu selalu seperti ini," keluh Bima."Kenapa? Kenapa kalian sekarang memprotesku! Beri lagi padaku Pak Dion, sini! Kembalikan padaku gulalinya," kata Aruna cemberut. Dion dan Bima tertawa terbahak- bahak melihat tingkah Aruna."Ibu ayok kita main bola dan beli coklat sebelum pulang!" ajak Bima."Ayok!" teriak Dion bersemangat. Sekarang mereka bergantian memainkan lempar bola. Bima tampak senang sekali, hal yang tak pernah di mainkannya dengan sang Ibu karena takut membahayakannya sekarang bisa di jelajahinya. Apalagi Ayah baiknya selalu memanjakannya. Semua mainan yang di inginkan selalu di izinkannya. Dan lagi, Ibunya hanya dapat cemberut namun tetap menurutinya. Mereka pun berlarian setelah puas bermain di taman bunga. Setelah puas, Bima pun mengajak pulang. Mereka pun pulang bersama, setelah tu
PERKARA SEPATU TEPAK TEPOK!Rendi hanya dapat tersenyum kecut melihat kepergian Aruna. Dari jauh Rendi bisa lihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedekatan keluarga itu. Mereka bertiga nampak sepeti keluarga kecil yang bahagia."Ibu datang! Ayo!" ajak Aruna masuk dalam rumah. Mereka bertiga pun berjalan memasuki rumah. Dion menutup pintu sambil menjulurkan lidah ke arah Rendi. Rendi pun menghela nafasnya panjang dan meninggalkan rumah Aruna."Ayok kita mandi dulu!" ajak Dion pada Bima. Dia pun memandikan Bima. Aruna duduk istirahat di sofa. Dia memijat kakinya yang cukup lelah karena terlalu banyak berjalan hari ini. Dia melihat paper bag itu. Lalu membukanya. Dion melirik Aruna saat wanita itu membuka paperbag nya."Bima, kau tahu tidak mengapa setelah mandi dan keramas harus di keringkan rambutnya sampai bear- benar kering?" tanya Dion."Agar tak pusing," jawab Bima asal."Salah! Itu agar kau nanti tidak mudah terkena penyakit," ujar Dion
ANTARA BAJU RENANG DAN SEPATU! Aruna mecoba mencari keseimbangannya. Dia pun mulai berjalan perlahan dengan sengaja lewat di depan Bima dan Dion. Nampak langkah kaki Aruna sedikit kaku. Karena memang dia tak terbiasa memakai sepatu itu."Sstt! Geserlah sedikit! Tolong jangan menghalangi jalanku," perintah Aruna. Aruna pun melangkahkan kakinya dengan bunyi tepak tepok karena jalannya yang seperti robot. Bima dan Dion hanya saling berpandangan dan cekikikan."Ahhh! Suaranya juga begitu merdu," kata Aruna menutupi rasa malunya."Bima, apakah Ibumu selalu bersikap seperti itu?" tanya Dion. Bima pun menganggukkan kepalanya. Dion dan Bima saling memandang dan tertawa bersama. Di sisi lain Steven sedang menunggu Arumi untuk belajar latihan berenang bersama. Arumi sampai rela membeli set make up yang waterproof. Makeup waterproof adalah makeup yang bisa bertahan meski digunakan untuk aktivitas di air dan sama sekali tidak akan luntur. Sedangkan untuk makeup yang m
MASIH PERKARA SEPATU!"Mbakkk!" panggil Dion."Ambilkan sepatu terlaris di sini untukku," perintah Dion lagi."Baik! Tunggu ya, Pak," jawab pelayan toko itu saja."Terima kasih," sahut Dion."Pak Dion sebenarnya kau mau memberikan ini untuk siapa?" tanya Hendi. Di sisi lain, saat di rumah sakit jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hari ini Rendi cukup sibuk karena ada bebarapa pasien yang harus segera di tanganinya. Dia menyapa salah satu temannya yang masih berada dalam orang ruangan."Loh kau kok belum pulang perawat, Elina?" tanya Rendi saat melihat perawat ini masih lembur."Ini sebentar lagi mau pulang. Tadi masih ada beberapa berkas yang harus aku selesaikan, Dok. Kenapa kau jam segini belum pulang?" tanya Elina."Aku baru menyelesaikan operasi mendadak," jawab Rendi."Apakah ada masalah dengan operasinya?" tanya Elina."Tidak ada sebenarnya. Hanya saja operasinya mendadak. Untung saja ini sudah selesai," jawab Rendi.
TIKET BEIJING!"Aruna, bawalah ini!" perintah Dion."Oh, terima kasih," jawab Aruna lagi sambil membawa paper bag berisi roti itu.Aruna segera membawa bekalnya dan berada di ruang tamu. Dia mengeluarkan sepatu yang biasa di pakainya. Dion mendekatinya sambil mengulurkan kotak sepatu. Dion mendekati Aruna saat wanita itu masih memakai sepatu yang biasanya dia pakai."Pakailah ini," perintah Dion."Apa ini, Pak Dion?" tanya Aruna menerima box itu,"Temanku memberikan ini sebagai kado untukku karena aku telah membantunya sebagai ucapan dan bentuk terima kasihnya," jelas Dion."Ternyata dia memberikan ku sepasang sepatu wanita. Jadi anggaplah ini sebagai sebuah keberuntungan untukmu," sambunya."Hah? Teman? Memang Pak Dion memiliki teman di Madiun? Bukankah Pak Dion baru sbeulan lebih sedikit di sini? Kan Pak Dion selalu bekerja, kapan Bapak memiliki waktu untuk berteman?" tanya Aruna dengan polosnya."Tak usah cerewet! Kau pikir aku tak bisa
BIMA SI KECIL YANG SOK DEWASA!"Itu benar juga. Namun sebenarnya aku menggaris bawahi satu hal penting, ketua dewan sepertinya lebih ingin kau mengalihkan fokusnya ke rumah sakit teknologi screening kanker milik PT Gold yang pernah di tawarkan oleh Elbara. Karena dia tertarik dengan prospek pengembangan dalam negeri. Ya, tentu saja mereka tak akan pernah paham dan membaca peluang sepertimu, Pak Dion. Tapi Pak Dion harus ingat bahwa sebagian besar pemegang saham PT Hadinata Wijaya itu masih tergolong banyak yang baru, kalau saja mereka tidak setuju atau khawatir investasi skala besar ini, maka akan sulit berjalan dengan lancar," terang Hendi."Baiklah kalau begitu! Tolong bantu aku memesan tiket pesawat ke Beijing besok!" perintah Dion."Mendadak?" tanya Hendi. Dion hanya menganggukkan kepalanya. Mau tidak mau, bisa tak bisa memang Dion harus tetap mempertahankan proyek rumah sakit ini. Bukan tentang Aruna saja, dia sangat tahu bagaimana menderitanya orang- orang yang menderita penya