ARTI KELUARGA DI USIA KEPALA EMPAT!
"Ayo anak- anak Ayah dan Ibu Bima sudah merepotkan diri mereka, sekarang sudah seharusnya kalian ucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu Bima," perintah Ibu guru Ling- Ling."Terima kasih!" kata anak- anak serempak. Aruna pun menjauhi kerumunan anak- anak itu dan berbisik pada Dion."Pak Dion, siapa yang akan membuat kue ini?" tanya Aruna."Aku," jawab Dion santai."Sudah tenang saja. Berikan padaku!" perintah Dion."Memang kau bisa buat?" tanya Aruna. Dion memandang Aruna sambil mengedipkan satu matanya."Helena! Kalau Helena mau membuat kue tart seperti apa? Aku akan meminta Ayah Baik untuk membuatkannya hanya untukmu, kue ini spesial untukmu saja," ujar Bima menggandeng lengan Helena mendekati stand nya."Aku ingin kue dengan gambar muka Elsa," jawabnya."Baik tidak masalah! Kami akan membuatnya sekarang, kalian mau kue tart seperti apa?" tanya Bima pada anak-anak lain."Aku ingin kelinci!" sahutnyaSEMANGKOK MIE NYEMEK KEDIRI BUKTI CINTA TULUS DARI HATI"Aku sungguh tidak mahir memasak, Pak Dion. Pasti tidak enak," sambung Aruna frustasi."Tenang saja, aku akan bantu Ibu memegang alatnya!" ujar Bima Bima. Dion pun menarik tangan Aruna. Mau tak mau Aruna bangkit ke meja, akhirnya mereka pun bertiga membuat kue seadanya. Bima dengan tangan kecilnya membantu memegang mixer mengocok krim yang habis. Sedangkan Aruna menuang krim dan dia meratakannya. Dion benar-benar menemukan arti kebahagiaan dan sebuah keluarga di usianya yang sudah tidak muda lagi. Tapi, dia merasa bersyukur masih bisa menikmati momen ini. Dion melukis potret mereka bertiga dalam kue, meski hasilnya pun pas- pasan. Saat tengah asik membuat kue, tiba- tiba Rendi datang ke sekolahan Bima. Rendi datang dan melihat bagaimana keceriaan Dion dan Aruna serta Bima. Rendi meletakkan kue itu di meja kecil dan pergi berlalu. Mungkin benar bagaimanapun juga Aruna dan Dion memiliki satu ikatan ya
MULAI MENYADARI ADA HATI!"Pak Dion, usiamu sudah tidak muda lagi. Kepala empat, kau harus lebih banyak menjaga kesehatanmu. Jujur saja saya ingin Pak Dion melihat Bima tumbuh besar nantinya. Kita akan merawat Bima bersama," ucap Aruna."Kenapa kau membawa umur? Aku masih cukup sehat untuk lelaki usia itu. Toh sekarang aku sudah pulang. Aruna, selama aku masih sanggup membahagiakan Bima maka aku akan memberikan yang terbaik untuknya," kata Dion."Kau tahu karena apa?" tanya Dion. Aruna menggelengkan kepalanya lemah."Karena aku pernah berada di posisi Bima, Aruna. Aku pernah mengalami bagaimana rasanya tak pernah di hadiri semua acara sekolahnya oleh orang tua. Dan itu rasanya sakit sekali. bahkan kalau boleh jujur itu membuatku trauma tersendiri untuk memiliki anak. Aruna, menjadi kini aku menyadari bahwa arti sosok Ayah bagi anak itu apa, semua yang ku alami saat kecil tak akan pernah di alami oleh anakku! Itu janjiku. Tidak penting karena alasan pekerjaan, se
BERDAMAI DENGAN MASA LALU! PERJUANGKAN CINTAMU!"Pak Dion tidak hanya kembali pada Bima. Dia sekarang sudah saling berkenalan dengan Bima," bisik Aruna."Apa?" pekik Arumi tertahan."Stttt! Berjanjia lah padaku untuk tidak terlalu histeris! Tenanglah!" perintah Aruna."Kami tinggal bersama," kata Aruna sambil berbisik."Apa! Gila kau," teriak Arumi. Aruna langsung menutup mulut Arumi dengan tangannya. Dia pun melihat ekspresi Arumi yang nampak murka. Aruna hanya bisa menyengir saja. Aruna pun langsung berusaha meminta maaf, dia berinisiatif untuk mengajak Arumi membeli kopi di depan. Setidaknya itu akan aman dari pada Arumi murka di kantor dan semua orang mendengarnya."Arumi, kau sedang marah ya? Aku minta maaf ya, sungguh aku tidak pernah berniat untuk memberitahumu sebelumnya. Aku sebenarnya ingin jujur, namun di sisi lain aku juga tidak ingin makin memperumit masalah," ucap Aruna lagi."Aku bahkan sebelumnya tidak berencana memberitahu dia
IMPIAN ARUMI!"Nah sekarang kau pikir lagi, mengapa Pak Dion mau tinggal bersamamu? Apakah kau yakin alasannya hanya Bima? Atau ada alasan lain terkait denganmu? Coba kau pikir sendiri sekarang, kebaikan apa yang telah di lakukan Pak Dion padamu selama sepuluh tahun lalu? Coba pikir lagi, cintamu yang bertepuk sebelah tangan atau gengsi kalian yang sama- sama tinggi dan tak mau saling mengungkapkan?" tanya Arumi dengan menatap Aruna tajam. 'Glek' Aruna menelan ludahnya dengan kasar. Aruna terdiam mengingat semua tentang Dion dan dirinya dulu. Memang jika di pikir lagi selama sepuluh tahun bekerja padanya, Dion memperlakukan Aruna dengan sangat baik. Bahkan cenderung menuruti semua permintaan dan perkataan Aruna. "Aku mengerti Arumi. Terima kasih sudah mengatakan semua padaku dan menyadarkan diriku akan hal penting ini. Arumi, jika suatu hari nanti aku sudah merasa yakin dengan perasaanku sendiri, aku pasti tidak akan menghindar lagi," ujar Aruna. Arumi tersenyum s
DION CEMBURU! ARUMI MENAHAN MALU!"Tunggu Aruna, bolehkan aku bertanya lebih dulu sebelum membantu?" tanya Rendi."Tentu saja," sahut Aruna."Mengapa sekarang kau yang mengerjakan bagian pelaporan ini? Bukankah kau hanya mengerjakan bagian catering saja?" tanya Rendi."Aku membantu Pak Dion agar semua ini bisa berjalan dengan lancar. Ini kesepakatan kami dulu, kau tahu sendiri kan kami dulu bekerja satu tim dan sangat kompak," kata Aruna lagi."Ck! Kau dengar sendiri kan dari Aruna? Bagaimana kami dulu bekerja dengan kompak. Aruna ini adalah sekertarisku selama sepuluh tahun, sehingga kami ini sangat tahu pribadi masing- masing," sindir Dion tersenyum penuh arti. Rendi pun langsung mendekatkan diri pada Aruna. Dia juga tak ingin kalah dengan Dion. Dia ingin membuktikan bahwa selama ini lelaki yang paling dekat dengan Aruna adalah Dia. Aruna pun juga tak terlalu peka dengannya, dia terlalu fokus pada pekerjaannya."Aku bisa mencarikan kasus itu, Arun
SEMANGKOK BUBUR MADURA TANDA CINTA!Arumi sudah menyiapkan dandananya sambil salah tingkah sendiri. Dia berharap bahwa dialah orangnya dan benar saja hari ini Steven mengatakan perasaan cintanya. "Ah, Steven kau benar- benar tidak pernah mengecewakanku!" ucap Arumi sambil memandang wajah Steven yang hanya tersenyum saja. Namun sesuatu yang tak di harapkannya terjadi. Arumi hanya bisa terdiam dan tak bisa berkata- kata lagi. Arumi pun tertawa menahan malu, ternyata bukan dia yang di maksud. Namun wanita yang ada di belakangnya. Steven pun dengan polosnya bertepuk tangan."Kau mau kemana?" tanya Steven dengan polosnya."Aku mau ke mana? Kau bisa menanyakan itu? Oh anu, itu Hp ku tadi hilang aku tak tahu di taruh mana. Aduh di mana ya? di mana aku tadi menaruhnya! Perasaan di sini," kata Arumi panik dan menahan malunya. Arumi pun langsung duduk kembali karena telah salah mengartikan semua situasi dan kondisi hari ini. Di depan nampak ada acara melamar ke
HEMBUSAN NAFAS YANG MENERPA WAJAH"Terima kasih ya, Pak Dion. Kau masih ingat dan menyediakan bubur kesukaanku saat lembur. Sebelumnya tak ada yang memperdulikan aku seperti ini. Ah, aku jadi terharu," kata Aruna lagi sambil menyuap sesondok bubur madura itu."Kau menangis tapi sambil makan! Konyol sekali," ledek Dion."Pak Dion!" panggil Aruna."Hm," sahut Dion."Mengapa Bapak perhatian padaku?" tanya Aruna menatap Dion dengan tatapan dalam dan penuh harap. Aruna tak munafik meski sepuluh tahun telah berlalu tapi perasaannya pada Dion masih sama. Dia masih menyimpan rasa dan harapan besar pada Dion. Rasanya semenjak dia jatuh cinta pertama kali, semua rasa cinta, gemuruh rindu, hanya untuk lelaki di hadapnnya ini. Mungkin dulu Aruna beranggapan karena mereka terlalu terbiasa bersama sehingga seleranya lelaki sempurna adalah Dion. Namun makin ke sini, Aruna menyadari bahwa itu semua salah. Bukan seleranya yang terlalu tinggi dengan menginginkan Dio
HAMPIR SAJA!Mereka saling bertatapan dalam jangka waktu yang cukup lama. Dion meraih dagu Aruna, dia mencoba meyakinkan rasa pada hatinya sendiri. Bahwa selama ini memang dia mencintai Aruna bukan hanya cinta sekejap saja. Mendapat perlakuan seperti itu otomatis Aruna pun memejamkan matanya. Dion makin berjalan mendekati dan melangkah memepet Aruna. Gadis itu sampai terpojok di dinding. Dion membelai pipi Aruna, hembusan nafas itu terasa hangat menerpa wajah Aruna. Bibir itu semakin mendekat. Hidung mereka sudah bersentuhan. Namun tiba- tiba sorot senter ke arah mereka. Aruna langsung menutup matanya."Astaga! Maaf Ibu Aruna, maaf! Saya tidak tahu, ternyata masih ada orang ya?" tanya Satpam itu."Maaf -maaf! Silahkan lanjutkan saja, aku akan periksa ruangan lain!" ucap Satpam itu."Pak Satpam! Pak, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami tadi sedang lembur," teriak Aruna. Namun satpam itu sudah tak menghiraukan ucapan Aruna karena tak mendengarnya.