Irene dan Niko sudah mengenal Fal.
Tentu saja. Fal selalu bermain bersama Tara dan tim medis—belakangan Fal juga semakin dekat dengan Hanna, jadi Fal akan mengenal para pasien di klinik lebih dulu dari para penghuni. Itu mengizinkan Fal mengulik lebih dalam soal Irene dan Niko—yang Fal bilang padaku adalah, “Mereka seperti ketakutan.”
Pada akhirnya, aku juga berkenalan dengan Niko. Pemuda pendiam yang rambutnya baru dirapikan. Di lengannya tersisa bekas luka—yang menurut Isha: “Jauh lebih banyak di punggung.” Dan itu juga tergambar di wajahnya seolah ada beban yang tidak bisa terangkat. Matanya kelihatan seperti sehabis menangis. Dan dengan yakin Isha bilang padaku juga. “Dulu dia tidak begini. Dulu Niko memang pendiam, tapi dia pekerja keras. Dia bicara seperlunya, tapi juga asyik. Dia mengerti tentang kebun. Kadang membantu tim stok, tapi dia anggota tim penyerang. Dan dia ahli tombak. Dia nomor satu di jamannya.”
Rapat Dewan yang dibicarakan akhirnya datang, dan bisa kupastikan itu tipe perundingan paling berbeda yang pernah kualami sepanjang di Padang Anushka.Ada tiga keanehan.Pertama, Rapat Dewan dimulai setelah jam sarapan. Sebenarnya itu bukan hal aneh. Namun, entah bagaimana caranya Lavi tidak tahu sampai dia terkejut saat Dhiena tiba-tiba mengetuk gerhanya sambil menuntut, “Kau ditunggu! Mau sampai kapan kau mengurung diri dari Rapat Dewan?!”“Huh? Rapat Dewan? Bukannya malam?”“Sekarang!”Dia bergegas mengambil jubahnya, meninggalkan makanan yang masih sisa di mejanya, lalu berbisik padaku, “Aku tidak tahu ada Rapat Dewan, harusnya dia tidak marah begitu. Aku tidak salah, kan?”Kedua, Rapat Dewan tidak menghentikan kegiatan para penghuni. Biasanya penghuni dilarang keluar markas tim, tetapi kali ini dibebaskan. Lagi-lagi itu bukan hal aneh—itu pernah terjadi. Kara, Nadir, Profesor Merla&m
Dokter Gelda juga berterima kasih padaku, lalu bilang, “Pastikan kau tetap di dekat mereka. Mungkin salah satu faktor utama mengapa mereka mau keluar hari ini juga karena keberadaanmu bersama mereka.”Para dewan kembali ke Rapat Dewan. Lavi beranjak dengan berkata, “Kau pasti dipanggil ke Rapat Dewan, jadi persiapkan dirimu, oke?”“Jangan panggil aku terlalu cepat,” gerutuku.Lavi mengedipkan satu mata, tidak benar-benar membalas.Jadi, ternyata cukup banyak juga yang mengikuti perjalanan Irene dan Niko ke wilayah belakang Padang Anushka. Dari tim medis ada Tara dan Hanna. Anggap Fal juga tim medis. Lalu aku, Mika, Dalton, Yasha. Moli sebenarnya ingin ikut, tetapi dia kebagian jaga klinik. Aku bertanya-tanya bagaimana Tara mengumpulkan penghuni secepat itu.“Aku ke Rapat Dewan,” jawabnya. “Moli memberitahu penghuni. Harusnya kau tanya Moli bagaimana caranya secepat itu mengumpulkan semua orang.&
Aku tidak punya kegiatan yang perlu kulakukan. Dalton mengajakku lanjut bermain kartu di ruangan rawat Irene, tetapi aku tidak berminat. Selama Irene bisa kembali ke klinik, tugasku berakhir. Mika sebenarnya memperingatiku. “Aku kaget kau berpikir seperti itu,” katanya. “Sejak kapan kau jadi mesin pesuruh begitu?”“Memangnya kau ikut?” todongku.“Tidak.” Dia terkekeh. “Iya, maaf. Aku tipe yang butuh energi kalau habis bercengkerama lama dengan manusia.”“Dia temanmu.”“Temanku ini manusia.”Fal ikut Dalton. Reila belum kembali sejak dipanggil. Sepertinya dia benar-benar dilibatkan Rapat Dewan. Aku malas melakukan apa pun. Jadi, aku berbaring di gerha, memejamkan mata begitu saja.Kuharap aku tidak bermimpi aneh-aneh, tetapi terlanjur.Tidak sulit untuk mengerti apa yang kulihat.Awalnya mataku memandang langit. Langit malam. Tidak ada bintang da
Kalau boleh jujur, sebenarnya tidak ada kabar baik dalam perubahan sistem. Satu-satunya yang kelihatan gembira—hanya Lavi.“Sekarang kita punya topik yang bisa dibicarakan saat rapat tim!” katanya, begitu antusias. “Markas kita bisa benar-benar berguna. Aku tidak sabar berunding dengan kalian—oh! Aku juga tidak sabar berangkat denganmu!”“Tali sepatumu lepas,” adalah satu-satunya komentarku.Sehari setelah Rapat Dewan, geng idiot berkumpul lagi.Topiknya sudah jelas: ladang bunga dan area rehabilitasi.Kupikir Lavi ingin ikut, tetapi dia memilih pergi. “Aku harus bicara dengan Jesse. Sekarang peran tim penyerang hampir mengambil semua tugas tim peneliti. Kudengar semalam ada yang menawarkan diri berangkat misi.”“Bukannya aku harus menemanimu?”“Harusnya begitu.” Namun, dia tersenyum. “Kali ini biar aku yang berpikir. Aku tak bisa banyak membantu
Ladang bunga itu wilayah terluas setelah padang rumput.Sejujurnya pemandangan di ladang bunga selalu membuatku terpukau. Aku membayangkan Bibi bisa mengatur semua perkembangan bunga di ladang kelewat luas—itu luar biasa. Beberapa bunga kini sudah tidak terawat, tetapi di tangan Bibi, dulu ladang bunga pasti sangat indah untuk dipandang. Jadi, semestinya gagasan itu mutlak: kami tidak boleh menyentuh area yang ditanami bunga.Bentuk ladang bunga sendiri sangat teratur. Dari jalur masuk, ada jalan yang terbuat dari tanah halus, membelah ladang bunga ke kiri dan kanan—membentuk jalur lurus ke ujung yang berbatasan langsung dengan tebing danau. Gubuk Bibi ada di pinggir jalan menuju danau, jadi, secara teknis, gubuknya berada di tengah-tengah pekarangan bunga. Setelah pintu masuk ladang bunga, jalur juga bercabang. Satu jalur ke danau. Satu jalur ke mercusuar. Dari ladang bunga, mercusuar terlihat begitu jelas—tentu saja. Mercusuar dibangun di sebelah la
Semua orang selalu punya ketakutan dan traumanya masing-masing.Aku selalu merasa Haswin tidak punya trauma khusus pada masa lalunya, tetapi kusadari kematian selalu memberikan dampak kuat bagi orang yang terlibat. Aku tidak pernah tahu Haswin memendam trauma masa lalu pada kematian.Setelah obrolan itu, kami tidak punya bahan obrolan lain, dan secara teknis, kami bersimpati pada Haswin yang kembali membuka luka masa lalu. Jadi, Yasha mencetuskan membubarkan obrolan. Dia dan Haswin kembali ke markas—mereka perlu melanjutkan lukisan di markas. Dalton—kembali ke Irene. Aku juga sempat punya gagasan menjenguk Irene dan Niko, tetapi ketika memikirkan Dalton ada di sana, dan mungkin aku tidak akan bisa keluar lagi sebelum gelap, kuputuskan untuk mengurungkan niat. Aku juga tidak berminat menyendiri di danau setelah apa yang kumengerti. Jadi, satu-satunya opsi—karena aku juga tak berminat latihan—hanya Rumah Pohon. Barangkali Elton sedang berlatih di
Pada akhirnya, aku memancing Lavi bicara.Lavi punya gagasan ingin bermalas-malasan sebelum berangkat, tetapi aku ingin dengar semua yang terjadi di Rapat Dewan, jadi aku memaksanya bangun—yang kurang lebih membuatnya mengerang panjang. Dia menggerutu sewaktu aku menata bidak catur di meja kecil. Tampaknya hari ini dia kekurangan motivasi.Dia mengonfirmasi semua yang dikatakan Haswin—tentang tiga petinggi yang mengendalikan misi sampai dia yang menjadi orang pertama membantah soal sistem lama. Dia mengonfirmasi semua hal, jadi aku tahu Haswin tidak mengarang cerita sama sekali—dan Lavi memang tidak berniat menceritakan itu padaku. Lavi mengatakannya blak-blakan sembari menggerakkan bidak putih. “Aku tahu Haswin cerita lebih dulu saat kalian membicarakan ladang bunga.”“Aku tidak suka jawaban itu,” balasku, jujur-jujur saja.“Aku mau cerita, kok, sungguh,” belanya, langsung—setelah menyaksikan sa
Dengan segala hormat, perlu kubilang kalau aku harus meralat gagasan yang kuucapkan sebelum ini: secara teknis, sistem ini merepotkan.Sistem ini benar-benar mengubah interaksiku dengan Lavi. Maksudku, aku punya gagasan kalau tidak mau terlalu sering membicarakan medan tempur saat bersama Lavi—yang aku yakin Lavi juga berpikir seperti itu. Namun, sistem ini tak lagi mengizinkan kami banyak mengobrol santai. Tiba-tiba saja obrolan soal medan tempur sudah mengitari kami lebih banyak dari biasanya.Sehari sebelum keberangkatan misi—ketika biasanya kami menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan, kami justru lebih sering berada di papan tempat peta enam belas titik terpasang. Titik itu terlalu banyak—bahkan jaraknya kelewat jauh satu sama lain jika harus kami lakukan berdua. Belum lagi, tidak ada yang tahu apa arti sebenarnya dari titik-titik itu. Hanya wilayah terduga dari regu Berlin.“Masih ada tiga belas titik lagi,” gumamku, entah