Share

439. AIR MATA #4

Kami mengobrol di bawah pohon rindang. Matahari di tempat ini hangat. Bibi datang membawakan minuman. Kupikirkan aku tidak boleh minum sesuatu di tempat ini, tetapi ternyata boleh-boleh saja. Bibi bahkan menawarkan tambah kalau perlu. “Daripada kau kehausan, lebih baik diminum saja, kan?”

Bibi duduk di dekatku, mengusap pelupuk mataku. Tidak ada air mata lagi, tetapi Bibi tetap mengusapnya. “Sejujurnya, Bibi senang kau menangis.”

“Bukannya aku cengeng?” gumamku.

“Tangisanmu selama ini tidak pernah berarti ketakutan. Tangisanmu selalu berarti kasih sayang. Hanya dari itu, Bibi tahu seberapa kuat perasaanmu pada Bibi. Setiap kau menangis, Bibi bersyukur. Rasanya malah menghangatkan.”

“Begitu, ya?” Sejujurnya, aku malu—tetapi tidak bisa mengatakan itu.

“Senang sekali punya dirimu yang menyayangi Bibi.”

Ketika Bibi tersenyum, mau tak mau aku ikut tersenyum.

&ldq

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status