Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 419. MEMORI PENDAR PUTIH #6

Share

419. MEMORI PENDAR PUTIH #6

last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-21 13:00:18

Di markas tim kombat—yang ada di tengah hutan—Bibi tengah menarget papan panahan ketika Ayahku berdiri di pagar. Ayah tidak lagi basa-basi.

“Kau bermasalah dengan Meri?”

“Bukannya bagus?” sahut Bibi. “Kau punya bahan obrolan dengannya.”

“Aku selalu tidak suka saat kau mengalihkan pembicaraan begini, kulempar bumerang kalau kau masih menghindar. Minta maaf padanya.”

“Bukannya kau mau misi?” tanya Bibi.

Dan Ayah benar-benar melempar bumerang pada Bibi—yang bisa dihindari Bibi cukup mudah. Bibi melompat ke samping, baru akhirnya menoleh dengan aura penuh tuntutan. “Untuk apa itu? Kau sungguhan?”

“Kau yang kebanyakan bercanda. Aku serius sejak awal.”

“Aku juga serius tanya padamu. Kau mau misi?”

“Kau iri, kan? Kau mau ambil posisiku?”

“Bisakah kau berhenti membalasku dengan emosi seperti itu? Cu

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Selubung Memori   420. MEMORI PENDAR PUTIH #7

    Ibu harus berangkat ke pusat medis. Setidaknya selama beberapa hari. Dan Ibu merasa membutuhkan restu Bibi meski situasinya masih belum reda.Berita keberangkatan misi sebenarnya sudah menyebar di kalangan orang-orang yang sering berkumpul di pondok utama. Namun, karena Bibi jarang terlibat lagi di sana, akhirnya dia tidak tahu apa-apa. Yang dia tahu hanya ketika Ibu tiba-tiba terlihat di padang rumput selepas latihan wajib. Para penghuni masih menetap seolah punya bahan tontonan yang lebih menarik. Bibi tentu saja lumayan heran. Firasatnya pasti menangkap sesuatu. Dia melihat Ibu mendekatinya. Tampaknya Bibi berdebar-debar seolah itu menjadi momen ketika akhirnya Ibu berani melabrak dirinya. Ketika Bibi berdiri mengusap keringat dengan handuk, Ibu berhasil sampai di tempatnya, lalu bersuara dengan mantap.“Aku mau pergi misi. Aku butuh restumu.”Bibi terkejut—sejauh yang bisa dia tahan. Bukannya langsung membalas, dia justru memerhatikan sekit

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-23
  • Selubung Memori   421. MEMORI PENDAR PUTIH #8

    Bibi dan Ibu kembali tak terpisahkan. Perbedaannya, kali ini Bibi yang tidak ingin mereka dipisahkan. Semua penghuni kembali bereaksi seperti ketika mereka tidak berkonflik. Bibi juga meminta maaf pada Esgar, yang hanya mendapat tawa sebagai balasan. “Meri rela membawakanmu oleh-oleh seolah kita berlibur.”Ibu juga mengembalikan izin misi Bibi, membuat Bibi langsung diutus misi dua hari setelah Ibu kembali.“Tidak bisakah aku di sini sedikit lebih lama lagi?” tuntut Bibi, cemberut.“Aku merestuimu,” balas Ibu, tidak peduli. “Sana. Pergi.”Lalu Bibi misi. Lalu Bibi kembali, mendapat sambutan dari Ibu, yang kini agak berubah. Bibi yang sekarang langsung melompat ke pelukan Ibu.Jenderal, tampaknya juga senang melihat mereka kembali bersama. Kini Ibu tidak takut lagi pada Jenderal. Ibu bahkan sering mengutuk sumpah serapah seolah Jenderal sudah melakukan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan dengan mengamb

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-25
  • Selubung Memori   422. MEMORI PENDAR PUTIH #9

    Kira-kira setahun kemudian, pekarangan di sekitar gubuk Jenderal tidak lagi padang rumput luas. Pekarangan luas itu berubah menjadi ladang bunga berwarna-warni. Tempat sepi itu tiba-tiba sudah semakin sering dikunjungi anak-anak—dan menjadi tempat peristirahatan paling sempurna bagi para pejuang misi. Bibi sempat mendengar Jenderal mengeluh seperti, “Tempat ini jadi berisik.” Dan Bibi berhasil membalas dengan, “Ini biar kau tidak tenggelam di kegelapan lagi.”Bibi dan Jenderal semakin dekat. Sangat dekat.Belakangan ketika Ibu semakin sibuk dengan penghuni yang bertambah, dia harus terus mengatur makanan untuk puluhan orang. Itu membuat Bibi sulit terus bersamanya, jadi Bibi memilih menjaili Jenderal—yang menurutnya lebih menarik dari membantu Ibu memasak. Itu juga yang membuat Jenderal mulai kenal dengan penghuni karena Bibi menyeretnya. Awalnya cukup sulit karena Jenderal terkenal dengan keanehannya, tetapi akhirnya para penghuni m

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Selubung Memori   423. MEMORI PENDAR PUTIH #10

    Belakangan, tampaknya dalam citra itu korban jiwa peperangan mulai agak berkurang. Mereka sudah jarang berjalan menemani jenazah di jalur Telaga. Dalam kurun waktu terakhir, aku sempat melihat mereka hampir setiap hari berjalan di area Telaga yang dingin itu, membakar jasad pejuang yang berhasil dibawa kembali. Itu tidak terjadi di beberapa citra terakhir.“Itu kabar baik,” kata Kara. “Tapi kita juga harus terus mencari.”“Mau mengerahkan misi pencarian skala besar?” tanya Sena.“Kita perlu rapat dewan penghuni untuk itu. Untuk sementara, tahan semua pejuang Padang Anushka berangkat misi. Kebetulan kita punya banyak bahan untuk dirundingkan. Dokter Gelda menyepakati usulan Nadya soal tim medis.”“Oh? Jadi dibuat?” tanya Ayah. “Itu lebih menenangkan.”“Kau bersedia memberitahu ini pada Meri, Al?” tanya Kara.Ayah agak terkejut. “Kok, aku?”K

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29
  • Selubung Memori   424. MEMORI PENDAR PUTIH #11

    Aku gembira melihatnya, tetapi itu privasi, jadi aku meminta Fin langsung mempercepat citra yang tidak perlu kulihat. Lagi pula, aku sedang di alam liar, terus berusaha menuruni bukit yang cukup berbahaya. Agak bodoh karena aku berulang kali tersenyum, lalu muram, lalu hampir menangis dalam duniaku sendiri.Citra berikutnya yang kulihat, adalah Ibu yang masih dijaili Jenderal dengan hadiah permen karet berisi kecoak mainan. Ibu hampir mengumpat, tetapi berhasil menahan diri. Jadi, dia mengubahnya menjadi sumpah serapah. “Jangan datang ke dapurku lagi! Siap-siap saja di makananmu ada kecoak!”Jenderal menjadi orang jail yang menakutkan.Sasaran utamanya berganti dari Bibi menjadi Ibu.Ibu mengeluh habis-habisan saat akhirnya punya waktu dengan Bibi. Akhir-akhir ini mereka jarang punya waktu bersama. Bibi sering misi. Kalau dia kembali, Ibu biasanya disibukkan pekerjaan. Ibu harus memasak, lalu saat luang, Ibu senang menjahit. Dia membuat baju.

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-31
  • Selubung Memori   425. MEMORI PENDAR PUTIH #12

    Kuakui ada beberapa bagian yang kumengerti dari beberapa citra singkat—cukup jelas terlihat dari respons Ibu. Aku tidak tahu ini karena aku keturunan Ibu atau apa, tetapi tampaknya firasat tajam Ibu mengalir turun padaku. Kami mengerti tentang Bibi. Ibu sejak awal tidak pernah setuju Bibi mendekati Jenderal.Citra terus bergulir ke hari-hari berikutnya.Kabar pernikahan sudah tersebar. Semua penghuni menyambutnya dengan suka cita. Jenderal menjadi bulan-bulanan tim kombat—terutama Esgar. Sekarang Jenderal yang menjadi bahan kejailan tim kombat. Mereka berpesta merayakan itu di markas besar tim kombat. Tentu saja Bibi ikut. Dia tokoh utamanya dalam pesta itu. Namun, Ibu tidak ikut. Bibi sudah meminta Ibu ikut, tetapi Ibu menolak. Entah bagaimana Ibu merasa ditolak di markas tim kombat. Jadi, dengan berat hati, meski Bibi sebenarnya tidak terlalu ingin ikut dalam pesta—belakangan Bibi hanya ingin bersama Ibu—Bibi ikut dan tertawa bersama tim komba

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-02
  • Selubung Memori   426. MEMORI PENDAR PUTIH #13

    Kini terjawab sudah mengapa kondisi Bibi terus menurun.Ibu menolak bicara pada semua orang. Kara, Ayah, atau siapa pun. Banyak yang mencoba mengajaknya bicara setelah dia menjadi satu-satunya orang yang tak ada di padang rumput ketika pengumuman itu, tetapi Ibu selalu menghindar cukup baik, terutama karena ketika tersenyum, Ibu bisa menghipnotis siapa pun. Ibu hanya bicara pada Bibi, dan itu untuk memberinya selamat. Tidak ada maksud lain. Tidak ada kata-kata lain, murni hanya itu. Ibu tersenyum, mengharapkan yang terbaik bagi dia dan calon anaknya, dan Bibi tersenyum membalasnya.“Kau tetap menemaniku, kan?” tanya Bibi.“Iya.” Ibu tidak punya jawaban bagus selain itu.Sejak saat itu, Bibi tak lagi tinggal di gerha Ibu. Bibi resmi tinggal di gubuk.Pada akhirnya, hari pernikahan tiba.Hari yang dinanti-nanti meski mereka dibombardir peperangan. Ibu hadir—tentu saja. Dia menepati janji dengan melihat Bibi yang s

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04
  • Selubung Memori   427. MEMORI PENDAR PUTIH #14

    Waktu berlalu cepat. Generasi penerus semakin berdatangan.Suatu hari, tiba-tiba putra Bibi mengeluarkan bakatnya. Dia bisa membuat kemampuan dalam jangkauannya menghilang. Dia melakukan itu tepat setelah Bibi berlatih dengan Jenderal. Bibi menghilangkan kemampuan dalam jangkauan luas, membuat Jenderal tidak berdaya, lalu dihabisi Bibi dengan pedang kayu. Tak lama setelah latihan tanding itu, putra mereka bisa melakukan hal yang sama.Itu membuat Jenderal senang bukan kepalang.Selama ini Jenderal jarang punya kesempatan dengan putranya. Bahkan dia jarang memiliki waktu bersama Padang Anushka. Itu membuatnya hanya memiliki waktu sedikit untuk keluarganya. Dia selalu menjaga posisi medan tempur, kadang juga berulang kali ke Lembah Palapa, mengurus sesuatu yang hanya bisa diketahui Jenderal. Bibi tidak masalah. Operasional Padang Anushka dipegang Bibi dan Kara. Di bawah ide-ide mereka—plus, Ibu—semakin banyak hal yang diubah di Padang Anushka, terutama

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-06

Bab terbaru

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

  • Selubung Memori   601. UJUNG TALI #7

    Lavi memeriksa arah, titik koordinat, perkiraan waktu—hingga kapan kami harus istirahat. Formasi kami cukup oke. Aku jelas membawa Lavi di punggung—dan kupikir Reila hanya akan melayang di udara bersama Leo. Namun, Leo punya ide yang lebih oke lagi: dia menggendong Reila.Tentunya Reila menolak. Dia bisa bergerak sendiri dengan membuat dia dan Leo melayang. Dia bisa menggerakkan dua orang dengan cepat mengikutiku. Leo protes. Jauh lebih efisien bila dia meringankan bobot dua orang dalam satu orang. Semestinya Reila yang paling tahu itu bisa lebih mudah dilakukan atau tidak, tetapi Leo yakin itu lebih efektif dan efisien. Lavi dan aku mempertimbangkan itu. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu itu bisa lebih oke atau tidak—karena ini pertama kali, jadi keputusan dikembalikan ke mereka berdua. Jadi, Leo mendebat Reila tentang waktu istirahat yang mungkin bisa lebih lama dan formasi yang bisa melebar jika tiga orang bergerak bersama. Dengan dirinya menggendong Rei

  • Selubung Memori   600. UJUNG TALI #6

    Tim pencari bambu kembali dengan beragam laporan. Dalton yang menjadi pembicaranya. “Kami sudah buat jebakan seperti tadi.”“Tadi?” tanya Reila.“Jebakan yang bakal bunyi keras seperti besi dipukul di kejauhan kalau ada yang kena. Jadi, itu bisa membuat kita dan sesuatu yang terjebak itu terkejut. Kami membuat ini di tempat istirahat tadi.”“Inovatif sekali,” komentar Leo. “Siapa yang jaga?”“Tidak ada. Kami semua tidur.”“Lumayan berbahaya,” koreksi Leo. “Besar sekali risikonya.”“Yah, kami tidak berniat tidur lama. Maksimal hanya dua jam,” jelas Yasha, ikut duduk melingkari tungku batu. “Dan kami punya roh alam yang berjaga. Kalau ada Penyihir di timmu, masalah keamanan bakal terjamin.”“Setidaknya, takkan ada monster.” Dalton sepakat.Kami duduk mengelilingi tungku batu, ada pepaya yang dipotong

  • Selubung Memori   599. UJUNG TALI #5

    Haswin dan Dalton bangun cukup mudah. Kupikir Haswin bakal sulit, tetapi dia sudah setengah bangun, jadi Yasha hanya perlu menyiram kepalanya. Matanya langsung terbuka. Dia tersentak, tetapi tidak menuntut. Dia justru memandang kami dan berkata, “Aku ketiduran. Maafkan aku.”Jadi, perjalanan dilanjutkan. Tidak ada yang mengantuk.Medannya masih area hutan dengan jarak pohon lumayan dekat dan semak tinggi, plus permukaan tanah yang tidak beraturan. Haswin berjalan di depan lagi—semata-mata karena kalau dia di belakang, dia bisa saja tertinggal tanpa pernah ada yang sadar. Jadi, yang berjalan di belakang: lagi-lagi Dalton dan aku. Yasha perlu memastikan Haswin benar-benar berjalan meskipun Haswin sudah berjanji, “Aku takkan tidur, sumpah. Aku sudah segar.”Dalton menguap, tetapi masih bisa memerhatikan kompas.Senter masih dipegang Haswin dan Yasha. Kompas Dalton mampu menyala meski cahayanya redup. Aku dikelilingi dua kunang-k

  • Selubung Memori   598. UJUNG TALI #4

    Ternyata aku terbangun sebelum Fin membangunkan.Tempat tidurku lebih lengang dari semestinya. Aku berkedip, mengerjapkan mata untuk mengembalikan kesadaran, dan kusadari Yasha tidak ada di sampingku. Dalton masih ada. Haswin juga. Jadi, aku bangkit, merasakan keberadaan Yasha—benakku sudah dikuasai nuansa aneh—tetapi tidak. Dia dekat.Aku membuka pintu sulur. Yasha duduk di samping pintu, terkejut melihat pintu mendadak terbuka. Dia langsung melompat ke samping, mengarahkan belati ke arahku. Aku juga kaget, melompat, dan kami sadar di waktu yang sama.“Oh, sial, kukira siapa,” kata Yasha. Di sela-sela jarinya ada rokok.“Kau membuatku kaget karena tidak ada di tempat,” kataku. “Dan kau dua kali membuatku kaget karena ujung belatimu tipis kena mataku.”“Jam tiga masih setengah jam lagi,” katanya.“Itu juga kata-kataku.”“Aku tidur, sejujurnya. Bangun sepuluh

  • Selubung Memori   597. UJUNG TALI #3

    Suara Lavi menggema saat arloji hampir menunjukkan setengah satu.[“Kenapa kalian cukup dekat? Kalian tidak istirahat?”]Kujelaskan situasi tim kami kalau waktu istirahat kami sekitar setengah jam lagi. Aku sudah merasakan Lavi berhenti sejak setengah jam lalu—atau barangkali lebih. Aku lebih memusatkan perhatianku pada sekitar dibanding posisi Lavi. Saat aku penasaran dengan posisinya, dia seperti berhenti. Kami semakin dekat.[“Kami sudah buat tempat persembunyian. Cukup aman, tapi untukku yang sudah terbiasa dengan tempat persembunyianmu, aku tidak terlalu suka.”]Aku agak lama terdiam.Semua ucapan Lavi saat kami di Rumah Pohon terlintas di kepalaku. Entah bagaimana obrolan itu membuat caraku memikirkan Lavi sedikit berbeda. Biasanya aku tidak terlalu cemas—maksudku, dia pasti bisa menanganinya. Aku percaya dia bisa melewati banyak hal. Namun, sekarang, rasanya aku tidak benar-benar tenang k

  • Selubung Memori   596. UJUNG TALI #2

    Medan awal kami tidak terlalu mengerikan. Bahkan sesuai dugaanku. Tanah cukup rata. Pohon-pohon juga renggang, tidak seperti hutan alam liar biasanya. Aku bisa merasakan kami ada di area luar gunung. Kami di dataran tinggi normal. Tidak ada area berbahaya yang kurasakan. Hanya seperti alam liar normal.Meskipun begitu, bukan berarti areanya benar-benar datar. Masih ada celah-celah kecil seperti jurang bekas longsor. Biasanya itu bisa dihindari dengan mudah. Sayangnya, gelap. Malam telah menguasai alam liar. Haswin dan Yasha memakai senter sorot di kepalanya. Mereka mengikat senter itu di kepala, lalu mengarahkan itu ke sekitar yang membuat semua kelihatan jelas.“Cahayanya terlalu terang,” kata Dalton.“Kurasa begitu,” ujar Haswin.“Memberi cahaya terlalu terang seperti memberi sinyal musuh.”“Aku tahu itu.” Haswin akhirnya mengecilkan tingkat kecerahan senter.“Kelihatannya kita tidak di

  • Selubung Memori   595. UJUNG TALI #1

    Lavi tidak ingin tertidur sampai jam keberangkatan karena ingin bisa tidur saat di alam liar, jadi dia tetap terjaga—dan aku juga tetap terjaga. Di Rumah Pohon kami saling menenangkan pada apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan.Di satu jam sebelum keberangkatan, kami makan malam di dapur yang jujur saja sudah mirip seperti kamp pelatihan. Dalton memberitahu kami jika punggawa misi akan makan bersama di dapur. Kupikirkan kami hanya seperti di jadwal makan biasa. Duduk tersebar dan menyantap makanan masing-masing. Ternyata tidak. Di dapur sudah ada meja khusus bagi punggawa misi—meja yang membentang lurus dengan banyak makanan tersedia. Itu membuatku melongo dan hampir semua orang sudah di sana. Haswin sampai menuntut saat kami datang.“Cepat duduk! Kami menunggu kalian!”Aku tidak percaya apa yang kulihat. Tempat dudukku di sebelah Lavi dan Dalton. Di depanku ada Leo dan Reila. Leo berkata, “Padang Anushka sekarang ini benar-

DMCA.com Protection Status