Dua hari kemudian, aku dan si kembar tim penyerang memutuskan latihan di hutan belakang Padang Anushka. Elton memintaku menemaninya latihan di alam liar. Kurasa dia memang punya kelemahan besar di fleksibilitasnya ketika langsung berhadapan dengan hutan. Aku setuju, lalu kami mengajak Dalton.
Kurang lebih itu latihan terberatku di Padang Anushka.
Elton sampai bilang, “Kau tidak tanggung-tanggung.”
Aku mencoba seberapa pekat kabut yang bisa kumunculkan—plus seberapa lama aku bisa mempertahankannya. Jadi, kabut yang muncul benar-benar layaknya tirai, tidak terlihat lagi apa yang ada di hadapan kami, sehingga Dalton memutuskan berhenti berlatih di ranting pohon. Satu-satunya area netral yang terlihat di matanya hanya pijakan tanahnya, yang bahkan juga tertutup selimut kabut tipis.
Yang kurasakan, kabut itu benar-benar menguras energiku. Di satu sisi, itu bisa membuat orang-orang di sekitarku sulit bergerak. Indera akan tertutup begitu sempu
Terjadi kemelut berulang kali di sisa permainan.Intinya, aku berhasil merebut satu batu dari Elton. Bodohnya, itu bukan batu dengan namaku. Itu batu dengan nama Elton. Kemudian aku menyerbu Dalton. Dia sudah lumayan babak belur, lelah, dan kacau. Fokusnya sudah hilang setelah kami terus bertempur selama hampir seharian penuh. Dia sudah kelihatan ingin tidur, jadi aku berhasil merebut batunya. Setelahnya, dia ambruk begitu saja.Dibilang aku yang paling bugar, sebenarnya tidak. Kondisiku justru lebih kacau dibanding sebelum istirahat. Keringatku tidak terkendali lagi. Napasku habis. Fokusku tidak bisa lagi berkompromi dengan mata. Ketika mencari Elton, berulang kali aku harus berhenti, berpangku pada lutut, menarik napas panjang. Aku berhasil menemukan Elton di cekungan semak-semak, sedang bersembunyi, dengan kondisi yang hampir sama sepertiku. Pada akhirnya, kami tidak punya lagi kekuatan yang cukup untuk adu kemampuan khusus. Kami adu tonjok. Dan aku kacau. Benakku m
Omong-omong, tim tungku sudah tidak lagi bermarkas di Balai Dewan.Mereka memiliki gedung sendiri. Markas besar tim tungku. Bangunan yang paling punya banyak kaca di Padang Anushka. Dua lantai. Lantai pertama adalah dapur utama. Lantai dua adalah pusat pembuatan baju sekaligus tempat tidur kedua Dhiena dan Mika. Dulunya tempat itu hampir dijadikan pusat hiburan oleh Dalton dan Haswin. Namun, Dhiena protes. “Pusat hiburan? Kau mau buat tempat ini jadi apa? Taruh semua itu di pondok utama! Buat apa kita punya gedung hiburan kalau penghuni lebih suka bersenang-senang di sana?” Jadi, bioskop, karaoke, atau jenis hiburan lain mulai dipindahkan ke pondok utama. Itu sebabnya belakangan terakhir para penghuni lebih suka menghabiskan waktu di pondok utama.Persiapan tim tungku membuat sarapan dimulai pukul enam. Sangat pagi. Mereka berkumpul sejenak. Dhiena mengumumkan menu. Dari sana, mereka akan memecah anggotanya ke beberapa bagian—yang sudah terbentuk seca
Ketika jam sarapan selesai, akhirnya piring-piring kotor mulai berhenti.Ada banyak yang kurenungkan selama mencuci, terlebih karena tidak ada teman mengobrol. Pikiranku ke mana-mana. Aku tidak pernah melihatnya dari sisi bak pencucian piring, tetapi di tempat ini, aku bisa melihat ada banyak cara dalam menghabiskan makanan—termasuk piring-piring yang masih menyisakan makanan layak santap. Itu pertama kalinya aku merasa kecewa seolah ikut memasak bersama tim tungku meski sebenarnya yang kulakukan hanya menjadi buruh angkut. Aku mulai merasa marah, bukan karena mereka yang menyisakan makanan di piring ini tidak menghargai makanan, tetapi karena mereka tidak menghargai jerih payah tim tungku yang rela bekerja keras demi kepuasan perut para penghuni tak tahu diri.Dan ketika gagasan itu tiba di kepalaku, aku juga mulai bersalah. Terlepas dari apa yang Layla ucapkan, Kapten tim tungku sekarang itu Dhiena. Sekarang aku benar-benar mengerti mengapa terkadang Dhiena mar
Aku mengubah lari gunung menjadi lari melintasi hutan markas lama.Tidak segila lari gunung, tetapi setidaknya cukup membantu pergerakanku nanti. Medan misi berikutnya pasti jauh lebih menyakitkan dari perbukitan. Belum lagi, pasangan misi kali ini bukan orang yang bisa diajak kompromi, jalan lambat, atau menikmati pemandangan. Kami harus bergerak cepat.Jenderal memberi waktu setidaknya sampai kandidat baru dinyatakan lulus.Setelahnya, kami harus bersiap pergi.Kara bilang sepuluh kandidat baru lebih siap dibanding kandidat yang lain. Mereka sudah terbiasa dengan suasana latihan—semuanya, bahkan termasuk yang perempuan. Mereka mengikuti kegiatan latihan rutin yang disesuaikan standar di sini, dan betapa hebatnya, mereka bisa melewati semuanya sangat mudah. Calvin—yang babak belur karena pertandingan, kini sudah mulai kembali bisa beraktivitas normal. Kemarin, setelah kami menyelesaikan dua ratus papan, aku sempat melihat padang rumput, menya
Siangnya, aku dan Reila dipanggil Kara ke gelanggang.Gelanggang dipenuhi kandidat—termasuk sepuluh kandidat baru. Di tempat yang tidak pernah ingin kutemui, Lavi juga di gelanggang. Sebenarnya dia bersama Nadir—tetapi lagi-lagi dia kelihatan asyik dengan kandidat baru yang baru dihajar habis-habisan. Tampaknya sedang pelajaran pedang.Dan di depan kami—aku dan Reila—ada Hela.“Perkenalkan,” kata Kara, menunjukku dan Reila. “Kakak beradik ini punya kemampuan instruktur terbaik masalah kemampuan khusus.”“Sejak kapan kami menjadi instruktur?” tuntut Reila.Sepertinya aku tahu sejak kapan. Kami berhasil mengurusi Fal.“Kenapa kami dipanggil?” tanyaku.“Hela juga punya masalah serupa dengan kemampuannya,” jelas Kara. “Dia sulit mengendalikan kemampuan. Dia hanya bisa melakukan beberapa, padahal apa yang bisa dia lakukan harusnya lebih dari yang seka
Hela ingin segera berbincang lebih banyak dengan kami, tetapi Reila—dan Kara—melarang. “Sebaiknya kau tenangkan dirimu,” kata Reila. “Kondisimu lebih kacau dari yang kau rasakan. Resapi saja apa yang sudah kau terima tadi. Kakakku membantumu lebih banyak dari yang terlihat. Malam ini tidurmu pasti nyenyak.”Untuk beberapa saat, dia diam.Namun, dia mulai memeluk kakinya sendiri.“Aku—” Suaranya tiba-tiba keluar. “—takut diusir lagi.”Hanya dalam satu detik, ketika dia mengatakan itu, tanpa perlu menatap satu sama lain, aku dan Reila kembali duduk di dekatnya. Kami di ujung gelanggang—Kara meminta kami menjaga Hela sebentar sementara dia mengurus kandidat baru yang lain. Jadi, kami di sini, ketika Hela memeluk kakinya sendiri.“Kenapa kau berpikir begitu?” tanya Reila.“Padang Anushka perlu daya tempur. Aku pemilik kemampuan. Aku daya tempur
Di hari yang sama, Dokter Gelda memanggilku ke klinik. Itu panggilan dari telepon pertamaku yang tidak terlalu mengganggu—karena biasanya hanya Jesse yang punya ide memanggil lewat telepon. Suara Dokter Gelda terdengar jauh lebih jernih dari biasanya. [“Hasilnya sudah keluar. Kemarilah.”]“Di sini ada Reila,” kataku.[“Ajak dia.”]Bahkan pertanyaan pertama Reila setelah aku menutup telepon juga seperti dugaanku. “Jesse? Aku diajak juga?”Aktingku ternyata sangat bagus. “Klinik! Fal muntah darah!”Reaksinya lebih dramatis dari yang kubayangkan. Dia langsung bergegas ke klinik tanpa menungguku keluar. Jadi, aku mengunci pintu—yang akhir-akhir ini tak ada gunanya karena Reila tidak butuh kunci. Aku mengejar, mengikuti jejaknya. Dia sungguhan lari sekuat tenaga. Rautnya memang super cemas.Ketika aku sampai di klinik, di detik pertama aku masuk dari pintu u
Sebelum Rapat Dewan dimulai, aku sudah di Rumah Pohon bersama Fal.Ruangan kecil di atas dahan pohon raksasa itu benar-benar seperti ruangan personalku dengan Lavi. Luasnya tak seberapa dan hanya ada dua ruangan utama—atau tiga jika beranda depan dihitung. Ruangan pertama merupakan pintu masuk dari tangga utama, berisi foto anggota tim penyerang—tentu tim penyerang yang sekarang. Di ruangan pertama juga ada jendela terbuka, tempat teropong bertengger untuk melihat bintang. Biasanya bintang terlihat jelas dari sini. Reila suka memakai teropong itu hanya untuk belajar rasi bintang. Dan ruangan kedua, adalah ruangan utama. Ruangan kecil mirip rumah kucing. Dipenuhi bantal-bantal, paling nyaman berbaring di sana sembari memandang jendela terbuka yang mengarah ke hamparan langit dan puncak pohon. Dan itu yang kami sebut ruangan personalku dan Lavi. Ada delapan bingkai berisi foto kami—benar-benar hanya aku dan Lavi. Tidak ada yang protes—karena yang memasan