Share

202. KABUT PUTIH #2

Aku baru menggantung pedang perunggu ketika terdengar ketukan tiga kali.

Arahnya dari pintu belakang. Satu-satunya yang mengetuk pintu belakang di awal pagi—yang bahkan masih kelihatan sedikit matahari—hanya satu.

“Ada waktu?” tanya Reila, ketika aku membuka pintu.

“Untuk waktu sepagi ini, iya,” jawabku. “Kau sudah bangun?”

“Lebih tepatnya, aku tidak tidur. Boleh aku minta waktumu?”

Tentu saja aku mengerutkan kening. Dia tidak pernah sopan sebelumnya—dan bila aku mengingat apa yang dibicarakan Bibi tentang orang yang sudah bangun dan melihatku bicara sendiri pada bunga, baru kupikirkan yang paling masuk akal cuma Reila. Barangkali dia melihatku, berpikir aku sudah gila.

“Tentu,” kataku. “Kenapa?”

Sayangnya, Reila tidak segera menjawab. Dia hanya berdiri, mengalihkan pandangannya sejenak ke bawah, lalu ke jendela Gerhaku, lalu ke jaring laba-laba kecil, lalu ke engsel pintu, baru akhirnya padaku lagi.

“Temani aku menyepi di danau, mau tidak?”

“Boleh saja.”

Itu membuat Reila te
Firdaus Callista

BAGIAN 2 SELESAI

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status