WITING TRESNO JALARAN SOKO KULINO!"Bapak tahu tidak saat aku ke Surabaya kemarin, aku bertemu dengan siapa?" tanya Rio lagi.Pak Suhadi hanya menggelengkan kepalanya karena memang dia tidak tahu siapa yang pernah di temui Rio."Pak, Rio bertemu dengan Gendis, Pak!" ucap Rio."Lalu? Apa maksudmu? Jangan katakan pada Bapak bahwa kau ingin menikah dengannya! Sudah Le, sudah! Jangan mengulang kesalahan lagi! Cukup sekali kau membuat orang tua malu dengan gadis itu!" tegur Pak Suhadi."Masalahnya bukan itu, Pak! Rio bertemu dengan Gendis dan dia membawa seorang anak lelaki," ucap Rio lirih."Apa maksudmu?" tanya Pak Suhadi."Apa kau mau mengatakan bahwa anak lelaki Itu adalah aankmu dan darah dagingmu?" tanya Pak Suhadi.Rio terdiam mendengar semua ucapan Bapaknya. Dia tak menjawab karena hatinya sendiri masih bimbang dengan keabsahan anak itu. Namun, saat Gendhis mengatakan juga anak itu adalah anaknya dia juga percaya. Gendhis bukanlah wanita yang haus akan belaian."Rio sendiri juga ta
SUMPAH SEORANG IBU'Prag' suara gelas pecah dari belakang mereka."Apa maksudmu Rio?" tanya Purwati."Wanita mana lagi yang sedang kau taksir kali ini? Apa lagi rencanamu untuk menghancurkan rumah tanggamu sendiri?" sambung Purwati.Rio tertegun melihat sang Ibu sudah berada di dekat mereka. Bahkan mungkin Purwati sudah mendengarkan pembicaraan mereka. Rio tertegun melihat kedatangan sang Ibu yang tiba- tiba. Bahkan gelas itu sudah pecah berkeping."Ti....tidak, Bu!" Ucap Rio panik."Heh Rio kau jangan asal- asalan bicara ya! Kau itu harusnya bersyukur jika Sifa masih mau denganmu, apa kau tak punya kaca? Tak bisa mengaca ya? Atau memang kau sengaja melakukan semua ini? Kok sampai bisa- bisanya berpikir untuk menduakan Sifa lagi untuk kesekian kalinya? Hah? Apa kali ini alasanmu mendua? Apa karena tak cinta lagi atau apa? Hah?" bentak Purwati."Jika memang tak cinta kepada Sifa kenapa dia bisa hamil lagi? Kau memberikan alasan apa lagi? Karena nafkah wajib yang di berikan oleh seorang
SERANGAN JANTUNG!Tiba-tiba saja Purwati merasa dunia ini berputar. Nafasnya sesak, dia mencoba memegangi jantungnya dan tak lama dia sudah tak ingat lagi tentang apa yang terjadi. Purwati pingsan seketika."Ibu!" teriak Rio dan Suhadi bersamaan.Mereka langsung menghampiri Purwati yang sudah lemas tak sadarkan diri. Rio dan Suhadi bergotong royong berdua menggotong wanita itu. Seketika suasana menjadi tegang."Bu! Ibu!" teriak Rio."Ibu! Sadarlah, Bu! Bangun! Jangan begini," sahut Suhadi.Tetapi nihil, Purwati tak kunjung juga bangun. Mereka berdua segera membaringkan Purwati ke kasur lantai yang kebetulan berada di depan televisi."Pak! Singkirkan dulu bantalnya," perintah Rio. Suhadi pun segera melemparkan bantal itu dan membaringkan istrinya Purwati ke atas kasur yang beralas datar."Pak! Tolong segera ambilkan minyak kayu putih atau balsem atau apapun itu yang bisa di oles ke hidung Ibu, agar Ibu segera bangun," teriak Rio lagi.Tanpa banyak bicara, Suhadi pun langsung mengangguk
KOMA!"Bu! Maafkan Rio, Bu!" gumam Rio lirih sambil menatap nanar ke arah Ibunya yang terbaring lemah tak sadarkan diri.Dokter tampak sibuk berusaha menangani kondisi Purwati. Rio hanya bisa pasrah dan terdiam meliahat Ibunya, dia hanya melihat monitor di jantung. Meski tak mengerti apa artinya setidaknya monitor itu masih bergerak tidak diam dan datar. Itu membuat Rio lega. Hampir tiga puluh menit berlalu, Dokter masih berusaha menangani Purwati, Bahkan kelambu itu sempat di tutupnya."Keluarga Ibu Purwati," panggil suster perawat wanita itu."Saya, Sus!" teriak Rio reflek mendekati suster itu."Mari ke ruangan, Pak! Dokter meminta anda datang ke ruangannya," ucap Suster itu.Rio pun menurut membuntuti suster itu dan berjalan di ruangan. Pak Suhadi memilih untuk tetap mendampingi istrinya saja. Rio masuk menemui dokter yang tadi sempat menangani Ibunya."Bagaimana, Dok?" tanya Rio dengan nada suara bergetar."Silahkan duduk dulu, Pak!" perintah dokter itu."Begini dari pemeriksaan s
IBUU!!!!"Apakah Ibu saya bisa sembuh, Dok? Berapa kemungkinannya? Apakah kaget bisa menjadi salah satu pemicunya, Dok?" tanya Rio dengan tatapan nanar dan perasaan bersalah."Memang, sejak dulu banyak orang percaya bahwa mengagetkan seseorang bisa menyebabkan serangan jantung. Meski jarang terjadi, reaksi kaget atau terkejut yang berlebihan bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Jadi tergantung kaget seperti apa yang Bapak maksudkan?" tanya balik dokter Samuel."Kaget yang menyebabkan dampak fatal seperti serangan jantung hingga berujung pada kematian sebenarnya jarang terjadi. Pasalnya, reaksi kaget sangat normal dialami setiap orang dan bukan sesuatu yang berbahaya. Alih-alih mengancam nyawa, reaksi kaget justru berguna melindungi diri dan membuat lebih waspada. Anda biasanya akan kaget atau tersentak ketika mengalami suatu hal yang mengejutkan, tidak disangka, ataupun menakutkan. Munculnya reaksi kaget berkaitan dengan mode psikologis fight or fight, yakni mode yang mengatu
KECURIGAAN SIFA"Astagfirulloh hal'adzim di mana kamu ini sebenarnya, Mas?" tanya Sifa dalam hati.Terlihat dari tadi Sifa mondar- mandir dan berlalu lalang keluar masuk ruang tamu. Dia sudah beberapa kali mencoba menghubungi suaminya, Rio. Namun Rio tidak mengangkat sama sekali, jangankan mengangkatnya semua pesan tak di balas sejak tadi. Padahal dia tadi hanya berpamitan untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya karena rindu. Hal ini membuat kecurigaan Sifa mulai tumbuh lagi. Apalagi setelah dia bertemu dengan Gendis di salah satu mall Surabaya beberapa hari lalu."Ibu! Ya, aku harus menelpon Ibu mertuaku! Kalau memang Mas Rio masih berada di sana maka Ibu akan mengangkat teleponku," batin Sifa dalam hati.Dia pun segera menghubungi nomor ponsel mertuanya. Nihil, ibu mertuanya pun juga tidak mengangkat telepon dari Sifa. Hal ini membuat Sifa bertambah curiga. Pikiran buruk menghantuinya karena dua kali panggilan itu tak terjawab. Padahal biasanya Ibu mertuanya itu langsung merespon
ULAH KONYOL MAYA!"Aduh saat ini kau masih memikirkan muhrim, Mbak!" keluh Maya."Bapak ustadz bagaimana ini hukumnya menggotong wanita yang bukan muhrimnya dengan keadaan dan kondisi seperti ini?" tanya Maya masih sempat-sempatnya bertanya tentang hukum seperti itu mengingat Sifa ini juga sangat kolot sekali."Sesuatu yang sifatnya darurat, jika sebelumnya haram maka berubah menjadi halal. Makan barang haram, jika darurat juga boleh, misal orang di padang pasir kehabisan bekal dan hanya ada babi yang lewat lalu dia bunuh dan dia makan babi, itu boleh. Hanya saja, kebolehannya dibatasi agar tidak berlebih dan sesuai dengan kadar perutnya saja," jelas ustad itu.“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. Quran Surat Al-Baqarah: 173," sambungnya.“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbua
KEMANA RIO?"Suami dari ibu ini mana ya?" tanya dokter itu."Mas coba kau hubungi Mas Rio! Siapa tahu dia sudah bisa di hubungi," perintah Maya.'Tuttt' 'Tuttt' 'Tuttt' namun saya sekali panggilan Dimas ke Rio pun tidak di jawab juga. Padahal Dimas sudah berkali kali menelponnya."Maaf, Dok! Sepertinya suaminya tak menjawab panggilan telpon," jelas Dimas."Mbak, Mas Rio kemana ya? Dia tidak menjawab semua panggilanku! Di mana dia?" tanya Dimas ke arah Sifa yang terlihat sudah lemas. Namun keadaannya juga sudah lebih baik, karena dia sudah mendapatkan cairan infus tadi. Meski keadaan wajahnya sudah memucat. Trenyuh hati Dimas mendengar keadaan Sifa seperti tercampakkan."Apa kau sudah memiliki yang lain lagi, Mas?" batin Dimas dalam hati."Ayah Dimas! Tadi kata Umi, Abi sedang ke rumah Uti Purwati," ucap Farhat takut.Dimas pun segera menelpon Ibu Rio, Purwati. Namun sama saja tak di angkat, tak ada seorangpun yang mengangkatnya. Bahkan Dimas mencoba menelpon Pak Suhadi, orang yang ta