SUMPAH SEORANG IBU'Prag' suara gelas pecah dari belakang mereka."Apa maksudmu Rio?" tanya Purwati."Wanita mana lagi yang sedang kau taksir kali ini? Apa lagi rencanamu untuk menghancurkan rumah tanggamu sendiri?" sambung Purwati.Rio tertegun melihat sang Ibu sudah berada di dekat mereka. Bahkan mungkin Purwati sudah mendengarkan pembicaraan mereka. Rio tertegun melihat kedatangan sang Ibu yang tiba- tiba. Bahkan gelas itu sudah pecah berkeping."Ti....tidak, Bu!" Ucap Rio panik."Heh Rio kau jangan asal- asalan bicara ya! Kau itu harusnya bersyukur jika Sifa masih mau denganmu, apa kau tak punya kaca? Tak bisa mengaca ya? Atau memang kau sengaja melakukan semua ini? Kok sampai bisa- bisanya berpikir untuk menduakan Sifa lagi untuk kesekian kalinya? Hah? Apa kali ini alasanmu mendua? Apa karena tak cinta lagi atau apa? Hah?" bentak Purwati."Jika memang tak cinta kepada Sifa kenapa dia bisa hamil lagi? Kau memberikan alasan apa lagi? Karena nafkah wajib yang di berikan oleh seorang
SERANGAN JANTUNG!Tiba-tiba saja Purwati merasa dunia ini berputar. Nafasnya sesak, dia mencoba memegangi jantungnya dan tak lama dia sudah tak ingat lagi tentang apa yang terjadi. Purwati pingsan seketika."Ibu!" teriak Rio dan Suhadi bersamaan.Mereka langsung menghampiri Purwati yang sudah lemas tak sadarkan diri. Rio dan Suhadi bergotong royong berdua menggotong wanita itu. Seketika suasana menjadi tegang."Bu! Ibu!" teriak Rio."Ibu! Sadarlah, Bu! Bangun! Jangan begini," sahut Suhadi.Tetapi nihil, Purwati tak kunjung juga bangun. Mereka berdua segera membaringkan Purwati ke kasur lantai yang kebetulan berada di depan televisi."Pak! Singkirkan dulu bantalnya," perintah Rio. Suhadi pun segera melemparkan bantal itu dan membaringkan istrinya Purwati ke atas kasur yang beralas datar."Pak! Tolong segera ambilkan minyak kayu putih atau balsem atau apapun itu yang bisa di oles ke hidung Ibu, agar Ibu segera bangun," teriak Rio lagi.Tanpa banyak bicara, Suhadi pun langsung mengangguk
KOMA!"Bu! Maafkan Rio, Bu!" gumam Rio lirih sambil menatap nanar ke arah Ibunya yang terbaring lemah tak sadarkan diri.Dokter tampak sibuk berusaha menangani kondisi Purwati. Rio hanya bisa pasrah dan terdiam meliahat Ibunya, dia hanya melihat monitor di jantung. Meski tak mengerti apa artinya setidaknya monitor itu masih bergerak tidak diam dan datar. Itu membuat Rio lega. Hampir tiga puluh menit berlalu, Dokter masih berusaha menangani Purwati, Bahkan kelambu itu sempat di tutupnya."Keluarga Ibu Purwati," panggil suster perawat wanita itu."Saya, Sus!" teriak Rio reflek mendekati suster itu."Mari ke ruangan, Pak! Dokter meminta anda datang ke ruangannya," ucap Suster itu.Rio pun menurut membuntuti suster itu dan berjalan di ruangan. Pak Suhadi memilih untuk tetap mendampingi istrinya saja. Rio masuk menemui dokter yang tadi sempat menangani Ibunya."Bagaimana, Dok?" tanya Rio dengan nada suara bergetar."Silahkan duduk dulu, Pak!" perintah dokter itu."Begini dari pemeriksaan s
IBUU!!!!"Apakah Ibu saya bisa sembuh, Dok? Berapa kemungkinannya? Apakah kaget bisa menjadi salah satu pemicunya, Dok?" tanya Rio dengan tatapan nanar dan perasaan bersalah."Memang, sejak dulu banyak orang percaya bahwa mengagetkan seseorang bisa menyebabkan serangan jantung. Meski jarang terjadi, reaksi kaget atau terkejut yang berlebihan bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Jadi tergantung kaget seperti apa yang Bapak maksudkan?" tanya balik dokter Samuel."Kaget yang menyebabkan dampak fatal seperti serangan jantung hingga berujung pada kematian sebenarnya jarang terjadi. Pasalnya, reaksi kaget sangat normal dialami setiap orang dan bukan sesuatu yang berbahaya. Alih-alih mengancam nyawa, reaksi kaget justru berguna melindungi diri dan membuat lebih waspada. Anda biasanya akan kaget atau tersentak ketika mengalami suatu hal yang mengejutkan, tidak disangka, ataupun menakutkan. Munculnya reaksi kaget berkaitan dengan mode psikologis fight or fight, yakni mode yang mengatu
KECURIGAAN SIFA"Astagfirulloh hal'adzim di mana kamu ini sebenarnya, Mas?" tanya Sifa dalam hati.Terlihat dari tadi Sifa mondar- mandir dan berlalu lalang keluar masuk ruang tamu. Dia sudah beberapa kali mencoba menghubungi suaminya, Rio. Namun Rio tidak mengangkat sama sekali, jangankan mengangkatnya semua pesan tak di balas sejak tadi. Padahal dia tadi hanya berpamitan untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya karena rindu. Hal ini membuat kecurigaan Sifa mulai tumbuh lagi. Apalagi setelah dia bertemu dengan Gendis di salah satu mall Surabaya beberapa hari lalu."Ibu! Ya, aku harus menelpon Ibu mertuaku! Kalau memang Mas Rio masih berada di sana maka Ibu akan mengangkat teleponku," batin Sifa dalam hati.Dia pun segera menghubungi nomor ponsel mertuanya. Nihil, ibu mertuanya pun juga tidak mengangkat telepon dari Sifa. Hal ini membuat Sifa bertambah curiga. Pikiran buruk menghantuinya karena dua kali panggilan itu tak terjawab. Padahal biasanya Ibu mertuanya itu langsung merespon
ULAH KONYOL MAYA!"Aduh saat ini kau masih memikirkan muhrim, Mbak!" keluh Maya."Bapak ustadz bagaimana ini hukumnya menggotong wanita yang bukan muhrimnya dengan keadaan dan kondisi seperti ini?" tanya Maya masih sempat-sempatnya bertanya tentang hukum seperti itu mengingat Sifa ini juga sangat kolot sekali."Sesuatu yang sifatnya darurat, jika sebelumnya haram maka berubah menjadi halal. Makan barang haram, jika darurat juga boleh, misal orang di padang pasir kehabisan bekal dan hanya ada babi yang lewat lalu dia bunuh dan dia makan babi, itu boleh. Hanya saja, kebolehannya dibatasi agar tidak berlebih dan sesuai dengan kadar perutnya saja," jelas ustad itu.“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. Quran Surat Al-Baqarah: 173," sambungnya.“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbua
KEMANA RIO?"Suami dari ibu ini mana ya?" tanya dokter itu."Mas coba kau hubungi Mas Rio! Siapa tahu dia sudah bisa di hubungi," perintah Maya.'Tuttt' 'Tuttt' 'Tuttt' namun saya sekali panggilan Dimas ke Rio pun tidak di jawab juga. Padahal Dimas sudah berkali kali menelponnya."Maaf, Dok! Sepertinya suaminya tak menjawab panggilan telpon," jelas Dimas."Mbak, Mas Rio kemana ya? Dia tidak menjawab semua panggilanku! Di mana dia?" tanya Dimas ke arah Sifa yang terlihat sudah lemas. Namun keadaannya juga sudah lebih baik, karena dia sudah mendapatkan cairan infus tadi. Meski keadaan wajahnya sudah memucat. Trenyuh hati Dimas mendengar keadaan Sifa seperti tercampakkan."Apa kau sudah memiliki yang lain lagi, Mas?" batin Dimas dalam hati."Ayah Dimas! Tadi kata Umi, Abi sedang ke rumah Uti Purwati," ucap Farhat takut.Dimas pun segera menelpon Ibu Rio, Purwati. Namun sama saja tak di angkat, tak ada seorangpun yang mengangkatnya. Bahkan Dimas mencoba menelpon Pak Suhadi, orang yang ta
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN!"Assalamualaikum! Bah, ini mau lahiran!" ucap Maya gagap."Siapa yang mau lahiran? Di mana? Ini siapa?" tanya Abah."Maya, Bah! Ini Sifa di rumah sakit! Mbak Sifa mau melahirkan secar! Butuh tanda tangan Abah, tolong ke sini, Bah!" jelas Maya."Siapa? Secar? Ke mana Rio?""Anu, Rio... eh Mas Rio! Em....""Ada apa? Ini di mana sebenarnya Rio suami Sifa anakku, sekarang? Di mana anakku? Dan ini siapa?" tanya Abah Rio beruntun yang ikut panik."Ini Maya, Bah! Ini Maya depan rumah Mbak Sifa istri dari Mas Dimas! Ini waktu serius, Bah! Bukan bercanda lagi. Tolong," jawab Maya masih sempat- sempatnya ngebanyol."Sekarang Mbak Sifa ini sedang berada di rumah sakit dekat dengan perumahan! Nah, kalau Abah bisa cepat ke sini ya, Bah! Maya ini bingung, Bah! Bingung, terus terang saja ini kondisi Mbak Sifa sangat genting dan kritis! Mbak Sifa membutuhkan operasi secar sekarang, namun tindakan tak dapat di lakukan! Karena tidak ada wakil yang menandatangani seba
IZINKAN AKU POLIGAMI"Tidak Mas, Sifa hanya ingin me time sendiri. Sifa ingin memanjakan diri sekedar pergi ke salon memotong rambut dan melakukan spa Syariah. Apakah boleh, Mas?" tanya Sifa."Kau akan pergi dengan siapa?" selidik Rio."Perginya biar diantarkan oleh santri Abah yang wanita, Mas. Toh mobil Umi ada di rumah kok, Mas," kata Sifa."Kebetulan tadi Abah pergi menggunakan mobilnya sendiri dengan Mulki. jadi ada satu mobil yang menganggur di rumah. Bagaimana, Mas?" tanya Sifa."Baiklah jika seperti itu, Dek. Yang penting Humairah aman ya?" ucap Rio mencoba memastikan."Tenang saja, Mas. Kau tak usah takut, insya Allah anak kita aman. Humaira akan dijaga oleh Umi sehingga Sifa benar-benar nyaman dan aman serta tenang saat meninggalkannya," jawab Sifa."Baiklah kalau begitu, Dek. Kau butuh uang berapa? Akan Mas transfer saja ya," ujar Rio."Tak usah, Mas. Kebetulan jatah bulanan yang Mas berikan masih ada kok. Itu saja insya Allah sudah cukup," jawab Sifa agar tak membuat suami
IDE GILA SIFA!"Ya sudah kita akan langsung saja bertemu dengan Rio tanpa kau harus pulang dulu. Setelah semua jelas, baru kau nanti mengatakan semua kepada Mbakmu, agar Mbakmu tak salah paham dan kecewa. Sekarang Mbakmu sebenarnya ada di posisi dilema, Le," jelas Abah Furqon."Astagfirulloh. Kenapa lagi, Bah?" tanya Mulki."Dia ingin percaya kepadamu sebenarnya, Le. Tetapi apa yang dilihat dengan mata kepalanya itu justru bertentangan dengan semua kepercayaananya. Melihat kau dan Rio duduk bersama wanita itu, bahkan wanita itu duduk di hadapanmu. Wajar kan kalau Mbakyu mu kecewa," jawab Abah Furqon."Bah, tolong kali ini jangan Abah berpikir bahwa Mulki turut andil dan ikut campur terlalu dalam masalah keluarga Mbak Sifa, tolong jangan, Bah. Tolong jangan berpikir itu lagi, karena jika Abah masih berpikir seperti itu sampai selamanya Mbak Sifa nasibnya akan seperti ini, Mbak Sifa akan mencintai sendiri dan itu sakit, Bah," ujar Mulki dengan menghela nafasnya panjang."Biarlah, Bah. B
BISMILLAH LANGKAH AWAL!Dengan penuh takzim, Simbok mengantarakan pesanan Abah Furqon. Mereka pun menikmati nasi pecel itu dan tak membahas masalah ini lagi. Sejak dulu memang pantangan bagi Mulki dan Abahnya untuk berbicara ketika makan. Meskipun hal sepenting apapun setelah selesai makan dan menghirup kopinya, baru mereka berbicara lagi."Lalu harus bagaiman, Abah?" tanya Abah Furqon."Menurut Mulki sekarang kita harus memanggil Mas Rio lagi, Bah. Bagaimana lagi? Semua sudah kadung terlanjur terjadi. Mbak Sifa pun juga sudah tahu masalah ini, jadi jangan sampai hal ini makin membuat Mbak Sifa berpikir macam- macam, Bah. Kita harus menyelesaikan masalah ini hari ini juga, Bah. Kita tak bisa menundanya makin lama, Bah. Mulki tak ingin dan tak mau kehilangan kepercayaannya juga, kita harus segera menyelesaikan masalah ini, Bah. Sungguh," tegas Mulki."Selain itu ada satu hal lain yang menghantui pikian Mulki, Bah. Karena satu sisi pun kita harus memikirkan kondisi wanita itu dan anakn
TENTANG PERNIKAHAN SIRI"Dia tak ingin menikahi wanita itu, Bah. Namun dia juga tak ingin dianggap sebagai pecundang mengkhianati anak itu padahal Mas Rio juga mengakui bahwa dia adalah darah dagingnya hanya saja dia tak ingin namanya tercantum di akta. Tapi Bah...""Kenapa?" tanya Abah Furqon."Mas Rio ingin tetap menafkahinya. Bagaimana menurut Abah?" tanya balik Mulki.Abah Furqon menghela nafasnya panjang. Saat seperti ini lah sebenarnya dia sang anak bisa bertukar pikiran, saling mengupgrade ilmu agama masing- masing. Kali ini abah Furqon ingin mengangkat topik pernikahan siri dan perzinahan."Pertama Abah ingin menyoroti ucapanmu, Le. Tetang pernikahan yang dilakukan secara rahaasia atau lebih akrab disebut nikah siri adalah pernikahan yang tidak dicatat di kantor KUA. Nikah siri, dikatakan sah menurut agama tapi tidak sah menurut Negara karena seperti yang sudah dijelaskan tadi, tidak tercatat di KUA. Benar katamu, nikah siri memang memiliki banyak kekurangan. Namun di beberap
RENCANA DAN STRATEGI PARA LELAKI!"Bahkan sepertinya foto itu diambil kemarin siang saat kita bersama toh? Abah sedang mengisi kajian dan mata kuliah, sedangkan kau berpamitan berdiskusi tentang dakwah masa kini. Lalu kenapa kok tiba- tiba kau ada di cafe itu? Bagaimana ceritanya?" tanya Abah Furqon.Mulki menghela nafas panjang sekaali. Dia harus menceritakan sedetails mungkin sekarang pada Abahnya. Karena dia yakin hanya Abahnya yang bisa menyelesaikan masalah ini."Bah, sungguh ini sebenarnya tidak sengaja, itu bukan pertemuan yang di bentuk lantas sengaja, bukan seperti itu, Bah. Semua di luar kendali Mulki, saat itu memang Mulki ada berpamitan kepada Abah saat Abah mengisi ceramah. Mulki akan berpamitan dan akan berdiskusi bersama teman-teman dari beberapa universitas perwakilan salah satu organisasi agama yang memang sengaja membahas dakwah modern. Mereka meminta tolong Mulki sebagai pengisinya untuk kelas akhwat dan akhirnya Mulki pun setuju- setuju saja saat itu," jawab Mulki
DUDUK DI BAWAH POHON BERINGIN"Abah pergilah ke ke mushola dulu. Kita akan mendengarkan versi dari Mulki," perintah Umi Laila lagi."Iya, Umi. Assalamualaikum," pamit Abah Furqon."Kau lebih percaya adikmu kan sekarang?" tanya Umi Laila. Sifa pun menganggukkan kepalanya."Ya sudah kalau aku percaya dengan adikmu sekarang, kau tak usah berpikir macam-macam," kata Umi Laila."Kau jangan takut sekarang, Nduk. Pasrahkan semuanya pada Gusti Allah. Kau jangan berpikir hal-hal yang aneh. Itu akan mempengaruhi kualitas Asi mu sekarang itu, Nduk. Sudah tak perlu kau pikir lelaki yang seperti itu lagi. Benar dia suamimu kau harus baik kepadanya, berpikirlah seperti tak ada masalah yang sekarang itu dan harus diutamakan adalah anakmu. Nasib dan kualitas asimu harus bagus demi masa depan anakmu yang lebih baik. Biarlah, biar semua nanti akan di balas oleh gusti Allah saja. Kau tak perlu ikut campur, biar semua di catat olehnya," sambung Umi Laila."Karena kau tahu kan sebaik-baiknya sutradara itu
KECURIGAAN SIFASampai adzan subuh dan suara tahrim berkumandang dia masih belum bisa tidur. Dia masih penasaran dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa adiknya bisa bertingkah seperti ini, apa yang dirahasiakan adiknya dan sang suami. Mengapa mereka tega menyembunyikan kenyataan pahit seperti ini. Bahkan mereka diam-diam bertemu dengan Gendis di belakangnya tanpa ada pemberitahuan pada Sifa."Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?" gumam Sifa.Dia segera keluar dari kamar mencari Mulki. Tapi rupanya kalah cepat, karena Mulki sudah tak ada di sana. Entah sejak kapan adiknya itu sudah pergi ke mushola. Mungkin sejak subuh tadi, ingin rasanya Sifa menyusul ke depan lalu menanyakan semuanya langsung pada adiknya. Tapi tak mungkin karena di depan sangat ramai dan pondok putra milik keluarganya. Dia harus bisa menahan emosi dan menjaga marwahnya."Allah, kapan dia pergi," gumam Sifa.Dia benar- benar tak mendengar suara Mulki saat membuka kamarnya. Padahal biasanya dia
MENDADAK VIRAL DI SOSIAL MEDIA"Dia itu sangat pandai, aku menghalangimu menikah dengannya bukan karena aku masih mencintainya atau aku ingin menikahi dia suatu saat nanti, tidak. Justru sebaliknya, aku tak hanya ingin saja kau terjebak dalam permainan mu sendiri, dengarkan aku kali ini saja," sambung Rio."Benarkah? benarkah kau tak mencintainya lagi?" tanya Mulki dengan penekanan.Rio menghela nafasnya panjang. Munafik memang jika dia mengatakan bahwa dia tak mencintai wanita itu. Dia memang masih mencintai wanita itu namun dia kali ini bisa berpikir jernih, tak seperti dulu."Ya memang aku sedikit mencintainya. Namun tak segila dulu," kata Rio Jujur."Jika sudah seperti ini masalah tak akan menjadi gampang, Mulki. Justru masalah ini akan melebar. Bagaimana jika Sifa tahu?" tanya Rio.Mulki pun langsung juga menyadari bahwa ikut campur terlalu dalam masalah rumah tangga Rio dan Sifa. Dia menghela nafasnya panjang, orang tuanya memang terbiasa untuk tak malu meminta maaf tanpa geng
APAKAH KAU YAKIN TAK MENCINTAINYA?"TIDAK BISA!" tegas Mulki.Semua terdiam, Rio pun tak bisa berkutik dengan semua ucapan Mulki. Mulki pun hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Ternyata apa yang dikatakan oleh Rio memang tidak bohong. Gendis memvalidasi semuanya bahwa apa yang pernah di jelaskan pada Rio padanya memang benar. Karena sebelumnya Rio dan Gendis tidak pernah bertemu lagi. Mereka baru bertemu beberapa hari kebelakangan ini dan itu pun perkara Gendhis menuntut akta kelahiran."Kenapa tak mungkin?" tanya Gedhis lirih."Aku dengar kau kuliah hukum ya? Atau pasanganmu sekarang orang yang tahu hukum. Aku rasa dia juga sedikit banyak pasti telah menjelaskannya padamu kan? Kalau tidak aku akan jelaskan semua padamu. Seperti yang kau tahu sendiri, akta kelahiran itu tak mungkin didapatkan tanpa ada pernikahan sah. Biar bagaimanapun juga aku ini juga kuliah hukum walaupun kuliah secara online saja, tapi aku sedikit banyak tahu tentang permasalahan ini. Kau tak mungkin menunt