SORTANA"Pak terimalah! Saya memberi ini bukan untuk Bapak. Tetapi untuk almarhum Ibunya Mas Rio. Jadi ini rezekinya, jangan di tolak. Gunakan dengan baik ya, Pak. Mungkin memang tak seberapa namun saya tulus turut mengucapkan belasungkawa," ujar Gendis.Suhadi terdiam dan tercenung. Ternyata wanita di depannya ini bukanlah sosok gambaran perusak rumah tangga orang yang jahat. Bahkan dia cukup mengerti dan tahu diri bagaimana datang untuk berbelasungkawa."Tolong ambilah, Pak. Ini bukan buat panjenengan tapi rezeki Ibu, jangan di tolak karena buat tambahan acara tiga hari sampai tujuh hari nya nanti. Ya, meskipun jumlahnya tidak banyak tapi ini adalah bentuk kasih sayang saya untuk Bapak, dari Kai juga," ujar Gendis terus mendesak Suhadi.Akhirnya Suhadi pun tersenyum. Dia menerimanya dengan senang. Uang itu memang akan di gunakan semua untuk acara almarhum istrinya."Terima kasih ya, Nduk," ucap Suhadi.Gendhis pun menganggukkan kepalanya. Lalu mengajari Kai untuk menyalami Eyang
PERDEBATAN BUDAYA DAN AGAMA!"Loh, Le kau kok di sini?" tanya Suhadi."Iyo, Pak. Mau menyiapkan sortana," jawab Suhadi membuka lemari perabot ibunya."Loh, kau sudah tahu belum mertuamu di depan," jelas Suhadi."Hah? Sejak kapan, Pak? Kok Rio tak tahu?" tanya balik Rio."Dari tadi kok, Le," jawab Suhadi sambil berlalu masuk ke kemarnya."Dari tadi? Berarti Abah melihatku bersama Gendhis?" batin Rio dalam hati.Rio meneguk ludahnya dengan kasar. Dia pun segera berlalu ke depan, celingak celinguk ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan mertuanya. Namun ruang tamu itu kosong. Dia menghela nafas lega dan berpikir mungkin mertuanya itu sudah pulang. Sampai sebuah tangan mengagetkannya dari belakang karena menepuk halus pundak Rio."Astaghfirullahaladzim!" teriak Rio tertahan. Dia pun segera menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah Abah Furqon, Rio pun langsung menyalami mertuanya itu. Dia mencoba menanyakan dari mana mertuanya itu sambil memancing lagi tentang perkataan Bapaknya. Apakah
NGURI- NGURI BUDOYO!"Jangan mengaitkan dan percaya seperti itu. Dalam Islam semua ketetapan dan ketentuan takdir dari gusti Allah itu adalah baik," tegur Abah Furqon."Tidak! Kau itu tak mengerti adat istiadat kami. Bagaimana toh panjenegan ini? Wong ya ini di lakukan untuk kebaikan bayi itu sendiri, cucu panjenengan juga. Mengapa panjenengan melarangnya? Apa panjenengan ingin cucunya kenapa -napa?" tantang bude Rio dengan sinis karena tak menyukai keluarga besan almarhum mbaknya itu yang terlalu agamis dan sok bagi Rio. "Panjenengan itu lupa asalnya mana? Apa panjenengan orang Yaman? Arab? Sampean orang Jawa jangan sampai hilang Jawa nya! Kok sok- sok an. Memang saya bukan utadzah saya hanya guru bahasa Jawa. Dan yang namanya tradisi atau kebiasaan kehidupan suatu masyarakat, kebudayaan. Tradisi lokal pada masyarakat kita khusunya masyarakat perdesaan yang ada harus di pertahankan dan masih sering dilakukan pada masyarakat Jawa, perlu dipertahankan pada masa sekarang ini, karena tr
BEDAKAN TRADISI JAWA DAN BUDAYA KEJAWEN, NDUK!Abah Furqon pun langsung berpamitan karena gojeknya sudah datang. Sepanjang jalan dia beristighfar berkali-kali. Jujur saja hatinya takut jika menantunya mengikuti perkataan dari Rio.[Nduk! Kau di rumah Abah saja, jangan pulang di mertua atau di rumahmu]Send. Pesan terkirim pada Sifa. Hati Abah Furqon gusar, dia memang tak ingin ikut campur dengan rumah tangga anaknya. Namun rasanya untuk hal ini sangat kelewatan. Biasanya jika Abah Furqon tak menyukai tradisinya dia akan memilih meninggalkan tanpa banyak ucapan selama tradisi itu tidaklah menyalahi aturan agama.Namun nampak nya Bude Rio ini berbeda. Dia lebih nyakot aliat lebih percaya pada kejawennya dari pada tradisinya. Dia harus segera mendiskusikan ini dengan Sifa. Dari pada cucu dan anak perempuannya nanti di boyong ke rumah Rio, dan di ajari hal yang tidak- tidak, itu pikiran Abah Furqon. Motor ojek yang di pesan Abah Furqon melaju menuju rumah sakit."Matur suwun, Pak!" kata
RENCANA ABAH FURQONUmi Laila pun mengangguk dan duduk di dekat suaminya. Abah Furqon nampak mengusap wajahnya dengan gusar. Sekarang gantian Umi Laila yang bertanya- tanya dalam hati. Ada apakah sebenarnya, tak mungkin jika masalah sepele."Bah, ada apa sebenarnya?" tanya Umi Laila."Ada wanita yang akan menganggu rumah tangga Sifa lagi, Mi," ucap Abah Furqon."Astaghfirullahaladzim! Siapa lagi, Bah? Allah, apakah Rio itu tidak bisa bertobat? Kalau begini terus lebih baik kita menyuruh anak kita bercerai saja, Bak. Sudah benar- benar dulu Sifa mengajukan Khulu' eh nyatanya memilih rujuk lagi begini saat Farhat sakit. Sungguh demi Allah, Bah! Hatiku itu tidak ikhlas sekali, sakit, Bah," ucap Umi Laila."Siapa dan orang tua mana yang rela jika anakku terus di sakiti begini?" tanyanya lagi."Bagaimanapun juga aku yang mengandung Sifa itu selama sembilan bulan, lalu menyusuinya dengan sepenuh hati, membelajarinya merangkak, berdiri, berjalan, bahkan berlari. Hati Ibu mana Bah yang tak s
PULANGLAH BERSAMA UMI, NAK!"Assalamualaikum," sapa Abah Furqon."Waalaikumsalam, Bah!" jawab Sifa."Sudah bobok, Nduk?" tanya Abah Furqon melihat bayi Sifa yang berada di gendongannya."Liyep- liyep matanya, sudah mau bobok, Bah. Ini sudah minum susu sampai gumoh- gumoh," jawab Sifa sambil melirik ke pintu depan. Seperti sedang mencari seseorang."Bayi sering gumoh cukup umum dialami bayi dan bukanlah hal yang berbahaya, Nduk," jelas Umi Laila. Gumoh adalah keluarnya cairan, susu, atau makanan yang baru saja ditelan. Dalam istilah medis, gumoh ini disebut dengan refluks. Kondisi ini normal dialami bayi karena kerongkongannya yang belum berkembang sepenuhnya dan ukuran lambung bayi yang masih kecil. Pada dasarnya, bayi sering gumoh bukanlah kondisi yang mengkhawatirkan. Selain mengeluarkan susu atau makanan, gumoh terkadang juga disertai dengan sendawa, batuk, atau cegukan. Frekuensi gumoh pada bayi pun sangat bervariasi, bisa jarang, cukup sering, atau
TRADISI YANG DI ANGGAP MENYUSAHKAN"Benar itu, Nduk. Apa yang di katakan Umi mu itu, bayangkan bagaimana kalau kau akan kelelahan di sana nanti dan kalau ada apa -apa? Ikutlah kami, Nduk. Nanti tujuh hariannya kita aqiqah di rumah Abah," ucap Abah."Em, bagaimana ya, Bah? Bukannya apa- apa tapi apakah Mas Rio mengizinkan? Sifa....""Nduk, jujur saja Abah ingin kau ikut bersama kami. Abah memiliki alasan kuat, dan kau bisa menyampaikannya pada Rio saat nanti dia tak mengizinkanmu untuk menginap di rumah kami sementara waktu," kata Abah Furqon memotong pembicaraan Sifa agar puntrinya yakin."Apa itu, Bah?" tanya Sifa penasaran.Umi Laila merebut cucunya dan meletakkan di baby box samping ranjang Sifa. Sedangkan Abah Furqon duduk di samping Sifa. Dia nampan ingin membicarakan hal serius, karena Abah Furqon sangat memegang tegus aqidah demi kebaikan anak cucunya."Kau tahu Bude nya Rio, Nduk? Yang adik atau kakak dari mertuamu?" tanya Abah."Bude Siti?
MEMBUJUK RIO"Abah pun demikian, Mi! Sifa, namun ini lebih dari itu. Abah dengan sendiri saat Rio hendak mengubur ari-ari dengan bunga, jarum, benang, bahkan qur'an kecil!" sanggah Abah Furqon."Innalillah! Tak benar ini! Sebelum terlambat telp suamimu, Nduk! Larang, Allah! Allah," pekik Umi Laila panik."Sabar! Sabar, tak begitu caranya, Bu. Jangan begitu," tegur Abah."Lalu bagaimana?" tanya Umi Laila. "Menurut Abah lebih baik kita biarkan Sifa yang menelpon suaminya langsung jangan kita, Mi. Toh nanti katanya Rio akan pergi ke sini, mungkin malam hari dia baru bisa datang. Saat Rio sudah datang saja baru kita ajak bicara baik- baik, kalau tidak begitu akan bahaya dan menyebabkan salah paham serta miss komunikasi," jelas Abah Furqon."Umi rasanya tak sabar, Bah! Pengen rasanya Umi segera menegurnya," keluh Umi Laila."Nanti saja, Mi. Ingat mengingatkan kemungkaran memang baik namun jika salah caranya akan percuma saja. Semua harus imbang agar berj