Beberapa jam yang lalu sejak Bondan mengatakan padanya agar bersiap-siap, Gendis tidak bisa lagi untuk tetap tenang. Segala cara ia pikirkan agar bisa lolos dari pertemuan tersebut, tapi ia hanya menemukan jalan buntu. Detik-detik sebelum kedatangan Dexter detak jantung Gendis semakin menggila. Andai ada lubang di bawah kakinya ia akan masuk ke lubang itu dan bersembunyi di sana. Satu-satunya yang Gendis inginkan saat itu adalah agar ia dikaruniai kekuatan menghilang dari pandangan orang-orang.Lama bersembunyi di kamar, Gendis keluar dari sana. Ia menyiapkan makan malam di meja makan. Tadi Bondan menitahkan padanya bahwa nanti Dexter dan istrinya akan malam di rumah itu. Rumah saat itu sedang sepi. Bondan dan Dona sedang berada di kamar mereka. Pun dengan si nakal Doni.Setelah menyelesaikan pekerjaannya Gendis kembali ke kamar. Ia duduk dengan gelisah di pinggir tempat tidur sambil kembali memikirkan cara untuk kabur.Lelah duduk dan berpikir, Gendis berdiri dan berjalan mondar-ma
Entah berapa lama Dexter dan Gendis duduk berdua di balik mobil. Mereka bercerita tentang satu sama lain sambil memandangi anak mereka yang terlelap setelah Gendis susui."Jadi kamu nyari sampai ke kampung aku?" ulang Gendis mengonfirmasi pengakuan yang didengarnya dari Dexter."Ya. Untung ada orang baik yang ketemu sama aku di travel. Dia yang mengantarku ke rumah orang tuamu.""Terus kamu ketemu sama Ibu dan Bapak?" tanya Gendis antusias. Ia penasaran apa yang terjadi selanjutnya.Dexter menggeleng pelan. "Ibu dan Bapak udah pergi kerja. Aku hanya ketemu sama adekmu."Ah, Delia. Selain kangen pada kedua orang tuanya, Gendis juga merindukan adiknya itu."Aku nggak nyangka dia juga cantik," cetus Dexter menambahkan.Sontak saja Gendis melayangkan cubitan ke lengan Dexter."Kok aku dicubit?" Dexter pura-pura kesakitan sambil mengusap-usap lengannya. "Tapi kakaknya jauh lebih cantik sih."Wajah Gendis merona dalam gelap sebagai respon atas sanjungan Dexter padanya. Pipinya menghangat. B
Dexter masuk ke rumah membawa Bobby yang telah terlelap. Tepat di saat ia tiba orang-orang sudah selesai makan."Maaf, Pak, kami selesai duluan," kata Bondan pada Dexter."Nggak apa-apa, Dok, saya makan di rumah saja.""Lho, kenapa begitu, Pak?" Dona yang bicara."Kasihan Bobby-nya, Bu. Dia sudah tidur."Dona, Bondan, dan juga Catherine memandang ke objek yang sama. Mereka melihat anak itu sudah pulas dalam lelap di dekapan Dexter."Apa nggak bisa dikasih sama Bu Catherine dulu, Pak? Selama Pak Dexter makan biar Bu Catherine yang pegang Bobby.""Terima kasih, Bu, tapi saya makan di rumah saja. Kasihan Bobby, biasanya suka kebangun kalau dipindahkan."Malam itu Dexter tidak jadi makan malam di rumah Bondan. Ia langsung pulang dengan membawa persediaan ASIP dari kulkas. Catherine yang menyetir, sedangkan Dexter tetap menggendong Bobby dalam pelukannya.Dari tempatnya duduk Dexter mencari-cari bayangan Gendis di halaman rumah kalau saja perempuan yang masih berstatus sebagai istrinya
"Aurel Sagita mengadakan acara syukuran kelahiran putri pertamanya yang baru berusia satu bulan. Acara tersebut diselenggarakan secara besar-besaran dan mengundang banyak selebriti ternama." Suara presenter pembawa acara infotainment menggema dari televisi layar lebar di kediaman Dexter pagi itu.Risa yang menyaksikannya sambil memberi ASIP Bobby sampai ternganga menyaksikan kemewahan acara yang ditayangkan di layar televisi. "Bu Catherine, apa tidak sebaiknya kita adakan acara syukuran untuk Bobby? Bobby kan udah satu bulan, Bu," ujar Risa pada Catherine yang juga sedang menonton televisi bersamanya.'Buat apa? Cuma buang-buang uang. Lagian anak itu bukan anakku,' pikir Catherine di dalam hatinya. Namun setelah detik itu ia langsung berubah pikiran. Orang-orang di luar sana tahu bahwa sudah bertahun-tahun Dexter dan Catherine menantikan kehadiran keturunan dalam pernikahan mereka. Lalu setelah seorang anak yang ditunggu itu akhirnya hadir bukankah sudah selayaknya mereka rayakan d
Tentu saja Gendis terkejut oleh tindakan Dexter yang sedikit pun tidak berada di dalam prediksinya."Lepasin aku, Dex." Gendis meronta dalam dekapan Dexter. Tapi malah pelukan lelaki itu bertambah erat mengunci tubuhnya. Iya, Dona memang sudah pergi mengantar Doni ke sekolah. Sedangkan Bondan sudah berangkat beberapa saat yang lalu ke rumah sakit. Tapi Gendis khawatir kalau orang-orang yang lewat melihatnya berpelukan dengan Dexter."Aku cuma mau meluk kamu sebentar, aku kangen." Dexter bergumam pelan menyampaikan perasaannya. Sudah lama ia hanya bisa menyimpan sendiri perasaan itu. Kemarin malam saat mereka bertemu setelah sekian lama, Dexter juga tidak sempat memeluk Gendis lantaran harus menggendong Bobby."Tapi nanti ada yang melihat kita," ucap Gendis masih takut."Biarin. Aku nggak peduli.""Dex, jangan begini. Kontrol diri kamu, jangan bahayakan posisiku," ucap Gendis memohon pengertian Dexter. Para tetangga yang lewat dan tidak sengaja melihat bisa saja berasumsi lain kemudian
Gendis terdiam sekian lama mendengar permintaan Dexter yang begitu sulit baginya. Ia tidak dapat memberi jawaban. Di satu sisi Gendis ingin sekali tinggal bersama Dexter di rumah lelaki itu. Ia bisa dekat dengan Bobby dan mengurusnya setiap hari. Ia juga bisa memeluk anak itu kapan pun diinginkan. Akan tetapi, jangan lupakan ada Catherine di rumah itu. Gendis tidak bisa tinggal di sana. "Ndis ...," tegur Dexter lantaran perempuan itu membungkam mulutnya."Maaf, Dex, aku nggak bisa.""Kenapa?"Gendis menggelengkan kepalanya tanpa kata-kata."Jawab aku, Ndis. Apa kamu nggak mau kita tinggal bersama? Apa kamu nggak mau dekat dengan anak kita setiap hari?""Bukan aku nggak mau," tepis Gendis."Jadi kenapa? Kasih tahu aku alasannya."Gendis menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tidak sanggup membalas tatapan Dexter yang meminta kejujuran darinya."Ndis ..." Lelaki itu memanggil tapi Gendis tetap tidak bersuara. "Jawab aku, Ndis. Apa yang bikin kamu khawatir?"Dan Gendis masih seperti tadi, m
Rumah megah dengan arsitektur klasik modern itu tampak begitu ramai hari ini. Berbagai kendaraan tampak berbaris hingga tumpah ruah ke jalan. Deretan papan bunga juga berjajar rapi hingga bermeter-meter dari rumah tersebut. Isi papan bunga itu adalah ucapan selamat atas kelahiran putra pertama Dexter dengan Catherine.Acara tersebut diselenggarakan secara besar-besaran sesuai dengan keinginan Catherine. Perempuan itu juga yang mengatur segala sesuatunya. Ia mengundang banyak orang. Mulai dari teman-teman sosialitanya, rekan bisnis Dexter, hingga awak media. Maklum saja, nanti ada pembagian santunan kepada anak-anak panti asuhan. Catherine yang haus validasi tentu tidak akan melewatkan momen itu. Orang-orang harus tahu bahwa selain cantik dan kaya-raya ia juga dermawan.Para tetamu sudah banyak yang berdatangan termasuk keluarga Dexter. Saat ini Bobby sedang berada dalam gendongan Martha. Ada Rosa dan anak-anaknya juga di sana. Andrew dan Kelly asyik bercengkrama dengan bayi berpipi ch
Hari ini perayaan syukuran satu bulanan Bobby diselenggarakan. Gendis melihat Bondan dan Dona bersiap-siap untuk menghadirinya.Gendis sangat ingin sekali melihat anaknya itu. Apalagi Dexter juga mengundangnya. Hanya saja Gendis masih menggunakan akal sehatnya. Ia tidak mungkin datang ke acara tersebut dan menunjukkan diri di sana. Orang-orang memang tidak mengenalnya. Tapi Catherine, Rosa, serta yang lain bisa saja menemukannya di antara keramaian. Gendis tidak ingin merusak suasana. Sebesar apa pun keinginannya untuk menyaksikan putranya namun ia harus mampu menahan diri."Gendis!"Gendis yang sedang mencuci piring hampir saja menjatuhkan piring di tangannya ketika mendengar suara lantang yang menyerukan namanya.Perempuan itu menoleh ke belakang dan mendapati Dona sedang berdiri di sana. Perempuan itu tampak cantik dengan dress batiknya, hanya saja terkesan tua karena lipstik coklat yang ia gunakan."Iya, Bu," jawab Gendis sopan."Saya dan suami saya mau pergi. Kamu jangan ke mana