Cekiiiit ....
Mobil yang dikemudikan oleh Sekar ngerem mendadak. Sekar dibuat spot jantung dan shock. Matanya melotot ke depan, kalau saja tidak cepat-cepat ngerem mendadak. Mungkin dia sudah menabrak orang pejalan kaki dan orang itu pun tampak melongok dan melihat ke arah mobil Sekar yang juga bengong terkaget-kaget.
"Astagfirullah ... hampir saja aku mencelakai orang, gara-gara aku melamun!" gumam Sekar sembari membuka jendela mobil dan menimbulkan kepalanya keluar memandangi seorang bapak-bapak yang tengah berjalan belanjaan. Sepertinya dia pun shock dan kaget.
"Maaf, Pak. Maaf banget, aku tidak sengaja. Bapak tidak apa-apa 'kan, Pak?" dengan perasaan yang tidak menentu, berdebar begitu hebat masih beruntung Sekar keburu sadar, hingga tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Sambil bengong, si bapak berkata. "Tidak, saya tidak kenapa-napa, makanya hati-hati kalau membawa mobil. Emangnya ini mobil nenek moyang kamu sehingga melaju dengan seenak mu," terdengar sedikit menggerutu.
"Iya, Pak ... maaf banget, Pak! sekali lagi maaf!" Sekar menyatukan kedua tangannya yang diarahkan kepada bapak tersebut. Setelah itu barulah mobilnya kembali melaju dengan lebih hati-hati lagi.
Mobil sekar semakin meluncur menuju kantor tempatnya bekerja. Dan setibanya di sana dia langsung menyibukkan diri dengan tugas-tugasnya yang menumpuk
Ketika waktu makan siang rasanya dia malas untuk keluar, sehingga dia memesan saja biar makan di dalam ruangannya.
"Terima kasih, Mbak dan ini uang bayarannya! kembalinya ambil saja." Sekar berikan berapa lembar uang pecahan kepada mbak yang membawakan makanan untuknya makan siang. Satu porsi pecel beserta es tehnya.
Sekar langsung menyantapnya tidak membuang-buang waktu! karena yang malas itu bukan makannya, tapi keluarnya! dia makan begitu sangat lahap, karena bagaimanapun dia butuh tenaga untuk menghadapi hidup yang terasa pahit dan berat ini.
"Pahit dan berat, hidup yang harus aku hadapi ini. Tetap harus makan biar tubuh ku gak drop!" Sekar tersenyum getir menertawai dirinya sendiri.
Sekitar pukul 04.30 sore. Sekar tersenyum dan mengangguk pada para staf lainnya, disaat dia berjalan menuju mobil untuk pulang. Mengenakan sabuk pengaman terlebih dahulu dan setelah itu Sekar menancap gas perlahan, melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Retttt.
Retttt.
Retttt.
Segera Sekar merogoh saku rok span nya mengambil ponsel yang getarannya terasa di paha, dengan hati-hati menyetir, melihat kontak yang tertera di layar, yaitu papa yang menelpon. Setelah memasang headset di telinganya ... barulah mengangkat telepon dari papa dengan masih mobil melaju pelan.
"Halo, assalam--" suara Sekar menggantung. Keburu di timpali oleh suara yang di ujung sana.
(Halo, Sekar, kamu di mana? Papa dan mama sudah berada di rumah mu! buruan pulang?)
"Iya, ini juga aku mau pulang dan sedang di perja-lanaan!" Sekar langsung tidak enak hati dengan kedatangan orang tua nya yang secara tiba-tiba datang ke rumah tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Dan langsung menerka-nerka dengan kedatangan mereka. Apa kah mereka tahu dengan apa yang sedang menimpa dirinya?
Dengan dengan pandangan terus ke arah depan, mobil Sekar melaju dengan kecepatan sedang! dengan perasaan yang sangat bergemuruh, dada nya berdebar kuat. Sementara dia belum cerita sama sekali pada orang tuanya atas masalah yang sedang menimpa rumah tangganya bersama Zulfan.
Setibanya di rumah, Sekar langsung di sambut oleh kedua orang tuanya yang bersikap masam dan marah, dan kedua netra mata Sekar pun tertuju pada wajah Zulfan yang tampak bonyok, mungkin kena pukulan atau entah apalah. Namun Sekar tidak ingin bertanya ataupun sok perhatian, ia hanya melirik dengan dingin dan mengarahkan pandangan pada kedua orang tuanya.
"Assalamu'alaikum, Pa. Mah, kapan datang?" Sekar langsung meraih tangan kedua orang tuanya itu bergantian mencium nya penuh hormat.
"Wa'alaikum salam." Kemudian mereka duduk di ruang keluarga. Sekar duduk menunduk dalam, berasa mau diintrogasi mengingat tatapan kedua orang tuanya yang sangat tajam, tapi sedari tadi mereka masih terdiam tanpa kata yang terucap.
Zulfan duduk tidak jauh dari Sekar, dia pun tampak menunduk ketakutan, nampak jelas dari wajahnya dan sesekali terlihat meringis. Tapi Sekar tetap bersikap cuek tidak mau tahu apalagi peduli.
"Papa benar-benar shock, terpukul dengan berita yang sedang menimpa rumah tanggamu ini, sementara kamu sendiri tidak bicara apa-apa sama Papa juga mama! Sementara orang-orang dah pada tahu dari media sosial, sungguh memalukan."
"Mama sangat kecewa, ini. Rumah tangga yang kamu impikan? ini suami yang kamu banggakan? yang tega mengkhianati kamu di depan mata, di rumah kamu sendiri dia berselingkuh dengan orang yang kamu kasih makan. Di mana otaknya di mana?" suara mama menggebuk-gebuk sambil menuding ke arah Zulfan yang terus menunduk.
Sekar hanya bisa menunduk dengan derai air mata yang jatuh ke pangkuan. Teringat kembali di saat dia ketika ingin menikah dengan Zulfan sampai dia memohon-mohon bahkan mengancam-mengancam kepada orang tuanya, agar diizinkan menikah dengan Zulfan yang notabene nya orang biasa.
"Mah, aku cinta sama Mas Zulfan dan aku hanya ingin menikah dengannya saja. Aku nggak mau menikah sama laki-laki lain, Mah!" kata Sekar waktu itu kepada Mama nya dengan setengah memohon.
"Cinta! cinta kamu bilang? apa yang kamu bisa harapkan dari laki-laki macam itu? pekerjaannya cuma serabutan, kadang-kadang cuman kerja bangunan. Sementara kamu itu anak kuliahan dan bentar lagi kamu wisuda! masa kamu mau menikah sama laki-laki macam itu! Biaya kamu per hari aja berapa?" sergah Mama terlihat jengkel.
"Papa juga tidak setuju, kalau kamu kekeh ingin menikah dengan Zulfan banyak laki-laki yang ingin melamar kamu, yang mapan! yang masa depannya pun terjamin kenapa kamu malah milih si Zulfan? masih mending kalau dia bisa membahagiakan kamu nantinya, kalau nggak bagaimana!" kata papa sambil memandangi wajah Sekar yang terus menunduk. "Papa akan carikanmu calon suami yang lebih baik, seperti si Jono. Si Madun! si Febri, si Udin. Mereka sudah mapan!"
"Tapi Sekar tidak mau menikah dengan laki-laki lain, kecuali sama Mas Zulfan. Titik! apalagi seperti nama-nama yang Papa sebutkan itu." Sekar menggeleng, beranjak dari duduk dan berjalan dengan cepat menuju kamarnya.
Biarpun dibujuk gimanapun oleh orang tuanya, tetap saja Sekar memilih ingin menikah dengan Zulfan, bukan dengan pria lain pilihan orang tua nya. Sekar benar-benar bucin pada Zulfan yang baik, sopan dan bertanggung jawab juga sangat sayang padanya.
Sekar pun rela datang setiap hari ke rumahnya, untuk bertemu Zulfan kalau tidak menemuinya ke kampus. Biarpun jalan-jalan pakai motor butut, mereka sangat bahagia. Sekalipun jalan kaki dan minum es doang ... terasa dunia ini milik berdua dan yang lain cuman ngontrak, hati selalu berbunga-bunga tanpa ada kesedihan atau beban apapun.
Setelah selesai wisuda, Zulfan pun datang untuk melamar sang pujaan hati, dia datang hanya bersama kedua orang tuanya saja. Serta membawa keranjang buah-buahan. Membuat kedua orang tua Sekar menatap penuh cibiran, masa mau melamar cuman bawa gituan doang.
"Mah, Pah tolong dong ... hargain mas Zulfan, dia bener-bener serius sama aku dan kami berdua ingin menikah. Tolong restui kami, Mah ... nikahkan kami. Emangnya Mama dan Papa mau? jika kami melakukan yang macam-macam tanpa adanya pernikahan. Tidak kan? Mah, Pah ..." Sekar menatap kedua orang tuanya penuh permohonan.
"Papa dan Mama tetap tidak setuju kalau kalian itu menikah. Emangnya kamu mau dikasih makan apa?" Tambah mama yang tetap ragu akan kesejahteraan putri nya.
"Aduh Mama ... ya dikasih makan nasi dong ... nggak mungkin aku dikasih daun atau rumput! dia makan nasi. Kelas aku juga makan nasi. Memangnya aku kambing dikasih rerumputan hijau, kan nggak mungkin, Mah." Protesnya Sekar sembari tersenyum kecut.
"Iya, tapi dia itu kerja apa? dia itu cuma kerja serabutan 'kan ... cuma kerja bangunan, itupun bila ada! kalau nggak ada? kamu mau dikasih makan apa?" tambah mama. Suaranya memekik, ditahan agar tidak kedengaran keluar dimana keluarga Zulfan berada di ruang tengah.
"Aduh Mama ... Rezeki itu Allah yang ngatur, yang penting kita mau berusaha. Yakin deh ... kita gak bakalan kelaparan!" Sekar terus meyakinkan. "Kalau Mama ingin anaknya bahagia ... tentunya Mama sama Papa mau menikahkan kami berdua! terimalah mas Zulfan ya, Ma, Pa." Sekar menatap keduanya bergantian.
Papa menghela nafas sangat panjang. "Kalau memang kamu bersikukuh ingin menikah dengannya, baiklah. Papa akan merestui dan menikahkan kamu sama pria itu! tapi bila suatu saat nanti ... kamu bermasalah dengan laki-laki itu, lihat saja! Papa gak akan ngasih ampun!"
Sekar langsung memeluk papanya. "Terima kasih, Papa ... terima ka ... sih ... banget!"
Sementara wajah mamanya Sekar tetap saja tampak masam. Sebenarnya dia tetap keberatan jika Putri satu-satunya itu menikah dengan pemuda yang bernama Zulfan.
Lantas kemudian Sekar, papa dan Mamanya berjalan menuju ruang tamu, di mana zulfan dan kedua orang tuanya tampak duduk menunggu dengan wajah-wajah yang.
Bergabung ....
"Oke, saya akan terima lamaran kalian. Dengan satu syarat ... jangan pernah kamu menyakiti anak saya mau fisik maupun hati, karena jika itu terjadi. Saya tidak ada ampun dan tiada maaf," ucap papa setelah duduk di hadapan ketiga tamunya.Ucapan dari Papa membuat hati Sekar merasa lega, begitupun dengan Zulfan. Keduanya saling pandang nan mesra, dengan sorot mata yang berbinar bahagia."Kalian pasti masih ingat apa yang Papa katakan dulu kalau kamu Zulfan, menyakiti hati maupun fisik anak saya! saya tidak ada maaf untuk kamu, dan saya sekarang sangat kecewa karena kamu sudah menyakiti hati putri saya. Kamu nggak nyadar kehidupan kamu sekarang mapan ini karena siapa? kalau bukan karena Sekar, tapi dengan teganya kamu selingkuh dengan pengasuh anak mu sendiri. Apa kau sudah gila, ha?" bentakan suara papa membuat Sekar sadar dari lamunannya."Maaf saya khilaf!"Dugh.Bogem mentah bersarang tepat di perutnya Zulfan. Membuat Sekar terhenyak kaget dan menoleh ke arah sumber suara! sambil men
Pria itu melorot ke lantai, hatinya sungguh menciut dan tidak pernah terbayangkan olehnya bila berpisah dengan istri dan anaknya. Dia sangat mencintai Sekar dang juga anak-anak, dia tidak mau ada perceraian di antara mereka berdua. Dia sangat mengakui kesalahannya sangat sadar kalau dia sudah tergoda dengan wanita lain yang berstatusnya istri orang. Tapi di sisi lain dia pun sangat mencintai istrinya. Zulfan bersimpuh di kaki papa mertua. "Pah tolong, tolong maafkan aku, Pa! aku tidak pernah ada niat untuk menyakiti hati Sekar. Aku sangat mencintai Sekar dan jangan suruh aku dan Sekar berpisah--" Kedua orang tua Zulfan menatap putranya yang bersimpuh di kaki papa mertua, sesekali keduanya saling bertukar pandangan karena dalam hatinya ada rasa belum percaya kalau Zulfan tega pada istrinya, berselingkuh. "Apa, kamu cinta? cinta sama anak saya. Tidak salah! kalau kamu cinta ... tidak mungkin kamu berselingkuh, dengan wanita lain dan mengkhianati istrimu sendiri Kamu itu bicara pakai
Sekar menatap tajam ke arah Zulfan dengan perasaan jijik yang menyelimuti hati. "Aku ingin kita berpisah, Mas!"Diibaratkan suara petir yang menyambar, membuat Zulfan terkesiap! merasa tidak percaya kalau sang istri dengan mudahnya meminta cerai. "Tidak sayang, aku tidak ingin menceraikan mu. Aku tidak ingin kita berpisah, kasihan anak-anak! mereka masih kecil!" Kepala Zulfan tampak menggeleng pelan."Terserah, Mas mau menceraikan aku atau tidak! yang jelas ... aku ingin kita berpisah, kalau Mas merasa kasihan sama dan anak-anak. Kenapa, Mas tidak berpikir dulu sebelum, Mas berbuat sesuatu!" timpal Sekar sambil terus menyeka air matanya."Mas, sudah bilang Mas khilaf--""Mas, khilaf itu sekali dua kali. Kalau berulang-ulang! itu bukan khilaf namanya, keenakan! apa sih kurangnya aku, Mas? Oke tidak perlu kamu jawab dan aku nggak butuh jawaban. Saat ini aku inginkan adalah kita berpisah! itu saja!" Sekar kembali terisak Rasanya apa yang diucapkan dan apa yang dia inginkan, berbeda dengan
"Mama, Papa mana? kok gak ada, sudah ku cari juga di mana-mana tidak ada!" suara Ridho sambil memegang tangan adiknya Shasa.Sekar buru-buru menyeka air matanya yang sedari tadi berjatuhan dan juga mengusap wajahnya mengeringkan dengan tisu. "Papa sudah tidak tinggal di sini lagi.""Kenapa, Mah? kenapa Papa tidak di sini lagi?" Ridho menatap heran dan melepaskan tangan Shasa yang berhambur ke pelukan mamanya."Sayang, suatu saat nanti Abang akan pahami. Mengerti kenapa Papa nggak tinggal lagi di sini!" Sekar pun bingung harus menjelaskan seperti apa dan bagaimana."Papa dan Mama berpisah ya? kan sudah Abang bilang, kalian tidak boleh berpisah--""Abang Sayang, sini duduk di sini sama Mama!" Sekar menepuk kasur yang berada di sampingnya sembari menggendong Shasa dam Ridho pun menuruti lantas duduk di samping sang Bunda. "Abang tolong dengarkan Mama, seiring berjalannya waktu ... Ridho akan mengerti kenapa semuanya terjadi, dan secara tidak langsung Mama yakin Ridho pun tahu kesalahan p
"Untuk sekarang ini, tolong berikan saya ruang. Untuk sendiri dulu, saya pusing dengan keadaan yang ada." Zulfan menyingkirkan tangan Fitri dari wajahnya."Terus gimana dong? Kita gimana Mas ..." Fitri tampak risau menatap wajah manisnya Zulfan yang bikin ia selalu rindu pada pria itu."Saya kan sudah bilang, berikan saya ruang dulu di saat masalah saya ini belum selesai." Zulfan pun beranjak dan lantas pergi meninggalkan Fitri yang tampak kebingungan."Mas, jangan pergi dulu!" panggil Fitri sambil hendak menyusul Zulfan yang kini sudah menaiki motornya. Hatinya merasa kesal, belum selesai bicara sudah pergi saja tuh orang.*****Sekar Andini, usia 28 tahun tengah duduk di atas sofa sambil menatapi foto pernikahannya dengan sang suami yang bernama Zulfan.Lalu dia beranjak dari duduknya, meraih tas kerja lalu berpamitan pada sang suami dan kedua buah hatinya yang sudah dia mandikan terlebih dahulu, agar pengasuh nya datang itu kedua buah hati sudah wangi dan rapi."Aku pergi dulu, Mas
Sekar tidak mau memikirkan itu lebih lanjut, dia langsung tersenyum ke arah kedua buah hatinya, Shasa dan Ridho yang baru saja bangun tidur."Hei ... Shasa, Ridho ... baru bangun ya? Mama sudah ada di rumah nih ... jadi kalian bermain lagi sama Mama." Sekar mencium kening kedua buah hatinya bergantian."Mama-Mama aku laper!" kata Ridho sembari mengusap-usap wajahnya yang masih terasa ngantuk. Lalu menyentuh perutnya yang bersuara."Ridho laper? Nanti Mama masakin ya? dan sekarang kalian mandi dulu, biar wangi. Nanti malam kita jalan-jalan oke?" ucap Sekar sambil mengendong Shasa yang masih bermuka bantal."Ita, Ma ... jajan eskrim ya!" kata Ridho wajahnya berubah senang."Kalau begitu ... saya mau pulang dulu ya? Sekar. Lagian semua pakaian sudah beres kok," kata Mbak Fitri dari tempatnya."Oh iya, Mbak ... terima kasih ya? oh ya, untuk gajian bulan ini, em ... mau transfer atau cas aja?" tanya Sekar kepada Mbak Fitri karena kadang-kadang Mbak Fitri minta gajinya di transfer."Untuk se
"Aku tuh ... cuman nongkrong doang, kaya orang apa aja!" Merepet kaya petasan." Zulfan menggeleng."Bagaimanapun kamu itu sudah menjadi Bapak dari dua anak, jadi harus berusaha dan belajar untuk merubah diri dari sesuatu yang tidak perlu itu dilakukan, ya kecuali bekerja atau sesuatu yang bermanfaat. Aku pun tidak akan melarang kok," tambahnya Sekar dengan nafas yang terengah."Aku itu udah berusaha mengurangi nongkrong, kan kalau lagi kerja apalagi kerjanya jauh! apa ada aku nongkrong? nggak ada, kalau lagi di sini dan itu pun tidak menganggu pekerjaan ku, kan," Zulfan membela diri."Aku tahu, memang aku tahu itu tapi. Bukankah di rumah menemani istri dan anak lebih penting dari pada nongkrong sama orang. Sudah jelas-jelas kalau siang anak-anak di asuh sama orang lain, kalau malam ya temani anak-anak sebelum mereka tidur gitu." Ucap Sekar kembali."Hah, sudahlah malas aku berdebat! mendingan tidur, capek!" kata Zulfan dengan nada males lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur
Sebenarnya anak itu tetap kepikiran apa yang dilakukan oleh papanya sama Mbak Fitri tadi, apa iya mbak Fitri terpeleset? sehingga terjatuhnya ke atas tempat tidur dan akhirnya berguling-guling di sana bersama papanya sehingga saling peluk."Mbak Fitri jagain Shasa ya?" pintanya Zulfan kepada Fitri yang mengikuti langkahnya ke ruang tengah."Iya, Mas. Tentu saya akan menjaganya!" kata Fitri sembari mengangguk. Kemudian memangku Shasa yang mulai merengek minta ditemenin bermain.Zulfan mendudukan Ridho di atas motornya bagian depan, kemudian setelah menggunakan helm dia pun langsung menyalakan motornya mengantarkan Ridho ke sekolah.Tidak lama di perjalanan, akhirnya mereka tiba juga di sekolahan Ridho. Zulfan menurunkan Rhido dari motornya sembari berpesan. "Belajar yang bener ya! yang rajin biar pintar, oh iya ingat! tidak perlu bicara apa-apa sama mama! karena Papa Dan Mbak Fitri tidak melakukan apa-apa cuman jatuh doang!" Ridho hanya menganggukan kepalanya, Sebenarnya bukan mengert
"Ada apa, Bi?" Sekar menatap heran."Itu, Mbak Lulu datang dengan wajah bonyok." Kata bibi dengan suara tergesa-gesa."Apa?" Sekar langsung melonjak naik setengah berlari ke depan.Sekar menatap sang adik yang memang benar yang dikatakan oleh bibi. Kalau Lulu mukanya bonyok. “Kamu kenapa, Lu?” langsung menegur dan mendekat. Lulu berhambur ke dalam pelukan Sekar dan menangis tersedu dalam pelukan sang kakak. Tangis Lulu terdengar begitu pilu. Membuat hati Sekar Terenyuh dan sedih melihat kondisi sang adik dengan perasaan yang bertanya-tanya. “Kak. Aku mau bercerai dengan mas Zulfan. Di sudah selingkuhi aku dengan baby sitter ku.” Kata-kata itu membuat Sekar terkesiap dan setengah tidak percaya. Kok Zulfan dengan tega melakukan hal yang sama dan parahnya lagi tega main tangan segala, sehingga wajah Lulu bonyok. Sekar mengusap punggung Lulu dengan lembut. “Bercerita Lah pada ku. Ada apa yang sebenarnya.” Kemudian, Lulu menceritakan semua pada Sekar yang sebenarnya terjadi, kalau Zul
Sekitar pukul sepuluh malam. Cece baru pulang dengan langkah yang sedikit mengendap. Kepala celingukan. Lulu yang masih berada di ruag Tengah karena menunggu suaminya yang belum pulang, bahkan nomornya pun tidak aktif. Membuat Lulu merasa khawatir dan cemas. “Dari mana kamu? Bukannya saya sudah bilang cukup satu jam saja keluarnya? Maksimal sebelum pukul sepuluh sudah pulang. ini pukul berapa nih? sepuluh lewat.” Lulu merepet dan menuding ke arah jarum jam. Cece menunduk dalam. Dan juga merasa gugup khawatir ketahuan, akan tetapi Zulfan belum pulang dan dia masih menunggu Cece masuk dulu. “Maaf, Bu … saya kebablasan,” ucapnya. “Lain kali … harus tepat waktu. Sebab kalau ada apa-apa. Saya yang akan kena, sebab kamu tinggal di sini.” Jelas Lulu disertai tatapan yang tajam menelisik ke arah Cece yang menunduk. Tetpi dengan ketajaman mata Lulu. Bisa mendapatkan sebuah kejanggalan dari Indera penglihatannya tersebut. “I-iya, Bu! Saya janji … lain kali akan tepat waktu.” Dengan masih me
"Memang benar. Mereka akan semakin tumbuh dewasa dan mengerti, aku hanya khawatir saja." tambah Arka. Setelah beberapa saat, Arka bangun dan tanpa bicara membawa sang istri di gendongnya. Sekar terkesiap dan langsung merangkul pundak Arka takut jatuh. Arka membawanya ke kamar mandi. Untuk mandi bersama, akan tetapi sebelum membersihkan diri Arka malah melanjutkan pergulatan nya berakhir beberapa waktu lalu. Di dalam bathub pun jadi, mereka bermain cantik.Setelah 30 puluh menit kemudian, mereka pun menyudahi dan gegas membersihkan diri di bawah shower yang hangat.Kini mereka sudah berada di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah Sekar. Di Tengah perjalanan mereka mampir di sebuah restoran. Untuk makan malam terlebih dulu, perut terasa sangat lapar apalagi tenaganya sudah terkuras habis dengan permainan tadi.“Aku akan membuat syukuran untuk mendoakan kehamilan ku ini. Apa kau setuju?” Sekar menatap suaminya yang sedang meni
Setelah beberapa saat berada di panti asuhan, pasangan suami istri yang tengah dilanda kebahagiaan menyambut kehamilannya itu pun berpamitan pada penjaga pantai asuhan."Oke, kalau begitu kami pamit dulu!Pak, Bu ... lain kali kami akan datang lagi dan jangan lupa kalau ada keperluan, langsung telepon saja. Insya Allah akan dengan senang hati membantu!" ucap Sekar yang ditambahi oleh sang suami."Insya Allah, kami akan membantu dengan cepat jika memang di panti ini memerlukan suatu ataupun bantuan, kalian bisa datang ke rumah ataupun ke kantor itu sama aja!" Arka mengulurkan tangannya pada pengurus panti asuhan."Iya, kami tidak akan ragu-ragu untuk meminta bantuan jika kami sedang memerlukan, tapi untuk sekarang ini anak-anak sedang membutuhkannya, dan kami mengucapkan sangat banyak-banyak terima kasih! atas semua yang sudah diberikan dan juga tawarannya!" balas seorang lelaki paruh baya."Oke, kalau begitu kami pergi dulu dan mohon doanya untuk kebaikan keluarga kecil kami! Assalamu'
"Aku akan siap sedia menemani istri ku ke bidan dan periksakan kehamilan," ucap Arka dengan nada yang bersungguh-sungguh sebagia suami yang harus bertanggung jawab."Iya, aku tahu kau tidak akan membiarkan ku sendirian. Makasih ya untuk semuanya!" Sekar memeluk mesra suaminya.Kini Sekar sudah berada di kantor menghadapi segudang pekerjaannya yang seharian kemarin terbengkalai begitu saja."Selamat pagi Sekar, saya dengar kemarin kamu tidak masuk kerja?" Tiba-tiba suara itu berada di ruangan Sekar, membuat wanita itu terkesiap."Oh selamat pagi Pak!" Sekar langsung berdiri dan membungkuk hormat kepada pria yang menjadi bosnya itu."Selamat pagi juga! Gimana kabar kamu? Saya dengar kemarin tidak masuk, sakit atau gimana? soalnya tanpa konfirmasi sama saya!" ucap pria yang bernama Alex lantas duduk di kursi yang ada di hadapan meja kerja Sekar."Oh iya, maaf Pak. Saya lupa untuk ngasih konfirmasi bahwa kemarin saya tidak masuk kerja!" Sekar menundukkan kepalanya dengan masih di posisi b
Pagi-pagi Sekar dah deg-degan bagai menunggu sesuatu yang teramat menebarkan. Mondar-mandir di kamar mandi, menanti hasil dari tes peck yang dia gunakan untuk tes kehamilan.Sekar terus mondar-mandir sambil melipat tangannya di dada sesekali mengigit kuku nya. Sambil mengarahkan pandangannya pada wadah kecil yang ada tes peck nya."Ya Allah ... mudah-mudahan ada kabar baik. Semoga aja aku benar hamil!" sesaat wajah Sekar mendongak ke langit-langit.Pada waktu yang diperkirakan sudah tepat, tangan Sekar perlahan mengambil benda kecil tersebut dan mengeceknya, seakan-akan pandangan mata pun tidak ingin berkedip biar jelas sejelas-jelasnya dapat melihat hasil dari usahanya."Bismillah ..." Dalam hati ia berucap. Dan ternyata hasilnya garis 2. Membuat Sekar seakan-akan ingin berjingkrak dan mengucap syukur. Sebab garis 2 itu diyakini kalau memang tanda kehamilan.Lalu Sekar keluar dari kamar mandi dengan sangat tergesa-gesa dan mendatangi suaminya yang sedang nge-gym di ruangannya. Dengan
Sekar terdiam mengingat yang dikatakan oleh suaminya barusan. Teringat dia memang sudah telat 1 minggu, tapi dia pikir ah cuma satu minggu ini. Nggak mungkin juga dia hamil."Kenapa kok diam, sudah telat kan?" Arka kembali bertanya dan penasaran karena istrinya malah diam."Nggak tau juga, perasaan memang telat seminggu! tapi apa mungkin aku hamil?" Sekar menatap sang suami dengan datar."Lho ... mana ku tahu, kan aku belum pernah hamil? Sayang 'kan sudah dua kali hamil masa nggak ngeh. Gitu!" Arka mengusap bahu sang istri dengan lembut."Apa Iya ya, kan?" Sekar bertanya pada dirinya sendiri sembari bengong. Apa mungkin dia sedang mengidam. Apalagi akhir-akhir ini kepala terasa sering pusing sedikit mual juga dan pengennya banyak rebahan, bekerja pun kurang bersemangat."Gimana kalau kita ke bidan aja ya? periksakan biar jelas!" Ajak Arka dengan sangat penasaran dan kalau memang iya, berarti itu kabar yang sangat baik, membahagiakan untuknya dan keluarga."Em ... Jangan dulu deh, nant
"Aku pun ikhlas dan Ridho jika memang ditakdirkan tidak punya anak dari benih ku sendiri dan aku tidak akan pernah mau menikah lagi atau pun berpisah darimu!" ucap Arka dengan sangat serius dan menggenggam kedua tangan Sekar.Bibir Sekar tampak tersenyum getir. Lalu kembali memeluk Arka dengan sangat erat.*****Suatu saat Sekar merasa kurang fit dan bermalas-malasan di rumah. Dan kini dia sedang menemani anak-anak berenang. Setelah dari pagi kerjaan cuma baringan saja."Mama, ayo ke sini berenangnya. Jangan di pinggir malu." Teriak Shasa sambil berenang ke tengah."Hooh. Cemen ... berenangnya di situ Mulu ach. Sini dong yang jauh seperti aku sama kalau dengan papa Arka." Tambah Ridho seraya mencipratkan air ke arah mamanya."Ahc, Mama 'kan cuma nemenin kalian saja. Jadi tak apa lah di pinggir juga kalian yang ke tengahnya tapi jangan sampai ke tempat yang lebih dalam ya takut!" Jawab Sekar sambil naik dan duduk di tepi kolam renang."Aku kemarin renang sama papa Zul, ke tempat yang d
Selamat membaca.Zulfan berlari mendatangi sumber suara yang begitu riuh dan mengagetkan sambil menggendong putranya. Dan ternyata sambil memangku Putri kecilnya, barang yang ada di hadapannya dilempar sehingga di ruangan tersebut seperti tak ubahnya kapal pecah. Lulu berteriak-teriak seiring suara tangisan putrinya.Zulfan langsung memberikan putranya kepada bibi dan dia mendatangi Lulu yang tampak stres. Lantas mengambil putri kecilnya takut kenapa-napa, suasana di sana tidak karuan dengan apa yang harus didengar, teriakan Lulu dan tangisan anak-anak sungguh mengacaukan pendengaran."Bi, tolong bawa anak-anak jauh dari sini. Biar saya mengurus mamanya!" Pinta Zulfan sembari memberikan putri kecilnya kepada Bibi agar membawa balita itu menjauh dari ruangan tersebut.Lantas jawaban kembali mendekati sang istri yang sedang meraung menangis, melemparkan pas foto, vas bunga. "Kamu apa-apaan sih? ini bisa bahaya!" langsung Zulfan merangkul bahu Lulu dan membawanya jauh dari tempat itu."K