Pagi yang cerah, Deandra pergi ke kantor diantar Mamih Anita hari ini.
Mamih Anita bukan pekerja kantoran, dia ibu rumah tangga namun anak dari Konglomerat ternama. Pagi ini, dia ada acara arisan pagi bersama teman-teman konglomeratnya, jadi sekalian mengantarkan Deandra, Mamih Anita memang kadang membawa mobilnya sendiri tanpa memakai supir.“Mih, makasih banyak ya.” ucapnya sambil turun dari mobil.“Yah sayang, semangat kerjanya ya, semoga kamu bisa secepatnya bergabung dengan Yudistira Grup.”Deandra hanya tersenyum.“Hati-hati ya, mih.”“Iya, bye sayang.”Mamih Anita pun pergi melaju dengan mobil BMW Series 5 warna merah nya."Diantar siapa?" suara bariton kesukaan Deandra terdengar.Deandra sedang berdiri menungu lift."Pagi Pak, saya di antar Ibu Anita, Pak, teman dekat ibu saya.”“Bukan calon mertuamu?” tanya Marco.Deandra terdiam dan langsung mengalihkan pembicaraan.“Bapak datang lebih awal?""Ya aku ingin segera pergi ke kantor""Saya kira bapak akan datang siang, mengingat jadwal hari ini bapak tidak ada agenda pagi""Aku ingin segera bertemu denganmu"Deandra terdiam."Bukannya bapak kemarin telah menghabiskan malam bersama Katrina?" tanya Deandra mengalihkan pembicaraan lagi."Aku hanya bicara santai saja, kau cemburu?" tanya Marco merayu Deandra."Tidak !" tapi wajahnya menunjukan hal sebaliknya.Pintu Lift terbuka.Deandra mempersilahkan Marco untuk masuk terlebih dahulu."Pak Boss !" Mahendra memanggil Marco.Marco pun mempersilahkan Deandra untuk masuk lift duluan. Deandra pun ijin untuk pergi duluan.Marco tahu ada hal penting yang menunggunya."Boss, ini soal Davina." Mahendra berbisik pada Marco."Apa sudah ada info?""Ini info dari Nathan." ucap Mahendra sambil memperlihatkan foto.Seperti yang sudah diduga, Devin yang dimaksud Davina adalah Devin Yudistira. Foto itu menunjukan kebersamaan mereka saat ini di Jepang dengan mesranya.Devin memang benar ada pekerjaan di Jepang namun dia mengajak salah satu kekasihnya yakni Davina."Dasar brengsek !" umpat Marco, dia harus segera memberi tahu Deandra, tapi bagaimana caranya, takutnya Deandra malah berpikiran negatif padanya karena dia ikut campur dalam urusan percintaannya.Marco segera pergi keruangannya.“Deandra, masuk lah !” ucap Marco sambil berjalan menuju ruangannya.Deandra merapihkan mejanya dan segera mengikuti Marco masuk ruangan.“Dra, hubungi bagian desain untuk segera mengirim contoh desain terbaru.” perintah Marco.“Siap, Pak.”Deandra lalu permisi akan keluar ruangan.“Kenapa kau langsung pergi?”Langkah Deandra terhenti.“Apa ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?”“Tentu saja ! duduklah.”Deandra pun duduk di kursi tempat biasa jika ada tamu atau klien datang.“Kau ada acara malam ini?” tanya Marco.“Tidak, Pak.”“Ikut lah makan malam bersamaku di rumah.”“Apa tidak apa-apa, Pak? Apa Katrina tahu?”“Kenapa Katrina harus tahu?”“Seharusnya begitu, Pak, Katrina kan ke-ka.”“Katrina bukan kekasihku, Deandra, aku sudah pernah katakan padamu bukan, aku dan dia hanya bersahabat saja.”Deandra terdiam.“Apa kau tidak rindu, mutti?” (mutti adalah panggilan ibu dari bahasa jerman)“Aku merindukan mutti Miranda, Pak, sudah sangat lama rasanya.”“Ya ikutlah makan malam.”“Baik, Pak”“Apa kau akan bilang pada Devin, bahwa aku mengundangmu makan malam?”Pertanyaan Marco itu membuat Deandra sedikit terkejut.“Devin tidak akan menyukai hal ini, Pak”“Baguslah, jangan beritahu saja, siapa tahu dia juga sedang asyik dengan wanita lain.”Deandra menatap mata Marco.“Aku sudah biasa akan hal itu, Pak.”“Ya aku tahu, bagaimana pun kau adalah kekasihnya, jadi kau pasti menerima semua kekurangannya.”Deandra terdiam.“Aku tidak pernah khawatir akan Devin, aku lebih mengkhawatirkanmu, Pak.”Ucapan Deandra itu membuat Marco terdiam sejenak, belum sempat menjawab, Deandra sudah ijin kembali ke mejanya.“Kau sekarang ahli membuat jantungku berdebar, Deandra !”***Malam pun tiba.Deandra sudah siap mengenakan gaun di bawah lutut bermotif bunga-bunga, terlihat sopan dan itu membuatnya nampak lebih manis.Marco sudah memberi pesan bahwa dia akan menjemput Deandra, di apartemennya.Marco sudah datang 15 menit dari waktu yang di janjikan, Deandra sudah tahu akan hal itu. Marco memang kuliah dan lumayan lama menetap di Jerman, sehingga budaya on time melekat padanya.“Kau sudah siap?” tanya Marco pada Deandra yang sudah stand by di lobi apartemennya.Deandra mengangguk sambil tersenyum.Marco pun membukakan pintu mobilnya untuk Deandra.Mereka pun pergi, melesat dengan mobil Mercy Class C warna hitam.Tidak ada obrolan di dalam mobil, Deandra hanya terlihat sesekali menggigit bibirnya dan menarik-narik gaunnya, pertanda bahwa dia sangat gugup saat ini.Ada gairah terpendam di benak Marco, terlebih suasana nya begitu nyaman, alunan musik romantis juga aroma manis parfum Deandra yang memikat dan sesekali Marco melirik Deandra yang sedang mengigit-gigit bibirnya, itu membuatnya sangat gemas.Marco sudah tidak tahan, dia memarkirkan mobilnya ke pinggir. Membuat Deandra terkejut.“Apa ada sesuatu, Pak?”Marco menunduk dan mencoba menahan gairahnya.“Aku hanya ingin memastikan lagi.” ucap Marco sambil menatap Deandra.“Apa kau benar mencintaku, Deandra?”Deandra beberapa detik terdiam.“Dari dulu, aku hanya mencintaimu, Pak.”Pandangan mereka bersatu.Marco melapaskan seatbelt nya dan mendekat ke arah Deandra.“Aku begitu mencintaimu, Deandra” ucap Marco sambil mengelus rambut Deandra.Dua cinta yang telah terpisah lama itu, kembali membara.Bibir Marco mendekat pada bibir Deandra. Dan Deandra hanya pasrah saja, karena memang dia pun menginginkan Marco.Bibir Marco berhasil menempel pada bibir Deandra.Tok Tok Tok !Ada yang mengetuk jendela mobil Marco.****“Lagi-lagi ada yang menganggu !” batin Marco.Deandra tidak kalah kaget, yang lebih ditakutkan Deandra yang mengetuk jendela mobil adalah orangnya Devin. “Semoga bukan Bram atau Rio” Batin Deandra. Bram dan Rio adalah orang kepercayaan Devin.Marco membuka kaca mobilnya."Selamat malam, Pak'""Malam." jawab Marco."Wah, maaf ternyata, Pak Marco." ucap lelaki itu yang ternyata adalah polisi yang sedang berpatroli."Syukurlah, hanya Pak Polisi." batin Deandra.Marco mengerutkan dahinya."Maaf, Pak, mungkin bapak tidak kenal saya, tapi atasan saya di kantor sering membicarakan, bapak." ucap Pak Polisi itu."Siapa nama atasan nya?" tanya Marco."Pak Priyatna Wiryatama, Pak.""Oh, dia memang teman saya waktu SMA, sampaikan salam saya padanya.""'Baik, Pak, pastinya akan saya sampaikan.""Hanya saja, saya hanya ingin mengingatkan, Pak, di sini tertera tanda untuk dilarang parkir, Pak,"Marco dan Deandra langsung melihat tanda tersebut yang memang baru mereka sadari."Terimakasih, Pak, maaf
Deandra masih terdiam dengan pertanyaan, lelaki itu.“Tidak apa, Deandra, jangan kau takut padaku.”Lelaki itu adalah Bram, salah satu orang kepercayaan Devin.“Aku hanya di perintahkan, Bos Devin, untuk melihatmu, katanya kau tidak menjawab teleponnya, sejak tadi.”“Maafkan, aku, Bram, tadi a-ku da-ri…”“Tidak usah, di lanjutkan, Dra ! aku paham, kau pun perlu kebebasan.”Deandra terdiam.“Aku tidak akan bilang pada Devin kau habis dari luar, aku akan bilang padanya bahwa kau sudah tidur.”“Bram, tapi mengapa?” tanya Deandra.“Aku hanya kasian padamu, Dra, nikmatilah kebebasanmu, saat Devin berada di luar negeri.” jawab Bram.“Aku akan menunggumu hingga selesai membersihkan diri dan pergi tidur, aku perlu fotomu untuk bukti pada Devin.” ucap Bram lagi.“Terimakasih, Bram.”Deandra langsung pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya, dia berusaha secepat mungkin.Deandra sudah selesai membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Dia lalu berpura-pura tertidur di tempat tidur hanya u
Deandra seperti biasa sudah berada di mejanya, meskipun jam mulai kerja masih 30 menit lagi.Dia berharap Marco sudah pulang hari ini. Handphone nya berdering, panggilan dari Nathan. "Hallo, Pak, ada yang bisa saya bantu?" "Dra, Pak Marco masih belum masuk hari ini, tolong infokan lagi Divisi Perencanaan ya, Dra.""Baik, Pak.""Terimakasih, Deandra.""Sama-sama, Pak." Telepon pun terputus.Deandra menarik nafas, harapannya bertemu Marco, hapuslah sudah. Satu pesan masuk ke handphone Deandra. Dia segera membukanya, berharap itu dari Marco. "Malam ini makan malam bersamaku sayang, berdandanlah yang cantik" Ternyata sebuah pesan dari Devin.Deandra hanya bisa menarik nafasnya lagi, dia harus mengerjakan pekerjaan nya dengan cepat, jika terlambat makan malam, Devin pasti akan marah. *** "Kenapa kau berbicara seperti itu mengenai atasan Deandra, Rio?" tanya Devin."Waktu di Jepang, aku melihat atasan Nona Deandra dan ayahnya berbicara dengan klien kita, bos""Aku takut, mereka aka
“Pagi, Pak Sandi.”“Pagi, Deandra.”Sandi merasa aneh pagi ini, Deandra tidak menyapa bos besar yang berada di depannya, dia hanya menyapa dirinya saja.Dan bos besar sama cueknya dengan Deandra, dia berlalu masuk keruangannya, membuat Sandi merasa penasaran.“Sungguh berani seorang Deandra.” batin Sandi.“Bagaimana desain terbarunya apa sudah, di produksi ?” tanya Marco.“Sudah pak, semua aman terkendali, saat ini saya sedang koordinasi dengan bagian promosi.” jawab Sandi“Oke, kerja bagus.”“Saya akan focus di promosi nantinya, Pak.”“Oke, lanjutkanlah.”“Pak, maaf sebelumnya, apa Pak Bos sedang bertengkar dengan Deandra ?” Sandi berusaha memberanikan diri saking penasarannya.“Bukan urusanmu !” Marco mulai menjawabnya dengan bahasa jerman.Membuat jantung Sandi berhenti berdetak, dia salah besar menanyakan itu.“Maaf pak, kalo begitu saya ijin kerja kembali, Pak Bos” Sandi pun berlalu pergi, dia masih syok berat jika Bos nya itu sudah mengeluarkan bahasa Jerman.Marco terdiam, dia d
Deandra gelisah pagi ini.Untuk pergi ke kantor pun dia bimbang.Ucapannya pada Marco malam itu, sangat diluar nalarnya.Profesional! ya Deandra harus tetap pergi ke kantor dan bekerja seperti biasanya.Nathan tidak memberi info apapun tentang Marco, dia hanya memberitahu, jika ada hal penting atau jika ada klien, dia mengarahkan untuk di alihkan ke ruangannya.Marco tidak masuk kantor sudah beberapa hari dan Nathan yang menangani semua pekerjaan Marco, juga Nathan mempunyai sekretarisnya sendiri jadi tidak membutuhkan bantuan Deandra.“Sepertinya dirimu memang bermasalah, Deandra!” ucapnya pada diri sendiri, mengingat betapa kesepiannya dia tanpa kehadiran Marco.Pekerjaan Deandra tidak terlalu banyak saat ini karena ketidakhadiran Marco.Dia hanya merapikan file, membalas email dan bahkan dia bisa minum santai di pantri kantor.“Aku tidak pernah secemburu ini pada pria.” batin Deandra sambil melamun.“Bu, Deandra!” seorang wanita mengagetkan Deandra.“Maaf, bu, Mira, mengagetkan ibu
Deandra sangat merindukan Marco.Sampai-sampai dia sering melamun dan sering ditegur oleh Devin.“Sayang, ada apa denganmu?! Kau sedang memikirkan apa?”“Tidak, Vin, aku hanya sedikit lelah.”“Apa bosmu itu memporsir dirimu?” tanya Devin.Deandra mengerutkan dahi.“Aku takut bosmu yang gila kerja itu memperkejakanmu layaknya kerja Rodi !” ucap Devin lagi dengan nada sedikit emosi.“Tidak, Vin, Pak Marco tidak seperti itu, dia begitu baik, Vin, aku lelah bukan masalah pekerjaan.”“Lalu apa?” tanya Devin.Deandra hanya terdiam.“Sudah lah ! memang kau tak pernah mau terbuka padaku !”“Kau kadang membuat ku kesal ! Deandra !”Devin mulai meninggikan nada bicaranya.“Bukan seperi itu, Vin, a-ku …” ucap Deandra dengan sedikit gemetar.“Sudah lah ! aku pergi ! aku malas berbicara denganmu !”Devin pun pergi, watak Devin sepertinya sudah kembali lagi, perlakuan manisnya kemarin ternyata tidak berlaku lama.***Deandra hampir gila memikirkan Marco, sudah seminggu Marco tidak masuk kerja. Dan
Deandra memeluk Marco, pelukan yang begitu erat dan hangat.Marco membalas pelukan Deandra sama eratnya.Deandra bermaksud mengalihkan perkataan Marco terkait Devin.Namun Deandra salah menduga, Marco tetap menanyakan lagi hubungannya dengan Devin.“Kau tidak bisa melepaskannya?” tanya Marco dengan perlahan dan lembut melepaskan pelukannya pada Deandra“Pak, tidak semudah itu, aku melakukannya.” jawab Deandra.“Mengapa?” Deandra terdiam.Marco mengenggam tangan Deandra dan mengajaknya untuk duduk di sofa.“Berbicara lah padaku, apapun itu, Deandra.”Deandra menarik nafas dan mulai menceritakan dirinya.“Aku sangat berhutang budi pada keluarga Yudistira, Pak.”“Mereka membiaya semua kebutuhanku sejak orang tuaku tiada.”“Jika hanya karena itu, aku akan bayar semua yang pernah keluarga Yudistira keluarkan untukmu.”“Ini bukan masalah uang, Pak, bagi bapak yang belum pernah merasakan kesusahan, mungkin tidak akan mengerti.”Marco terdiam.“Saat itu aku begitu terpuruk dan tidak mempunya
Devin membuka jaketnya dan meletakannya di badan Deandra, saat ini Deandra tengah tertidur dirumah sakit tepat di samping ranjang Mamih Anita.“Apa dia kecapean merawat Mamih?” batin Devin.Memandang wajah kekasihnya, terkadang Devin menyesal akan perbuatannya pada Deandra, dia sadar bahwa dia tidak memperlakukannya dengan baik.Tapi entah mengapa dia selalu kesal pada Deandra jika keinginannya tidak di turuti, atau pun saat Deandra sibuk melamun dan Devin tidak tahu apa yang sebenarnya di pikirkan Deandra.“Aku begitu mencintaimu, Deandra.” ucap Devin sambil mengelus rambut Deandra.Elusan tangan Devin ternyata membuat Deandra terbangun dari tidurnya.“Vin, kau sudah pulang?” tanya Deandra sambil melirik Devin yang langsung menghentikan elusannya pada Deandra.“Baru saja sampai, kau pulang kerja langsung kesini?”“Iya, aku mengkhawatirkan Mamih.”“Ganti baju dulu, lalu istirahat, nanti kau bisa tidur di sofa.” ucap Devin.“Kau juga istirahat, Vin,”Tanpa menjawab, Devin langsung meme