Aku kembali ke rumah dengan berbagai perasaan tidak menyenangkan dan rasa kecewa atas percakapan yang terjadi antara aku dan kak Laura. Kaget dan tidak menyangka juga tiba-tiba dia berkata seperti itu menghakimi dan mengintimidasi diri ini dan secara tersirat seakan memaksaku untuk segera keluar dari rumah orang tua sendiri."Assalamualaikum," kuucapkan salam kepada Ayah dan Bunda yang sedang duduk di kursi ruang tamu, aku masuk dengan lunglai sementara mereka langsung penasaran dengan ekspresiku yang seperti itu."Ada apa?""Dengan tidak bermaksud mengadukan kakakku, dia datang ke kantor, Yah.""Terus?""Dia bilang aku tidak boleh membebani orang tua, aku harus segera menikah agar orang-orang tidak khawatir dengan keadaanku, dan harusnya semua ini tidak terjadi."Ayah dan bunda saling memandang dengan berbagai ekspresi yang makin membuatku pusing."Aku minta maaf kepada kalian Jika benar aku adalah beban yang membuat pikiran kalian tertekan, maafkan aku Yah, Bund.""Jangan pernah ber
Seperti yang kau katakan kalau aku sedang pusing, kepusingan itu membuatku bingung tentang apa yang akan aku lakukan di akhir pekan dan bagaimana aku meredakan semua beban pikiran yang terus berputar di benak ini. (Apa tawaranmu yang kemarin masih berlaku?)(Iya, Apa kau mau pergi ke pesta itu?) Dokter Okan segera membalasku.(Ya, kurasa aku harus turut serta memberikan ucapan selamat kepada dokter Widi mari pergi ke acara itu sebagai teman.)(Tentu, bangga menggandeng dirimu sebagai teman.)(Baiklah jemput aku nanti malam, Dok.)(Tentu, bersiaplah jam delapan nanti.)*Seperti yang dijanjikan pria itu datang menjemputku dengan mobil Alphard mewah. Mobilnya membunyikan klakson di depan rumah sementara aku yang sudah bersiap langsung berpamitan kepada ayah dan ibuku."Mau pergi dengan siapa?""Dengan dokter Okan.""Baiklah, hati hati," ucap bunda lembut.Aku segera mengenakan sepatu dan langsung menemui pria yang sudah berdiri di dekat pintu mobilnya itu. Dia menunggu dan membukakan
Selagi ia berteriak dan berdiri tegang sambil mencengkeram kedua tangannya, Dinda yang menyadari semua itu langsung datang dan menghampiri lelaki itu."Mas, ada apa? Ga enak sama tamu lho Mas." Dia mendekat dan berbisik manja ke telinga Mas Widi, ia melirikku dengan ekor mata seolah aku akan meraung raung melihat dia bermesraan dengan hasil rampasan. "Ah, maaf, aku di luar kendali." Diperingatkan seperti itu membuat bapaknya anak anak langsung menurunkan emosi dan segera mendesahkan napasnya. Dia minta maaf pada Dinda sambil merangkul pinggang wanita itu. Seperti yang aku bilang, aku tidak lagi cemburu, tapi, melihat pemandangan seperti itu membuat bola mata ini memanas. Aku ingin menangis untuk alasan yang tidak kuinginkan, aku tidak lagi mencintai atau mendambakannya tapi kenapa aku masih bersedih? Apa itu yang tidak bisa dimengerti oleh orang yang tiba-tiba ceraikan dan dihempaskan oleh suaminya sendiri?"Sebaiknya kita pergi Dok," ucapku pada Dokter Okan. Aku sudah tidak taha
Sepanjang Jalan Dokter Okan terus mempercandai diri ini perihal hubunganku dengan direktur kami. Berkali-kali ia menyesali betapa terlambatnya ia untuk mendekati diriku sementara aku hanya menghela napas sambil berusaha menghindari setiap celotehannya yang tidak berguna."Kau serius mau dengan Adrian, apa kau serius?""Haaah...." Aku hanya mendesah pelan sambil menatap keluar jendela.Sesampainya di rumah aku langsung berterima kasih kepada dokter itu karena sudah mengantarku dengan selamat. Tapi baru saja turun dari mobil tiba-tiba Adrian sudah ada di sana dan langsung menghampiriku."Ya Tuhan, kau baik-baik saja?""Iya, aku baik baik saja.""Aku merasa sangat tegang karena kau berada dalam dua masalah di satu malam ini. Kau pergi dengan kakak sepupuku yang nakal dan kau menghadiri peluncuran klinik baru mantan suamimu yang sudah menyakitimu, aku sangat cemas.""Semuanya berjalan baik-baik saja.""Apa di sana tidak terjadi keributan?""Ada, tapi tidak begitu serius," balasku."Ya Tuh
Persidangan kali ini hanya berlangsung 5 menit tapi cukup menegangkan, hanya dengan dua kali memberi keterangan hakim langsung terlihat berubah pikiran kepada Mas Widi.Sepertinya lelaki itu dan gundiknya berada dalam masalah besar karena setelah ketahuan menikah secara siri mereka harus melakukan sidang isbat nikah sebelum benar-benar bisa meresmikan status hubungan dengan sah.Sesaat kemudian majelis hakim membubarkan kami, aku dan komplotan para tukang fitnah itu keluarnya bersamaan. Saat berada di ujung lorong menuju pintu keluar, pria itu langsung mendekatiku dan bicara dengan diri ini secara kasar."Apa maksud dan tujuanmu dengan menghadiri persidangan kedua yang seharusnya sudah jadi sidang putusan, kenapa kau mengacaukannya.""Seperti yang kukatakan sejak awal, aku akan berjuang demi anak-anakku. Lagipula ya, aku sudah terlalu baik dengan membiarkanmu bermain-main atas harga diri dan nama baikku." Aku melipat tangan di dada sambil tersenyum dengan santai, sementara lelaki it
Tak sabar rasanya menunggu pagi, sepanjang malam mata ini enggan terpejam membayangkan betapa bahagianya aku menjemput anak anak. Betapa gembiranya kami akan tinggal bersama tak akan terpisahkan selamanya. Sebulan tak serumah membuatku sangat rindu bahkan menggerus berat badanku, aku selalu berurai airmata dikala rindu pada anak anak menyerangku. Sekarang, beberapa jam lagi, pagi menjelang, aku akan menjemput Faris dan Farisa.*Usai salat subuh, aku langsung membereskan cucian di ruang laundry lalu membersihkan rumah dan menyiapkan makanan. Kali ini aku masak lebih banyak dan menyiapkan makanan kesukaan anak-anak. Tak lupa kuberitahu pada kedua orang tuaku kalau kedua anakku akan datang."Benarkah apa Widi kemudian menyerahkan hak asuh kepadamu?""Iya Bunda.""Kok bisa tiba tiba berubah?""Entahlah, pagiku ini keajaiban Tuhan. Ini adalah sesuatu yang selalu ku harapkan dan sudah lama kutunggu Bunda. Jika anak-anak sudah bersamaku dan kami cukup tabungan, kami akan pindah dan cari
Seminggu kemudian.Anak-anakku sudah mulai bersekolah lagi, kami beraktivitas dengan normal seperti tidak ada yang terjadi. Kakek nenek mereka juga memberikan perhatian dan kasih sayang yang membuat anak-anakku selalu ceria setiap hari, sebisa mungkin kami tidak membiarkan ruang hampa di hati mereka yang akan membuat mereka sedih karena kehilangan sosok ayah. *Kudengar dokter Widi sudah mulai aktif di kliniknya, dia sudah mulai praktek dan memberikan pelayanan di rumah sakit baru yang dibuatkan Dinda untuknya. Kabarnya rumah sakit itu digadang-gadang akan menjadi tempat terbaik untuk berobat, semua fasilitas lengkap, dokter-dokter yang bekerja juga adalah dokter yang kompeten, dana dan segela sesuatu disiapkan di bawah naungan yayasan yang didirikan dinda untuk klinik Mas Widi. Sepertinya, segala sesuatu disiapkan dengan, sepertinya wanita itu memang merealisasikan rencana-rencana besar untuk mewujudkan masa depan yang cerah bersama mantan suamiku.Aku turut gembira jika mereka bah
Aku berusaha mengemas air mata dan menutupi kesedihan di hadapan keluarga dan anak-anakku. Kubasuh wajahku wastafel lalu bergegas menyambangi ibuku yang memanggil."Ada apa Bunda?""Ada dokter Okan mengunjungimu."Di saat moodku sedang hancur sebenarnya aku tidak ingin bertemu dengan siapapun. Dalam keadaan hati yang sedikit terguncang seperti ini aku jadi geram mendapatkan kunjungan orang yang tidak ku inginkan."Ada apa dia datang?""Apanya aneh kalau dia datang, bukankah kalian berteman?""Ah, iya, benar juga.""Jika kau tidak sedang sehat untuk menerima tamu maka Bunda bisa memberitahunya.""Tidak masalah, biar kutemui dia."Ku bawakan secangkir kopi yang baru saja dibuatkan bunda untuk dokter Okan lalu menemui pria itu yang langsung berdiri melihatku datang dari dalam, senyumnya mengembang dan sepertinya biasa pria berwajah manis itu selalu menunjukkan ekspresi antusias saat berjumpa denganku."Apa kabar?""Baik, dok, sepertinya kamu sibuk sekali sampai aku tidak mendengar kab